A-a-apa yang sebenarnya terjadi? Rani masih tak percaya semua itu berjalan keluar, menembus arus kerumunan yang berdesakan menjauh dari sesuatu. Ujung gang semakin dekat.
Di sana banyak sekali pagar kawat berduri tinggi, ban-ban bekas sedang terbakar hebat, bau sangit karet memenuhi udara. Terdengar beberapa raungan aneh dari kejauhan, semakin mendekat. Rani masih belum begitu percaya, "Ini pasti hanya mimpi!"
Sosok-sosok yang dibicarakan para tetangga itu semakin dekat. Mereka seperti manusia, namun melangkah pelan sekali, beberapa di antaranya terseok-seok. Mereka mengeluarkan semacam raungan aneh yang mendirikan bulu roma.
Manusia-manusia yang tak lagi bernyawa, dalam aneka jenis kelamin, usia dan luka. Semua memandang hampa, namun sepertinya sadar ada manusia yang masih hidup di depan sana.
"Astaga. Jadi semua itu benar?"
Beberapa berusaha menembus barikade sederhana yang tadi didirikan para penghuni gang! Mereka tak peduli pada duri-duri besi yang mencabik-cabik daging maupun nyala api yang membakar pakaian dan kulit mereka.
Mereka hanya ingin mencapai Rani!
"TIDAAAK!"
Seketika Rani terbangun dengan keringat dingin menganak sungai di sekujur tubuhnya.
"Astaga, aku masih di mansion Delucas, dan itu semua hanya mimpi!"
Rani memastikan jika ia memang tak berada di Evernesia. Itu semua hanya mimpi buruk, ya, efek kelelahan setelah perjalanan panjang seharian.
Ia keluar dari kamar, hanya mengenakan gaun tidur saja. Lorong-lorong main mansion lebih gelap dari biasanya, keluarga itu pasti sudah beristirahat di kamar mereka masing-masing. Dalam rasa penasarannya, Rani melangkah menjelajahi koridor panjang itu sesuka hati, ke mana ia ingin melangkah.
Ia naik ke lantai dua melalui tangga besar berkarpet tebal, menuju koridor yang tampaknya menuju ruang-ruang tidur utama. Salah satu pintu kamar tidur yang tidak tertutup sempurna menarik perhatiannya.