HUBUNGAN PENGETAHUAN TERHADAP PENERAPAN POLA ASUH ORANG TUA PADA ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS STUDI LITERATURÂ
Muhamad qomarul huda, Inisnu Temanggung, Jawa Tenggah , Indonesia Info Artikel ABSTRAK Submitted: 25-6-2023 Revised: 01-07-2023 Accepted: 02-07-2023 *Corresponding author Muhamad Qomarulhuda Email: qomarulh@gmail.com
ABSTRAK
Banyak faktor yang menjadi pendorong motivasi orang tua dalam memberi pendidikan seperti faktor kepercayaan masyarakat, adat istiadat, dan lingkungan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi faktor - faktor yang memengaruhi motivasi orang tua dalam memberi pendidikan pada anak berkebutuhan khusus di SLB Bintoro Jember. Penelitian ini menggunakan desain korelasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus di SLB Bintoro Jember dengan sampel 35 responden. Teknik pengambilan sampel menggunakan nonprobability sampling. Proses pengumpulan data menggunakan kuesioner dengan skala likert. Penelitian menunjukkan nilai bahwa nilai kepercayaan masyarakat sebesar 0,012, adat istiadat sebesar 0.007, dan lingkungan sebesar 0,033. Berdasarkan analisis menggunakan uji spearman rank (Rho), didapatkan p value (0,005) berarti H1 diterima. Kesimpulan penelitian ini berarti ada pengaruh faktor kepercayaan masyarakat, adat istiadat, dan lingkungan terhadap motivasi orang tua dalam memberikan pendidikan pada anak berkebutuhan khusus di SLB Bintoro Jember. Rekomendasi dari penelitian ini bahwa orang tua harus lebih meningkatkan motivasinya tentang pendidikan anak berkebutuhan khusus. Sehingga, anak berkebutuhan khusus mendapat pendidikan yang layak.
BAB I
PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG MASALAH
 Setiap Negara mempunyai alasan dasar kebijakannya Di Indonesia, landasan itu tertuang dalam Undang-undang yang dibakukan dan di bukukan. Dalam mukadimah UUD Negara Republik Indonesia tahun 1945, para father founding Indonesia menyebutkan: " Kemudian dari pada itu untuk membentuk suatu pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum,mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikutmelaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan,perdamaian abadi dan keadilan social ". Redaksi pembukaan Undang- Undang Dasar diatas memberikan arti bahwa tolak ukur keberhasilan pemerintah Indonesia paling tidak adalah terwujudnya kesejahteraan umum, kehidupan bangsa yang cerdas dan berperan aktif dalam pergaulan internasional guna menciptakan perdamaian, kesemuanya adalah dalam rangka melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.Â
Sebagai anggota UNESCO Indonesia juga menganut filsafat Education For All, yaitu pendidikan untuk semua. Dalam batang tubuh UUD 1945 pasal 31 ayat 1 di nyatakan bahwa tiap Negara berhak mendapat pengajaran begitu juga dalam undang-undang nomor 4 tahun 1997 pasal 5 di sebutkan " Setiap penyandang cacat mempunyai hak dan kesempatan yang sama dalam aspek kehidupan dan penghidupan. Dalam upaya mewujudkan demokratisasi pendidikan di Indonesia,perlu di selaraskan dengan UNESCO Education For All. Hal tersebut perlu didukung oleh lembaga formal, agar pendidikan berjalan secara baik perlu melibatkan masyarakat. Pendidikan memegang peranan yang sangat penting dalam kehidupan suatu Negara untuk menjamin kelangsungan hidup berbangsa dan bernegara karena bagaimanapun juga pendidikan merupakan wahana untuk mencetak Sumber Daya Manusia ( SDM ) yang berkualitas dengan demikian di butuhkan lembaga-lembaga yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan nasional sebagaimana tercantum dalam undang -- undang system pendidikan nasional NO 20 tahun 2003 tujuan pendidikan nasional yaitu mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab begitu pentingnya pendidikan. Maka setiap anak berhak untuk mendapatkan pendidikan yang layak tanpa memandang latar belakang agama, suku bangsa,ekonomi dan status sosilanya. Hal ini didasarkan pada Undang-Undang Republik Indonesia NO 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional 3 yang memberikan warna lain dan penyediaan pendidikan bagi anak yang berkelainan, pada penjelasan pasal 15 tentang pendidikan khusus di sebutkan bahwa pendidikan khusus merupakan penyelenggaraan pendidikan untuk peserta didik yang di selenggarakan tentang inklusif atau berupa satuan pendidikan khusus pada tingkat pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan inklusi sebenarnya merupakan model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak berkelainan atau berkebutuhan khusus dimana penyelenggaraanya dipadukan bersama anak -- anak normal dan bertempat di sekolah umum dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga bersangkutan. Melalui pendidikan inklusi, anak berkelainan didik bersama anak lainya (Normal) untuk mengoptimalkan potensi yang dimilikinya. Hal ini dilandasi oleh kenyataan bahwa didalam masyarakat terdapat anak normal dan anak 4 berkelainan yang tidak dapat dipisahkan sebagai satu komunitas. Oleh karena itu anak berkelainan perlu di beri kesempatan dan peluang yang sama dengan anak normal untuk mendapatkan pelayanan pendidikan di sekolah terdekat,pendidikan inklusi di harapkan dapat memecahkan salah satu persoalan dalam penanganan pendidikan bagi anak berkelainan selama ini. Karena tidak mungkin membangun SLB di setiap kecamatan / desa sebab memakan biaya yang sangat mahal dan waktu yang cukup lama. Anak didik bahwa dalam kehidupan didunia ini mereka akan menemui banyak perbedaan yang harus hadapi dan hormati, selain itu program ini akan membantu orang tua yang mempunyai anak berkebutuhan khusus untuk lebih memaksimalkan potensinya baik dalam bidang social, emosional, fisik , kognitif maupun kemandirianya dalam lingkungan anak -- anak yang beragam.Â
Karakteristik anak berkebutuhan khusus yang di terima di layanan pendidikan inklusi adalah anak tuna netra,tuna wicara,tuna daksa,tuna grahita, tuna laras, anak berkesulitan belajar, anak lamban belajar, anak autis, anak down syndrome, anak dengan gangguan motorik. Hal ini bisa dimaknai bahwa setiap anak dapat belajar, setiap anak berbeda dan perbedaan itu merupakan kekuatan, dengan demikian kualitas proses belajar perlu ditingkatkan melalui kerjasama dengan siswa, guru, orang tua, dan komunitas atau masyarakat. Seperti halnya kondisi nyata di sekolah, hampir setiap kelas senantiasa ada sebagian murid dalam kelas yang membutuhkan perhatian lebih, karena termasuk ABK, seperti: hambatan penglihatan, atau pendengaran, fisik, atau mental - kecerdasan atau emosi, atau perilaku-sosial, autis dan lainnya, sehingga mereka membutuhkan akses fisik dan modifikasi kurikulum serta mengadaptasikan metode pengajarannya agar semua murid dapat menyesuaikan diri secara efektif dalam semua kegiatan sekolah. Di Sekolah yang Ramah (Welcoming Schools) semua komunitas sekolah mengerti bahwa tujuan pendidikan adalah sama untuk semua, yaitu semua murid mempunyai hak untuk merasa aman dan nyaman, untuk mengembangkan diri, untuk membuat pilihan, untuk berkomunikasi, untuk menjadi bagian dari komunitas, untuk mampu hidup dalam situasi dunia yang terus berubah, untuk menghadapi banyak transisi dalam hidup, dan untuk memberi kontribusi yang bernilai. Persoalan kurikulum di Sekolah yang Ramah merupakan tantangan terbesar bagi guru-guru dan sekolah-sekolah dalam mempertahankan keikutsertaan dan memaksimalkan partisipasi semua anak.Â
Penyesuaian kurikulum bukanlah tentang penurunan standar persyaratan ataupun membuat latihan menjadi lebih mudah bagi murid-murid yang mempunyai keterbatasan atau berkebutuhan khusus. Tetapi adaptasi kurikulum ini untuk memenuhi keanekaragaman, membutuhkan perencanaan dan persiapan yang matang oleh guru-guru dan bekerjasama dengan murid-murid, orang tua, rekan-rekan guru, dan staf. Di sekolah-sekolah yang ramah, kita dapat melihat kerja dari para guru, di mana dalam kelas, mereka melakukan upaya untuk meminimalkan hambatan untuk belajar.Dan dalam pembelajaran untuk anak berkebutuhan khusus diperlukan metode pembelajaran yang efektif sehingga mudah dicerna / diterima oleh anak berkebutuhan khusus.Â
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian yang di paparkan dalam latar belakang masalah diatas maka penulis merumuskan masalah sebagai berikut:Â
1. Bagaimana upaya guru dalam proses belajar bagi anak berkebutuhan khusus ?Â
2. Bagaimana penerapan metode pembelajaran drill untuk anak berkebutuhan khusus ?Â
1.3 Tujuan PenelitianÂ
1. Untuk mengetahui upaya guru dalam proses belajar bagi anak berkebutuhan khusus.
2. Untuk mengetahui penerapan metode pembelajaran drill untuk anak berkebutuhan khusus.Â
BAB 2
PEMBAHASAN
   Anak berkebutuhan khusus diartikan sebagai individu-individu yang mempunyai karakteristik yang berbeda dari individu lainnya atau dipandang tidak normal oleh masyarakat pada umumnya (Nur'aeni, 2016). Anak dikatakan berkebutuhan khusus jika ada sesuatu yang kurang atau bahkan lebih dalam dirinya. Banyak faktor yang mengakibatkan anak menjadi berkebutuhan khusus seperti gangguan genetika, infeksi saat kehamilan, usia ibu hamil, proses kehamilan yang lama atau prematur serta kecelakaan pasca-natal (Desiningrum, 2016). Anak berkebutuhan khusus membutuhkan metode, material, pelayanan dan peralatan yang khusus agar dapat mencapai perkembangan yang optimal (Suharlina & Hidayat, 2010). Hal ini dapat dimulai dengan cara atau pola asuh orang tua terhadap anak yang berkebutuhan khusus agar pertumbuhan dan perkembangan anak dapat terjaga. Penelitian Dameria, Daryati & Rasmada (2019) menyebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pola asuh ibu dalam menghadapi anak retardasi mental dengan nilai p=0,03. Pola asuh terhadap anak berkebutuhan khusus seperti retardasi mental akan memadai jika orang tua memiliki pengetahuan dan mampu memberikan pengasuhan tentang perkembangan anaknya sehingga membuat kepribadian anak menjadi spesifik (Mahmudah, 2020). Pernyataan tersebut sejalan dengan penelitian Rahayu & Mulyani pada tahun 2017 yakni terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pola asuh orang tua dengan nilai p=0,000. Hasil penelitian Nasir (2018) juga mengatakan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dengan kemampuan ibu mendampingi anak berkebutuhan khusus dengan nilai p=0,000. Anak berkebutuhan khusus memiliki potensi untuk dididik, diasuh dan memiliki kemungkinan besar untuk bisa berkembang dan kemampuannya dapat meningkat dalam aspek pengetahuan, sikap maupun keterampilan jika orang tua bisa memberikan pola asuh yang sesuai (Anisah, 2011).Â
   Penjelasan sebelumnya didukung penelitian Nitya & Dharma tahun 2018 yaitu perkembangan anak berkebutuhan khusus ditentukan oleh pengetahuan ibu akan pola asuh yang diberikan, artinya ada hubungan signifikan antara pengetahuan dan pola asuh dengan nilai p=0,000. Azhari (2018) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa ada hubungan antara pengetahuan dan pola asuh orang tua terhadap anak yang mengidap autism dan didapatkan nilai signifikansi p=0,000. Orang tua yang bisa memberikan pola asuh dengan benar serta memiliki pengetahuan akan hal tersebut dapat membantu anaknya yang berkebutuhan khusus seperti autisme bergaul dan berkomunikasi dengan orang sekitar sehingga anak tidak akan kesepian atau bahkan merasa dikucilkan (Wahyudi & Dewi, 2020). Pernyataan ini selaras dengan hasil penelitian Novianti et al (2016) bahwa kondisi autisme anak bisa diatasi secara perlahan asalkan orang tua dapat menyesuaikan diri dengan anak berupa sering berkomunikasi dan mengajak anak keluar rumah untuk bersosialisasi dengan masyarakat sekitar.Â
    Hal ini menunjukan hubungan yang signifikan antara pengetahuan yang dimiliki orang tua terkait autisme dan pola asuh yang tepat diberikan pada anak berkebutuhan khusus dengan nilai p=0,000 (Novianti et al, 2016). Peneltian lainnya menunjukan hasil serupa yakni terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan dan pola asuh orang tua terhadap perilaku anak berkebutuhan khusus dengan nilai p=0,000 (Purnamasari, Wahyuni & Purnama, 2020). Orang tua dengan anak berkebutuhan khusus memiliki serangkaian tanggung jawab yang lebih banyak daripada orang tua pada umumnya seperti harus lebih sering mengajarkan dan menasihati anak, mengatur dan mengobservasi tingkah laku anak dalam menghadapi orang lain di lingkungannya serta menjaga hubungan keluarga dengan komunitas disekitar mereka dan berpartisipasi dalam rencana Journal of Nursing Invention Aan Devianto 1, Maryudella Afrida 2, Idalia Gorreti Silva Soares 3 Corresponding author, Penjelasan demikian didukung oleh hasil penelitian Rakhmawati tahun 2020 dengan nilai signifikansi p=0,000 atau perilaku anak berkebutuhan khusus senantiasa ditentukan oleh orangorang disekitar mereka khususnya orang tua yang memiliki peran terbesar dalam hal tersebut. Larete, Kandou & Munayang (2016) dalam penelitian mereka menyatakan bahwa ada hubungan yang yang signifikan antara knowledge dan parenting terkait autism pada anak dengan nilai p=0,000. Anak dengan autisme dapat tampak normal jika para orang tua mempunyai pengetahuan dasar terkait autisme sehingga mereka dapat menyadari adanya keterlambatan kemampuan berbahasa anak dan cara-cara tertentu yang berbeda ketika anak bermain serta berinteraksi dengan orang lain (Intan, 2019). Dengan pengetahuan tersebut, orang tua akan lebih siap menerima anak yang berkebutuhan khusus seperti autisme dan dapat memantau perkembangannya serta pola asuh yang tepat dapat diterapkan. Hal ini didukung oleh penelitian Siahaan et al (2019) yang memperoleh hasil signifikan dengan hasil p=0,0394 atau ada hubungan antara pengetahuan orang tua dengan pola asuh pada anak yang berkebutuhan khusus
BAB 3
KESIMPULAN
Seluruh artikel menyebutkan hasil yang sama yakni terdapat hubungan yang siginifikan antara pengetahuan ibu dan pola asuh anak berkebutuhan khusus. Ke-6 artikel tersebut juga menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan ibu terkait pola asuh anak berkebutuhan khusus yakni pendidikan, media massa atau informasi, sosial budaya dan ekonomi, lingkungan, pengalaman dan usia. Pengetahuan yang memadai tentu akan berdampak pada keterampilan ibu dalam memberikan pola asuh yang baik dan benar sehingga anak berkebutuhan khusus tetap dapat tumbuh dan berkembang ditengah keterbatasan yang mereka alami
DAFTAR PUSTAKA
Azhari, R, A. (2018). Pengetahuan Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khusus. DOI: https://doi.org/10.30644/rik.v7i1.106Â
Dameria, F., Daryati, E, I., & Rasmada, S. (2019). Hubungan Pengetahuan Dengan Pola Asuh Ibu Menghadapi Anak Berkebutuhan Khusus. DOI: https://doi.org/10.33221/jiiki.v9i03.354Â
Durand, V. M., & Barlow, D. H. (2008). Intisari Psikologi Abnormal. Pustaka Pelajar. YogyakartaÂ
Desiningrum, D, R. (2016). Psikologi Anak Berkebutuhan Khusus. Psikosain. Yogyakarta Kementerian Pendidikan & Kebudayaan. (2019). Hari Disabilitas Internasional. https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/03/07150021/hari-disabilitasinternasional-nadiem-guru-harus-paham-prinsip-pendidikan?page=all. Diakses pada tanggal 20 Maret 2021Â
Larete, I, J., Kandou, L, F, J., & Munayang, H. (2016). Knowledge, Parenting, And Autism. DOI: https://doi.org/10.35790/ecl.4.2.2016.12660
 Lestari, S. (2013). Psikologi Keluarga. Kencana Prenada Media Group. JakartaÂ
Mufidah, P, A, H. (2019). Pola Asuh Orang Tua Terhadap Anak Berkebutuhan Khususdi Sd Slb Negeri Kroya Kabupaten Cilacap. http://lib.unnes.ac.id/34152/1/3401415065maria.pdf. Diakses pada tanggal 24 Maret 2021
 Nasir, A. (2018). Hubungan Antara Pengetahuan Dengan Kemampuan Ibu Mendampingi Anak Berkebutuhan Khusus. DOI: A 10.5281/zenodo.2632042Â
Nur'aeni. (2016). Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus. UMP Press. PurwokertoÂ
Notoatmodjo, S. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta. Renika Cipta. Purnamasari, A., Wahyuni, S., & Purnama, P, A. (2020). Hubungan Pengetahuan Dengan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Perilaku Anak. http://180.178.93.169/index.php/nic/article/view/419. Diakses pada tanggal 26 Maret 2021Â
Suharlina, Y., & Hidayat. (2010). Anak Berkebutuhan Khusus. http://staffnew.uny.ac.id/upload/132309079/penelitian/ABK+TUK+TENDIK.pdf. Diakses pad tanggal 25 Maret 2021
 Setyaningsih, W. (2015). Hubungan Pola Asuh Orang Tua Dengan Perkembangan Sosial Anak Autisme Di SLB Harmoni Surakarta. DOI: http://dx.doi.org/10.26630/jk.v6
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H