Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Melianus, Ko Lihat Pak Guru? (Untuk Albertus Fiharsono)

12 Juli 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   03:44 204
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Sudah lebih dari dua bulan tak melihat lagi aksi tarian jemari Pak Guru Albert (Albertus Fiharsono) di Kompasaiana. Saya kadang rindu dengan 'memoar' tentang pengalaman mengajarnya di Papua. Selalu ada gambaran dan pandangan baru yang tertuang pada tokoh-tokoh Melianus, Yokomina dan lainnya. Saya kadung suka pada catatan yang seperti itu. Jujur dan natural. Entah kini sedang dalam kesibukan atau keterbatasan apa hingga Pak Guru Alber belum bisa memenuhi Kompasiana dengan tulisan-tulisannya lagi, namun saya terlanjur rindu menghidupi kisah-kisah 'petualangan' mengajarnya pada sebuah alur cerita baru dengan meminjam tokoh-tokohnya. Tentu tak akan pernah sebaik dan senyata karyanya. Karena ini hanya sekadar bentuk kerinduan dan apresiasi pada tulisan beliau.
Saya persembahkan tulisannya di sini, Pak Guru! Sekaligus Mohon ijin untuk memostingkannya. Salam dan sukses selalu.

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="http://nustaffsite.gunadarma.ac.id/blog/ati/2008/05/29/papua/comment-page-1/"][/caption]
“He! Jangan main sembarang pencet!”

Melianus terperanjat! Tak jadi menyentuh barang yang dia temukan dekat pintu gerbang sepulang sekolah tadi. Sungguh takjub dia. Tak pernah sebelumnya melihat yang seperti ini. Hampir mirip ponsel yang biasa dibawa Pak Guru Albert. Tapi ini lebih besar. Tak ada tombol-tombol hurupnya, cuma layar kaca mengkilap di bagian atas.

“Sa cuma penasaran saja. Ko sendiri tra tahu ini barang apa tho?”

“Tidak! Tapi yang jelas itu barang bukan punya kita.” Yokomina menghampiri, memukul jemari Melianus yang kembali hendak menyentuh barang di depannya. “Baik ko serahkah Pak Guru!”

“Ah, Pak Guru lagi sibuk deng tamu dari Jakarta! Sa tra berani mengganggu.”

“Sa simpan saja ini barang…”

Jemari Yokomina mencoba meraih barang itu tapi ditariknya lagi. Tiba-tiba suara nyaring keluar dari kotak berkaca itu, membuat mulut Yokomina dan Melianus ternganga.

“Ko sentuh apa tadi eee..?” tanya Melianus setengah membentak.

“Sa tra pegang apa-apa…” Panik betul wajah Yokomina. Suara dari kotak kaca itu makin nyaring terdengar. Melianus nekat meraba-raba, mencari-cari tombol tertentu sekiranya bisa menghentikan suara itu.

“Mau apa lagi hee…! Melianus, biarkan sudah…!”

Bip! Entah apa yang disentuh Melianus, tapi suara itu tiba-tiba berhenti. Senyap sementara. Yokomina menelan ludah. Melianus makin berani mendekat pada barang asing itu. Dari jaraknya dia masih mendengar suara mendengung dari sana.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun