"A-a-apaaa?" terperangah, tawa Rey nyaris meledak, "Bisa-bisanya! Aku hanya seorang pegawai magang, Nona! Nothing less, nothing more. Apa perlu kutunjukkan kost-anku, di mana aku tinggal?"
"Aku gak percaya. Masa' bisa memberiku kopi gratis setiap hari, apa gak bakal rugi?"
"Oh, masalah itu 'toh... Memang setiap pegawai Coupee punya jatah kopi gratisan, free coffees sebagai imbalan kami melayani. Itu saja, kok. Kebetulan aku dapat porsi dua kali sehari. Karena Joy sudah kuanggap sebagai teman baikku, kuberikan saja untukmu. Aku bisa buat kopi sendiri di kost kapan saja aku mau. Biasanya pagi-pagi, jadi sepanjang hari aku tidak ngopi lagi."
"Teman baik?" pipiku merona, "Uh, terima kasih, kurasa. Aku juga merasa begitu, Rey selama ini cukup baik padaku. Gak semua cowok memperlakukanku sedemikian. Teman baikku sedikit, bisa dihitung dengan jari," akuku malu-malu singa.
"Terima kasih kembali. Jadi, kita berteman?"
"Tentu saja. Terima kasih sudah mau berteman denganku! Jangan lupa, kutagih janjimu tadi, sidak kost-mu!" masih menyimpan penasaran, kucetuskan saja keinginanku.
"Heh, sepertinya penasaran benar di mana aku tinggal? Well, baiklah, siapa takut?"
Saat senggang, Rey benar-benar membawaku mengunjungi tempat kost-nya yang tak jauh dari Coupee. Sebuah rumah petak sederhana yang menurut pengakuan ia sewa cukup murah, juga ada rekan kerja di kafe bernama Tonny, tetangga kamar.
"Lihat, di sinilah aku tinggal. Sama seperti anak kost lainnya, aku juga tiap hari makan mie instan dan tentu saja hobi ngopi. Tiap pagi aku selalu buat sendiri dengan Vietnam Drip atau lainnya! Iya 'kan, Ton?"
"I-i-iya, tentu saja! Kami rekan kerja dan tetangga kamar yang baik! Rey memang down to earth banget!" Tonny terkekeh mengiyakan.
Baiklah, jadi memang kemiripan Rey dengan pengusaha itu hanya kebetulan saja. Kedua pemuda itu tampaknya jujur dan juga pria baik-baik, sangat membumi. Tak lama aku berangkat pulang, Rey mengantarkanku dengan sepeda motor tuanya.