"Oh ya? Aku belum bilang, kau sangat tampan malam ini. Kau membuatku tak bisa berhenti memandang."
"Rani juga sangat cantik dalam gaun putih ini, membuatku tak sabar lagi!"
Darah Rani kembali berdesir. "Tak sabar untuk apa?"
Orion tak bicara apa-apa, mata cokelat sipitnya memandang mata Rani dalam-dalam.
"Untuk bersamamu. I love you, Rani, I want you so bad."
"Me too."
Tanpa ada yang memulai, tetiba bibir mereka bertemu dan saling mengecup. Pertama-tama, lembut. Sangat perlahan-lahan. Walau bukan untuk pertama kali, rasanya sangat berbeda bagi Rani. Ia berhenti sejenak dan berbisik, "Kita tak punya banyak waktu di sini, Orion. Let's do it."
"Ini untuk pertama kalinya bagimu, you know, bersama seorang pria?"
"Ya. Aku sedikit takut."
"I'll be careful. Aku tak ingin menyakitimu." Perlahan sekali, Orion menelusuri tubuh Rani dari rambut hitamnya yang lebat dan panjang. "Tubuhmu langsing tapi berisi. Kulitmu sangat lembut, just like a budding jasmine. Bunga putih lembut Evernesia serupa dirimu."
Rani merasa malu dipuji begitu. Ia juga sudah tak tahan lagi, disentuhnya tengkuk Orion dengan kedua tangannya. Dibelainya perlahan belakang leher Orion untuk pertama kali, terus turun ke leher untuk membuka dasi hitam tuxedo di kerah putih kemejanya. Terus meluncur ke kancing-kancing di bawahnya, hingga dada Orion yang bidang dan cenderung licin kini terbuka. Rani tak bisa mengalihkan pandang. Dinikmatinya setiap inci dan mili sosok indah pemuda Everopa itu.