Mohon tunggu...
Wiselovehope aka Poetvocator
Wiselovehope aka Poetvocator Mohon Tunggu... Novelis - Desainer Komvis dan Penulis Lepas. Unik, orisinal, menulis dari hati.

aka Julianti D. ~ Instagram: @wiselovehope Https://linktr.ee/wiselovehope Https://pimedia.id/wiselovehope Email: wiselovehope@gmail.com Akun Opinia: Julianti Dewi (Wiselovehope) Akun Tiktok: juliantiwiselovehope Akun X:@wiselovehope Akun Threads: @wiselovehope

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Episode 18: Cursed Kutukan Kembar Tampan (Novel Romansa Misteri)

4 Januari 2023   17:38 Diperbarui: 4 Januari 2023   17:39 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Desain dokumentasi pribadi

Namun kata-kata Hannah itu tak digubris oleh Ocean. Dengan berani ia tetap turun menuju salah satu pintu ke Lorong Bawah Tanah bersama beberapa anak buahnya.

Melewati Hannah yang masih tampak begitu marah sekaligus ketakutan.

Tapi begitu ia melihat ke arah yang Ocean tuju, ia sedikit lega, malah tersenyum kecil.

Beberapa pria yang mengikuti pemuda itu bersama-sama menuruni anak tangga curam dan licin, mirip seperti yang Emily lalui malam itu saat membuntuti Hannah.

"Huh, aku tak bisa membuka pintu ini." Ocean berusaha mendorong pintu besi tua berat yang ia belum pernah coba buka seumur hidupnya.

"Ini tak ada kuncinya?" tanyanya kepada orang-orang yang bersamanya.

Mereka sama-sama menggeleng. "Selama kami bekerja pada ayah Anda, Archduke Zeus Vagano, dari beberapa puluh tahun silam, sebagian besar dari kami belum pernah sama sekali turun ke tempat ini. Penjaga yang waktu itu menemukan Nona Emily mungkin tahu jalannya, tapi sayang sekali ia sudah 'berhenti bekerja' beberapa hari yang lalu. Mungkin ikut pulang bersama kapal suplai logistik yang terakhir singgah." jawab seorang pegawai senior.

"Mungkin memang kita semua tak harus turun ke bawah sana hari ini. Semoga saja takkan terjadi apa-apa lagi hari ini dan seterusnya."

Rombongan itu segera kembali ke atas. Hannah tersenyum lebar, tentunya tanpa sepengetahuan siapa-siapa.

Belum saatnya, Ocean. Waktumu akan segera datang. Kau dan adikmu tinggal menghitung hari saja.

Emily malam itu kembali duduk bersantai bersama kedua pemuda kembar di lounge. Ia belum berani mengutarakan niatnya untuk kembali ke Evermerika.

"Kapal suplai logistik yang terakhir singgah. Hmm, aneh juga bila penjaga yang waktu itu tiba-tiba berpatroli mengundurkan diri tanpa pamitan denganku. Semua pegawai perkebunan di pulau ini selalu wajib menemuiku sebelum melakukan hal apapun." bahas Ocean sambil menimbang-nimbang apa yang bisa mereka lakukan selanjutnya.

"Iya, ruangan bawah tanah juga semakin aneh saja, pintu-pintu terkunci dan kuncinya hilang atau entah di tangan siapa, padahal beberapa hari atau beberapa minggu silam Emily hilang dan ditemukan pingsan di situ. Emily yakin tak ingat jalan?" tambah Sky.

Emily menggeleng. Kalaupun ia tahu, ia takkan pernah mau lagi turun ke lorong berbatu yang begitu bau, gelap dan mengerikan itu!

"Gawat, gawat, gawat! Tuan Muda Ocean!" seorang pegawai perkebunan menyerbu masuk ke lounge.

"Maafkan saya lancang menghadap Anda tiba-tiba pada jam seperti ini!" pegawai itu tampak sangat gundah dan terengah-engah saat melapor.

"Ada apa?" Ocean spontan berdiri, disusul Sky dan Emily juga.

"Ternyata penjaga yang bertugas malam itu, yang menemukan Emily di lorong bawah tanah sebenarnya tak pernah meninggalkan pulau ini. Tapi...'" Pegawai itu terdiam.

"Tapi apa?" Ocean tampak semakin tak sabar.

"Ia ditemukan sudah mati di istal kuda, tampaknya mayatnya sudah berada di sana sejak sebelum Anda melakukan penyisiran pulau!"

Apaaaa? Astaga, orang yang menyelamatkanku, padahal belum pernah kutemui untuk mengucapkan terima kasih, telah mati?

***********

Emily yang begitu shock dan ketakutan tak diizinkan kedua kembar Vagano untuk mengikuti mereka turun ke istal.

Malam itu juga, Ocean dan Sky buru-buru mengadakan penyelidikan, turun langsung bersama beberapa pegawai untuk melihat jenazah penjaga yang waktu itu menemukan Emily.

"Tampaknya ia dibunuh. Ada bekas pisau di tubuhnya serta darah yang sudah kering. Ia dibungkam oleh seseorang agar tak bisa membuka jalan ke Lorong Bawah Tanah, tempat patrolinya sehari-hari!" ujar Ocean dengan wajah sedih.

"Makamkanlah lelaki ini dengan layak. Walaupun kita belum bisa menemukan tersangka pembunuh serta alat buktinya, kita harus waspada dan memperketat penjagaan antara kita sendiri mulai malam ini! Mungkin ada penyusup dari luar pulau di antara kita!" pinta pemuda itu kepada pegawai-pegawainya.

Sementara itu, Hannah di dapur tampaknya juga telah sadar akan apa yang terjadi. Ia menghela napas lega.

Tak sia-sia kusembunyikan pisau dapur yang tajam itu untuk membungkam orang yang menyelamatkan Emily! Dan pertama kali dalam hidupku kemarin malam telah kuambil langkah yang tepat tanpa bantuan Makhluk Terkutuk Bodoh itu.

Tanganku yang tua dan mulai tremor ini biasanya hanya mencincang daging untuk hidangan makan kalian! Tapi kemarin malam, terpaksa kutusukkan ke orang yang malang itu, dan kuharap Ocean takkan curiga padaku.

Aku hanya seorang wanita tua. Penjaga dirinya dan adiknya saat kecil dan hingga sekarang.

Lorong Bawah Tanah harus tetap menjadi rahasia hingga tiba waktunya!

Zeus, kau dan keluargamu memang terkutuk! Sekarang mereka pelan-pelan akan merasakan akibat perbuatanmu! Ha ha ha ha ha!

(Bersambung)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun