“Sebentar, Sayang. Jika berkenan, tunggulah kami di sini, izinkan aku menjemput Opa Chow dari kamar beliau!”
“Ten-ten-tentu saja!” Kesempatan bagus!
Sepeninggal Johan, Mei Ling bebas berkeliling kamar pribadi mewah dan nyaman itu. Berhasil menemukan beberapa hal penting yang selama ini ia cari tanpa perlu usaha besar, malah seperti disengaja. Johan rupanya sedang membuka internet. Pemuda itu lengah. Pada monitor, layar situs bank dan rekening Keluarga Chow jelas-jelas terpampang. Sangat menantang. Jumlah digit saldo tertera di sana begitu mengundang. Mei Ling terbiasa dengan cara-cara memindahkan uang dalam sekejap.
Sebenarnya ini misi utama ayahnya. Ia sudah berkali-kali manut titah Koh Ahiung. Namun hari ini ia sedikit sungkan. Apakah akan kulakukan ini? Meskipun begitu waktunya tidak banyak. Segera ia lakukan beberapa tugas dan tak lupa mencatat beberapa hal yang bisa ia dapatkan.
Dalam lemari Johan tak hanya berderet busana branded. Sebuah brankas ada di dalamnya, malah pintunya sedikit terbuka. Mei Ling mengintip ke dalamnya. Luar biasa! Walau suasana gelap, Mei Ling dapat melihat kilau emas serta beberapa perhiasan berlian di sana. Rasanya seperti menemukan peti harta karun. Sekaya itukah Keluarga Chow? Mei Ling sudah tak tahan lagi. Ia sudah tak ingat jika tadi berjanji takkan menuruti titah ayah. Diraupnya segenggam harta dan dimasukkannya ke dalam tas tangan. Segera ditutupnya brankas dan lemari secepat kilat.
“Akhirnya, Nona Mei Ling, anak Ahiung! Selamat datang!”
Suara laki-laki tua itu nyaris membuatnya melompat. Berbalik dan buru-buru tersenyum, ia menyambut kedatangan Opa Chow dan cucunya. Beliau sudah sepuh, duduk di kursi roda. Busananya senada dengan Sang Cucu, Johan yang membantu mendorongnya. Tampaknya situasi aman terkendali, kedua pria itu tak tahu aksinya barusan.
“Xi nian kuai le. Selamat Imlek, Opa Chow, semoga selalu dikaruniai keberuntungan dan kesehatan.” Mei Ling buru-buru memberi salam dengan kedua tangannya.
“Selamat Imlek juga. Akhirnya bertemu juga. Wah, ternyata kau sudah besar, Mei Ling. Cantik sekali!” Opa Chow terkesan ramah, “Sepertinya kau cocok bersama dengan Johan cucuku. Kedatanganmu kemari pada momen hari raya ini sungguh tepat!”
Ada aroma aneh menyeruak dari tubuh pria berusia 90-an tahun ini. Namun Mei Ling tidak seberapa ngeh. “Xie xie. Terima kasih banyak, Opa!” balasnya, berusaha takzim.
“Terimalah angpao dari Opa, semoga tahun ini kalian diberikan…” kalimatnya belum selesai saat Opa Chow mengulurkan yang ditunggu-tunggu selama ini dalam sebentuk amplop merah. Bukan sembarang angpao, kelihatannya jauh lebih gemuk, padat dan besar!