"Cepat lemparkan masing-masing kesana!" perintah Juragan. Tergesa-gesa Ma'mar dan Joko menjatuhkan tubuh-tubuh itu ke dalam liang yang mereka gali. Tinggal satu liang lagi tersisa. Untuk mayat siapa lagi kira-kira? Itu juga pertanyaan yang berkecamuk di kepala Dhani. Dia sudah berpikiran macam-macam ketika mengetahui ada tiga liang kubur di tanah ini. Tapi tak sempat juga bertanya. Karena tak seperti saat di rumah tadi, Juragan Aris jadi sukar sekali diajak bercakap bahkan sejak dalam perjalanan. Itu sebuah pertanda sepertinya.
"Sekarang pulanglah! Gue udah bayar lu berdua, gue gak butuh lagi tenaga kalian!"
"Nguburnya?" tanya Ma'mar tersendat.
"Biarin! Pergi sekarang!"
Tanpa perlu lagi bertanya keduanya segera membereskan peralatan. Joko masih sempat meneguk sisa kopi dari gelas yang mereka minum bersama. Selesai membersikan tangan seadanya cepat saja keduanya beranjak menuju tempat motor Ma'mar yang diparkir beberapa meter dari situ. Tak sampai lima menit mereka pun menghilang dalam gelap, meninggalkan dua tubuh berdiri tersisa. Yang satu kalut ketakutan, yang satu lagi pongah dengan tangan yang mengacungkan pistol rakitan ke arah kepala lawannya.
"Lho...apa ini, Gan?" Dhani terkejut bukan main.
"Lu pikir gue bakal ngebiarin pelaku kejahatan dan saksi mata hidup-hidup!"
"Gan... Apa maksudnya, Gan? Ane nggak bakal ngehianatin Juragan!" Dhani memohon tergagap-gagap. Sama sekali tak menyangka muara aksinya akan berakhir begini.
"Haha...gue percaya sama kata-kata lu! Tapi gue lebih percaya sama intuisi gue. Orang macam lu emang penjilat!"
"Ane mohon, Gan! Sumpah ane nggak bakalan begitu...! Ane lebih bisa dipercaya dibanding penggali-penggali itu yang juragan biarin bebas..."
"Haha... Lu pikir gue bego? Termos kopi yang gue sediain buat mereka sore ini udah gue kasih racun racikan lu sedikit. Paling telat sebelum subuh mereka udah mampus! Hahaha...! Sekarang giliran lu!"