Berbayang Bayang (2). Â Kita dikala Kata.Â
 "Lama...
Ya, lama memang semua yang dinanti! Cepat tak terasa semua yang ternikmati, padahal berlenggangnya laju waktu tetap sama tiada yang berbeda. Tapi biarlah, apalah itu, terserah. yang penting dapatlah kakiku melangkah dengan mantap kepada apa yang kutatap..."
Â
Bisik Isma yang dari tadi hanya memandangi ukiran lekuk garis wajahnya. terpantul dalam cermin bersama tegang dahinya. alis yang lurus nya menebal membuat Isma terlihat seakan Bersatu. Tatapan yang penuh tanda tanya. Ia gerakkan bibir manisnya, seakan ia sedang berbisik kepada orang yang ada dihadapannya, dan matanya meneliti tajam detil keluk kelopak mata gadis itu berbayang di hadapannya.
Â
Setiap untaian terbisik resah di bibir mungilnya. Mata belonya pun makin tajam dan makin mendalam, menembus menikam kenangan yang terbias di hadapannya. Semakin lama Isma menikam dalam. ia baru menyadari gadis di hadapannya sedang meledek menghinanya. Wajah merebah, bibirnya menebal makin tak jelas. Ia meledek di seberang sana dengan binar matanya yang suram, memburam dan hilang tak berwajah tertelan kesunyian khusyu mencari arti.
Â
Semilir angin yang bertekad keras masuk dalam celah-celah kecil bertebaran ke seluruh penjuru ruangan dan menyentak sejuk kedalam mata Isma yang lelah hingga kedipan jernih matanya, membuat gadis di hadapan itu hadir, bersama tatapan baru yang berkaca-kaca segar dan jelas tampak linang kelut kegelisahannya.
Â
Tas terselendang di pundaknya kini terlupakannya. Tas itu merupakan saksi bisu apa maksud kedatangannya. Tapi di sisi lain tatapan resahnya tetap saja, menanti pasti, detik mengalir melaju jauh menuju sesuatu yang Isma sendiripun merasa ragu dan tak tahu, tak semantap detak detik mengetuk menit dan melangkah gigih meraih waktu satu jam.