Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pembunuh Pembunuh

12 Januari 2011   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:41 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Bininya?"

"Dia lebih mudah, baru minum seteguk aja udah koit."

“Mayatnya lu bawa?”

“Udah ane bungkus di mobil box!"

Juragan Aris nampak lebih tenang. Rencananya seperti telah berjalan sempurna. Dua orang yang mengancam reputasinya sudah dia libas habis. Semua karena ulahnya sendiri sebenarnya. Juragan Aris, pemilik dua hektar palawija, dua lahan peternakan ayam, dan sebuah sarang burung walet terlalu licik untuk dijatuhkan oleh ancaman Arif, seorang suami yang kedapatan memergoki sang juragan mencoba bermain mesra dengan istrinya. Arif bisa saja menghabisi nyawa sang juragan saat itu juga. Keahlian bela dirinya masih tersisa dari latihan Boxer selama dua tahun saat dia bekerja sebagai satpam. Tapi otaknya yang tengil yang dipilihnya untuk melakukan tindakan balas dendam pada Juragan Aris. Arif meminta uang sakit hati sebesar 5 juta setiap bulannya. Jika melanggar maka keahlian fisiknya yang dia gunakan untuk mengingatkan juragan. Tapi belum sampai tiga bulan, Juragan Aris seperti punya cara tersendiri menghentikan ancaman Arif. Yaitu dengan menghentikan detak jantung mereka.

Juragan Aris sudah memperhitungkan matang-matang. Dia tahu, masyarakat juga tahu, tiap akhir bulan pasangan suami istri itu selalu melancong di rumah orang tua si istri selama beberapa hari untuk mengurus tambak lele penduduk sekitar di Cibeusi. Arif kebagian memanen dan mengirimkannya ke Jakarta. Paling cepat empat hari mereka baru kembali ke rumah. Kesempatan inilah yang dipilih juragan. Dia sudah mengajak Dhani, salah satu anak buahnya yang dia panggil dari Cirebon. Di sana, Dhanilah yang mengurusi usaha burung waletnya. Dari dia pula ide racun itu berasal. Termasuk bagaimana dia bisa mengajak suami istri itu mau ikut bersama dengan mobilnya menuju lokasi yang mereka tuju. Sempurnalah! Jika masyarakat merasa kehilangan mereka di kemudian hari, tak ada yang bisa dicurigai.

"Sekarang gimana?"

"Kita berangkat!"

"Juragan ikut juga?"

"Gue juga pengen ngeliat mereka dikubur." Juragan Aris kembali ke dalam rumah. Dikenakannya jaket kulit dan topi lakennya. Di depan lemari kaca besar, tangannya merogoh ke dalam sebuah laci, mengambil sesuatu kemudian diselipkannya dalam pinggang. "Ayo berangkat!"

****

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun