Mohon tunggu...
Ramses Panjaitan
Ramses Panjaitan Mohon Tunggu... Penulis - Penyair

Jangan cari aku, dilapisan waktu yang penuh kepahitan. Kita adalah kisah yang terukir, namun diselimuti oleh kesedihan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud Pilihan

Peran Sentral Sumber Daya Manusia Perempuan dalam Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) Indonesia

3 Desember 2023   23:48 Diperbarui: 6 Desember 2023   21:37 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Peran Sentral Sumber Daya Manusia Perempuan dalam Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) Indonesia

Karya: Ramses Parningotan Panjaitan

Catatan: Tulisan ini dibuat untuk dilombakan pada lomba yang di adakan Amti.

Indonesia dikenal sebagai negara konsumen rokok kretek terbesar ketiga di dunia, dengan banyak perusahaan kretek yang berkembang pesat di negara ini. Keberhasilan industri kretek ini menciptakan dampak positif dalam menyerap tenaga kerja, khususnya buruh perempuan. Meski fakta ini mencerminkan kesuksesan industri, namun pada saat yang sama, juga menimbulkan sindiran terhadap kondisi buruh perempuan di perusahaan kretek yang sebagian besar didominasi oleh mereka.

Dalam beberapa tahun terakhir, kesuksesan industri kretek telah berkembang dengan pesat, memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian nasional. Keberhasilan ini tidak hanya dipengaruhi oleh tenaga kerja dan bahan baku yang mendukung produksi kretek, tetapi juga memberikan dampak langsung pada perusahaan dan para buruh yang bergantung pada industri ini untuk kehidupan mereka.

Keberadaan industri kretek, terutama di pemukiman yang banyak, diapresiasi oleh masyarakat karena mampu menyerap tenaga kerja, khususnya perempuan, yang pada gilirannya membantu perekonomian keluarga. Selain memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, industri kretek juga menjadi penyumbang utama pendapatan negara melalui pajak cukai yang diterapkan pemerintah.

Awalnya, peredaran kretek terbatas di wilayah Kudus, tetapi dengan cepat disenangi di daerah-daerah lain. Produksi kretek telah menciptakan fenomena di mana pedagang kecil dan pabrik rumahan berlomba-lomba untuk memenuhi permintaan pasar yang terus meningkat. Hal ini menciptakan evolusi dalam golongan pengusaha kretek, dari pengusaha rumahan hingga pabrik besar.

Pada tahun 1914, pabrik kretek milik Nitisemito di Kudus pernah mempekerjakan 15.000 orang dalam produksi kretek. Kesuksesan pioner ini memotivasi usahawan lain untuk mengikuti jejaknya, dan antara tahun 1912-1937, jumlah pabrik kretek tumbuh pesat, tidak hanya di Kudus, tetapi juga di berbagai daerah di Jawa.

Perkembangan kretek membawa dampak sistematis pada masyarakat sekitar. Pada tahun 1920, diterapkan sistem abon untuk meningkatkan jumlah produksi, di mana buruh luar pabrik diberi tanggung jawab untuk menggulung rokok di rumah mereka. Namun, sistem ini tidak bertahan lama dan digantikan oleh sistem pabrik yang lebih efisien.

Pada tahun 1963, buruh perempuan menjadi primadona dalam produksi kretek karena ketrampilan dan kerajinan mereka, serta kesabaran dalam proses pembuatan rokok. Faktor-faktor ini membuat perempuan semakin terlibat dalam industri kretek, tidak hanya membantu suami mereka tetapi juga mendapat peran setara dengan laki-laki.

Industri kretek tidak hanya menciptakan mata pencaharian bagi para buruh di pabrik, tetapi juga memengaruhi berbagai sektor terkait, seperti petani tembakau dan cengkeh, pemetik daun tembakau, pekerja di perusahaan percetakan dan angkutan, dan banyak lagi. Sementara kesuksesan industri kretek memberikan dampak positif, perlu juga diperhatikan kondisi buruh, terutama perempuan, yang seharusnya mendapatkan perlindungan dan hak yang setara.

Dengan pertumbuhan industri rokok kretek yang terus berkembang, perlu diupayakan kebijakan dan perlindungan yang lebih baik bagi buruh perempuan. Selain memberikan kontribusi signifikan terhadap perekonomian, industri kretek juga harus berperan aktif dalam menciptakan lingkungan kerja yang adil dan berkelanjutan bagi semua pekerja, termasuk perempuan.

Tahun 1980 menjadi tonggak penting bagi perempuan dalam industri kretek di Kudus. Perubahan ini tidak hanya menandai pertumbuhan industri, tetapi juga mencerminkan peran vital perempuan. Keahlian perempuan dalam kerja teliti, rapi, dan produksi efisien membuat mereka menjadi pilihan utama untuk bagian produksi kretek. Pada tahun 1990-1995, industri kretek mengalami kejayaan dalam pesanan ekspor, memberikan dampak positif pada upah buruh.

Namun, tantangan muncul seiring kebijakan yang mengatur produksi dan peredaran kretek. Pada tahun 1997, krisis moneter mengguncang, menyebabkan beberapa perusahaan kretek kecil gulung tikar. Perjuangan buruh perempuan menjadi lebih kompleks dengan aturan yang memengaruhi kelangsungan industri.

Industri kretek di Kudus mengalami perkembangan pesat, terutama dalam produksi Sigaret Kretek Tangan (SKT). Perekrutan masif buruh perempuan dilakukan, mengingat kebutuhan ketelitian dalam produksi SKT. Namun, kebijakan industri hasil tembakau (IHT) menjadi ancaman, menimbulkan ketidakpastian bagi nasib industri dan buruh perempuan.

Kondisi ini menggiring perempuan ke peran ganda, menciptakan ketegangan antara pekerjaan dan tanggung jawab keluarga. Pengorbanan perempuan dalam menjaga ekonomi keluarga patut diakui, meskipun ketidakpastian pekerjaan selalu mengintai.

Dalam menganalisis peristiwa sejarah, penelitian mengusung teori dan konsep dari ilmu sosial. Penerapan ilmu sosial lainnya memainkan peran kunci dalam menjelaskan keterkaitan faktor sosial, ekonomi, budaya, dan aspek lain yang terlibat dalam peristiwa sejarah. Penelitian berjudul "Perempuan pada Industri Sigaret Kretek Tangan (SKT) di Kudus" memiliki tujuan menguraikan pergeseran peran perempuan seiring dengan perkembangan industri kretek di daerah tersebut.

Industri, pada hakikatnya, adalah fenomena kompleks yang melibatkan teknologi, ekologi, dan budaya. Industri bukan sekadar kegiatan produktif, tetapi juga mencakup pengolahan bahan dasar menjadi barang bernilai. Konsep ini menunjukkan bahwa industri bukan hanya melibatkan unsur fisik seperti kondisi, peralatan, bahan baku, dan sumber energi, tetapi juga unsur perilaku manusia seperti tenaga kerja, ketrampilan, tradisi, komunikasi, keadaan pasar, dan politik.

Pudjiwati Sajogyo menjelaskan bahwa kehadiran industri membawa perubahan dalam masyarakat, terutama dalam interaksi antara pola budaya industri dan budaya lokal. Renner menyoroti enam faktor yang mempengaruhi kegiatan produksi, termasuk tenaga kerja, bahan baku, pasar, kekuasaan, modal, dan angkutan. Faktor-faktor ini saling terkait dan memengaruhi hasil perusahaan.

Pembahasan mengenai peran perempuan dalam industri kretek, seperti yang diuraikan dalam penelitian, mencerminkan pergeseran dinamis dalam status dan peran perempuan. Irwan Abdullah menekankan bahwa perempuan pabrikan merupakan hasil pergeseran status perempuan, meskipun terbatas oleh pengalaman dan faktor ideologis yang kadang-kadang menyebabkan eksploitasi.

Penggunaan konsep gender juga menjadi relevan dalam konteks industri kretek. Konsep ini melibatkan pembagian kerja dan peran berdasarkan jenis kelamin. Pergeseran peran perempuan dari ranah domestik ke publik mencerminkan adaptasi terhadap perubahan lingkungan, terutama dalam upaya meningkatkan ekonomi keluarga.

Dalam konteks, perempuan pekerja industri kretek, menandakan terjadinya pergeseran peran perempuan. Industri kretek memberdayakan perempuan sebagai tenaga kerja, mengubah dinamika peran perempuan dari ranah domestik ke publik. Fenomena ini juga mencerminkan strategi adaptasi perempuan terhadap kondisi ekonomi yang mengharuskan mereka ikut berperan dalam mendukung kehidupan keluarga.

Secara keseluruhan, perkembangan industri kretek di Kudus menciptakan dinamika sosial-ekonomi yang berpengaruh pada peran perempuan. Pergeseran peran ini, terutama keterlibatan perempuan dalam industri, menjadi sebuah narasi menarik yang mencerminkan adaptasi dan perubahan dalam masyarakat.

SKT Warisan Budaya Indonesia

Sebagai buah dari warisan budaya Indonesia, SKT tidak hanya mewakili produk tembakau, tetapi juga merupakan bagian tak terpisahkan dari identitas budaya kita. Di tengah sorotan global terhadap produk ini, seringkali kita melupakan narasi yang krusial tentang kontribusi SKT dalam menyerap tenaga kerja, khususnya perempuan. Data dari Aliansi Masyarakat Tembakau Indonesia (AMTI) mencatat bahwa sekitar 97% pekerja di industri SKT adalah perempuan, yang tidak hanya menjadi pekerja tetapi juga pilar utama dalam membangun kehidupan keluarga mereka.

Para pekerja perempuan di industri SKT bukan hanya menciptakan pendapatan bagi keluarga mereka, tetapi juga membantu membiayai pendidikan anak-anak. Mereka bukan sekadar pekerja; mereka adalah agen perubahan sosial yang berperan penting dalam meningkatkan kesejahteraan keluarga dan membimbing generasi mendatang menuju masa depan yang lebih cerah. Ini menunjukkan bahwa SKT bukan hanya berdampak positif pada isu ketenagakerjaan, tetapi juga membawa kontribusi nyata terhadap perempuan di Indonesia.

SKT dan Efek Multiplier dalam Ekonomi Lokal

Prinsip multiplier atau ekonomi ganda menjadi konsep yang akrab dalam konteks industri SKT. Selain menciptakan lapangan kerja yang signifikan, industri SKT juga memberdayakan masyarakat lokal melalui dukungan terhadap petani tembakau lokal. Ini menciptakan lingkaran ekonomi positif yang memberikan manfaat bagi berbagai lapisan masyarakat di Indonesia, khususnya di daerah-daerah produsen tembakau. Pabrik SKT menjadi pusat ekonomi lokal yang tidak hanya menciptakan peluang pekerjaan tetapi juga meningkatkan infrastruktur dan layanan publik di daerah yang memerlukan pertumbuhan ekonomi.

Kontribusi SKT terhadap Perekonomian Nasional

Peran SKT dalam perekonomian nasional melampaui ekspektasi banyak orang. Di tengah tantangan ekonomi global, Indonesia berjuang untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Inilah mengapa peran SKT menjadi sangat penting. Selain menyerap tenaga kerja secara masif, industri SKT juga memberikan kontribusi signifikan terhadap pendapatan nasional melalui pajak dan kontribusi untuk meningkatkan pendapatan daerah. Pajak yang dibayar oleh perusahaan SKT mendukung program pemerintah untuk mengurangi kemiskinan dan mendorong pembangunan ekonomi yang berkelanjutan.

Studi Kasus: Keberhasilan SKT di Kabupaten Cirebon

Kabupaten Cirebon adalah contoh konkret bagaimana SKT telah menjadi katalisator pertumbuhan ekonomi daerah. Dengan adanya pabrik SKT di wilayah ini, ribuan orang telah mendapatkan pekerjaan yang memberikan pendapatan yang stabil. Perempuan di Kabupaten Cirebon juga memainkan peran penting dalam produksi SKT, menciptakan peluang ekonomi yang lebih besar untuk keluarga mereka.

Industri SKT di Kabupaten Cirebon tidak hanya memberdayakan petani tembakau lokal tetapi juga mendorong pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan pendapatan petani dan investasi dalam infrastruktur. SKT membantu menjaga stabilitas perekonomian nasional dan daerah.

Tantangan dan Harapan untuk Industri SKT

Meskipun SKT memberikan dampak positif bagi perekonomian dan kesejahteraan masyarakat, AMTI menyoroti kenaikan cukai SKT sebesar 5% pada tahun 2023. Mereka berharap agar kebijakan pemerintah tidak merugikan petani dan pelaku industri tembakau. AMTI juga mencatat adanya tekanan asing yang berupaya menghancurkan industri tembakau Indonesia dengan mengadopsi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC).

Dalam menghadapi ketidakpastian ekonomi global, peran SKT sebagai kontributor positif dalam perekonomian masyarakat perlu diakui. Namun, kita juga harus menyadari tanggung jawab bersama untuk mengatur dan mengontrol konsumsi rokok guna melindungi kesehatan masyarakat, terutama generasi muda. Keseimbangan antara kontribusi ekonomi SKT dan kesehatan masyarakat merupakan tantangan bersama yang harus diatasi.

Dampak signifikan yang dihasilkan oleh SKT, dalam semangat Hari Pengentasan Kemiskinan Internasional 2023,  mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan. Namun, perlu dicatat bahwa pengaturan konsumsi rokok juga merupakan aspek penting dalam menjaga kesehatan masyarakat. Dengan kolaborasi dan pemahaman yang baik, kita dapat mencapai keseimbangan yang sesuai untuk memaksimalkan kontribusi positif SKT dalam perekonomian sambil meminimalkan dampak kesehatan negatifnya. Sehingga, Indonesia dapat terus menjadi negara yang menghargai budaya lokal sambil menjaga kesejahteraan masyarakatnya. Inilah sumbangan nyata SKT bagi negeri.

Kesimpulan:

Keberhasilan industri SKT dalam menyediakan lapangan kerja bagi perempuan, terutama sebagai penopang keluarga, memperlihatkan dampak positif yang lebih dalam daripada sekadar aspek ekonomi. Perempuan dalam industri SKT tidak hanya menciptakan pendapatan, tetapi juga memegang peran sentral dalam membangun fondasi keluarga dan mendukung perkembangan generasi mendatang.

Selain itu, kontribusi SKT terhadap ekonomi lokal dan nasional, terutama dalam mendukung petani tembakau lokal, menandai peran strategisnya dalam memperkuat struktur ekonomi Indonesia. Ini menggarisbawahi bahwa SKT tidak hanya menjadi industri, tetapi juga bagian integral dari warisan budaya dan ekonomi negara.

Dalam konteks ini, perlu diberikan perhatian khusus terhadap perlindungan dan hak-hak pekerja perempuan dalam industri SKT. Keberhasilan ekonomi tidak boleh diabaikan untuk memastikan bahwa dampak positif yang dihasilkan oleh industri ini mencapai semua lapisan masyarakat, terutama mereka yang berkontribusi secara langsung.

Sejalan dengan itu, keberlanjutan industri SKT harus didukung dengan kebijakan yang memperkuat kondisi kerja, melibatkan perempuan secara adil, dan memastikan bahwa mereka mendapatkan manfaat sebanding dengan kontribusi mereka. Dengan begitu, SKT tidak hanya menjadi pendorong pertumbuhan ekonomi, tetapi juga motor penggerak untuk kesejahteraan perempuan dan masyarakat secara keseluruhan.

Sumber Referensi:

AbmiHandayani, dkk. Perempuan Berbicara Kretek (Jakarta Pusat: Indonesia Berdikari, 2012).

Margana dalam "Kretek Indonesia Dari Nasional Hingga Warisan Budaya" membahas dominasi pekerja perempuan dalam produksi kretek SKT. Kondisi ini terus berlanjut dengan penerapan kebijakan yang memberatkan pabrik kretek, terutama terkait industri hasil tembakau (IHT).

"Perkembangan Industri Rokok Kretek di Kudus Tahun 1908-1964" oleh Imaniar 

Setyawan A. 2018. Kretek Sebagai Budaya Asli Indonesia: Mengenai Kretek di Indonesia. Mubarrik. 1(1):67--85.

Welo Hedi. 2023 (Kontribusi Signifikan Sigaret Kretek Tangan (SKT) dalam Pertumbuhan Ekonomi Nasional). Good News From Indonesia. 

Purbasari memberikan wawasan mengenai awal perkembangan industri kretek di Kudus. Sementara "Sangkan Paran Gender" oleh Irwan Abdullah menjelaskan peran perempuan dalam ranah domestik dan publik. 

Amen Budiman, Rokok Kretek: Lintas Sejarah Artinya bagi Pembangunan Bangsa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun