Mohon tunggu...
Wiselovehope
Wiselovehope Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Cinta Terakhir Sang Bangsawan (Novel Romansa Thriller Apocalypse Episode 42)

23 Februari 2023   15:44 Diperbarui: 23 Februari 2023   15:47 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi edit pribadi

Rani sudah tahu semuanya semenjak tadi siang. Itulah rahasia terbesar yang Orion bisikkan di pantry. Tetap saja, gadis itu masih belum bisa mencerna seutuhnya begitu saja hanya dalam waktu beberapa jam!

Di Viabata dan Everlondon, ia belum pernah dekat dengan pria manapun sebelumnya. Kini, hanya dalam kurun waktu beberapa hari, haruskah ia menerima Orion Delucas, atau sebenarnya Orion Brighton, sebagai... Tidakkah ini terlalu cepat? Akankah ia sesali di kemudian hari?

Segera ditepiskannya semua keraguan konyol itu dan mencari topik pembicaraan lain, "Orion, to be honest, tempat tinggalmu ini begitu indah. Tak kalah mewah dengan kediaman Delucas. Hanya saja, perlu sedikit lebih dibersihkan!"

Orion tersenyum tipis, "Kami saat ini hanya bangsawan pinggiran, jatuh miskin gegara krisis besar yang diakibatkan pandemi virus Hexa. Semenjak ayahku tiada, ibu tak bisa menjalankan semua usaha Brighton begitu saja karena dulu tak dilibatkan beliau melakukannya, serta tentunya belum siap pada keadaan duka ini. Jadi, masih maukah kau menjadi pendamping sejatiku untuk selamanya?"

"Uh, so sorry for your loss, Orion! Sure. Aku tak menginginkan apapun darimu. Hanya kita dan masa depan semua orang yang masih kupikirkan!"

Orion membawa Rani ke ruangan tamu di main mansion Brighton. Tempat itu bersih, hanya sedikit temaram dan muram, berbeda sekali dengan milik Delucas yang selalu terang benderang dan ditunggui pelayan. Tak ada seorangpun penjaga maupun pelayan terlihat di mansion ini. Kelihatannya keluarga Brighton menghemat betul semua pengeluaran yang kurang perlu.

"Orion, My Son! Kau berhasil kembali untuk kedua kali!"

"Mama!" Orion menyapa ibunya. Mereka berpelukan mesra, "Ya. Aku berhasil datang lagi, terima kasih untuk doamu. Terima kasih sudah bekerjasama denganku tadi siang saat menerima telepon dari Rose!"

"Ya, dengan senang hati, aku juga sudah mulai mengerti semuanya, Anakku. Jadi, ini yang namanya Nona Maharani Cempaka?"

"How do you do, Milady Magdalene Brighton? My name is Maharani Cempaka. It feels very nice to meet you!" Rani menyapa wanita ibu kekasihnya dengan bahasa resmi Everopa seluwes mungkin.

"How do you do, Dear Miss Maharani Cempaka? I feel fine, thank you very much. It feels very nice to meet you too! Just call me Mag!"

Rani untuk pertama kalinya bertemu muka dengan wanita ningrat ramah berumur sepantar Lady Rose yang selama ini hanya ia kenal lewat kisah singkat Orion. Lady Mag terkesan sederhana, sangat berbeda dengan sahabatnya.

"Selamat datang di kediaman Brighton, semoga Nona Maharani betah berada di sini. Kami tak memiliki banyak kemewahan tersisa semenjak ayah Orion tiada."

Wanita itu cantik, awet muda, namun tak tampil seglamor Lady Rose. Dipersilakannya Rani dan Orion duduk di sofa tamu. "Maaf, kami hanya punya teh, tak memiliki hidangan lain. Sudah lama aku tinggal sendiri, tidak memiliki banyak pelayan maupun penjaga seperti sahabatku Rose. Kami hidup dari pendapatan putraku. Astaga, Orion, aku betul-betul terkejut saat mengetahui jika Rose ternyata tega berbuat itu kepada kita."

"Mama..." Orion tak ingin membuat ibunya galau, "Mama tak perlu khawatir dulu. Justru 'kecurangan' Rose itu membawa keuntungan tersendiri bagi kami, walau kita harus berbuat hal ini secara diam-diam!"

"Betul!" Suara lelaki setengah baya ikut menimpali.

Mereka bertiga menoleh.

"Reverend James!" Orion menyapa, segera mempersilakan pendeta utama Chestertown itu duduk. "Terima kasih atas kedatangan Anda!"

Maharani turut mengangguk ramah, "Selamat malam, Rev. James. Nama saya Maharani Cempaka, uh, teman Orion!"

"Selamat malam, Nona Maharani Cempaka! Well, saya sudah mengerti ceritanya dan juga sudah memberitahukan semua kepada ibunda Anda, Tuan Orion Brighton!" Pendeta itu duduk bersama mereka. 

"Jadi, semua ini harus kita segera kerjakan secara rahasia. Cepat, singkat dan sangat diam-diam. Rani, are you ready?"

Tak lama, gadis itu sudah berada di sebuah ruangan lain. Ia dibiarkan seorang diri. Di hadapan Rani ada sebuah meja-cermin rias dengan peralatan make-up sederhana dan satu set busana putih anggun yang sangat diimpi-impikan sebagian besar wanita muda di dunia Ever. Apalagi jika bukan gaun pengantin!

Astaga, ini pasti mimpi, entah sangat indah ataupun paling buruk! Rani masih sempat tertegun. Namun ia harus cepat-cepat. Orion, Lady Mag, dan Rev. James menunggunya!

Rani berias sendiri, menggunakan semua itu dengan hati-hati. Gaun pengantinnya sederhana, bermodel backless, tidak terlalu banyak aksesori. Namun jelas harganya tidak murah. Entah bagaimana atau kapan keluarga Brighton membelinya, Rani tak tahu mengapa bisa tersedia secepat ini. Terakhir sekali, ia menggunakan sehelai veil tembus pandang dan menatap dirinya sendiri di cermin.

Seorang calon pengantin wanita yang sederhana, tak banyak aksesori maupun perhiasan dikenakan, namun tampil sangat cantik!

Orion di luar sudah menunggu. Ia mengenakan tuxedo hitam yang elegan. Apapun yang ia pakai selalu pantas dan membuatnya tampan maksimal. Jantung Rani berdebar-debar.

"Astaga, kalian sangat serasi! Maharani, you look so beautiful in white!" Lady Mag, walau belum lama mengenal Rani, kelihatannya sudah jatuh cinta benar dengan calon menantunya.

"Oh, thank you very much, Lady Mag!" Rani merona.

"Akhirnya, atas kehendak Tuhan!" Rev. James mendekat, menatap mereka dengan penuh rasa kagum dan syukur. "Apa kalian sudah siap untuk kuberkati sebagai suami istri yang sah di hadapan Tuhan?"

***

Sementara itu Lady Rosemary Delucas dan dokter Kenneth Vanderfield masih menjalankan kegiatan hingga tengah malam. Grace dan Leon seharusnya sudah nyenyak di ranjang mereka masing-masing. Namun remaja-remaja itu tak seberapa bisa tidur.  Begitu banyak hal yang mereka pikirkan, terutama Leon.

Sejak Rani tiba di sini, ia begitu terpesona kepada guru bahasa barunya itu. Ia malu mengakui jika selama ini jarang bisa bergaul dengan remaja seumuran, belum memiliki kekasih.

Kehadiran Rani sedikit banyak membuat imajinasinya jalan. Ia menyukai wanita muda yang berusia sekitar tujuh tahun lebih dewasa darinya itu! Walau Leon belum tahu rasa suka seperti apa, ia ingin sekali bisa kenal lebih dekat dan 'berteman'.

Nona Rani tadi terlihat gelisah benar saat makan malam. Should I try to visit her for a while? Aku ingin tahu apakah ia baik-baik saja. Sungguh tak enak memperlihatkannya foto-foto deep web itu, barangkali ia mual dan tak suka dengan hal demikian!

Remaja itu beringsut keluar dari balik selimut dan ranjangnya dan akhirnya meninggalkan kamar tidur. Tak ada siapa-siapa di luar sana, semua aman terkendali.

Leon sudah mengenakan jaket, diam-diam menyelinap dari main mansion menuju paviliun nomor 17 tempat Maharani tinggal.

Pintu depan terkunci. Leon mengintip ke dalam lewat kaca jendela beranda yang tirainya sedikit terbuka. Lampu sisi ranjang masih menyala.

Tampak sosok berselubung selimut terbaring di single bed. Leon pertama menduga, itu tentu Rani. Bukankah gurunya pamit untuk beristirahat lebih duluan? Jangan-jangan ia letih, atau bisa juga shock!

"Maaf, Nona Rani. Are you alright? Aku harus datang memeriksamu walau keluargaku, terutama mamaku, tak peduli. Apapun kata orang nanti, I just don't care." 

Leon mengeluarkan sebuah anak kunci bernomor 17 dari dalam saku jaketnya. Dimasukkannya ke lubang kunci, lalu diputarnya gagang pintu untuk masuk.

(bersambung)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun