Burung tadi (jika ia benar-benar ingin berenang) mungkin terburu-buru mengejar mimipinya. Sehingga, kodrat alam pun ia lawan. Kaki tanpa selaput dan kepala tanpa insang bukan syarat yang menjanjikan untuk lihai menguak dalamnya samudra.
Ini juga menjadi pelajaran buat kita bahwa sunnatullah itu tak akan bisa diubah. Tapi, akallah yang membuat mimpi gila itu tercapai. Saat manusia dapat terbang, ia tak benar-benar terbang. Tapi, akalnyalah yang membuatnya terbang. Tak perlu melawan ketentuan alam dengan memaksakan sayap tumbuh dari punggung. Tapi, pergunakan kekuatan akal untuk membuat sayap itu “tumbuh” walau di tempat yang berbeda.
...
Hmm.... Tak ada kemungkinan lain yang terpikirkan olehku. Apakah kau punya ide kemungkinan lainnya? Berbagilah denganku..:)
Selamat jalan burung gereja kecil... Aku tahu kau sudah berkicau riang di barzakh sana. Insya Allah aku akan menyusul nanti. Saat itu, ceritakanlah padaku kisah yang sebenarnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI