Mohon tunggu...
Ramdhani Nur
Ramdhani Nur Mohon Tunggu... karyawan swasta -

lebih sering termenung daripada menulis...

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Pembunuh Pembunuh

12 Januari 2011   02:55 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:41 280
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

***

Pasti ada yang ditunggu Juragan Aris selarut begini. Berkali-kali diliriknya ujung jalan dari jendela kamar yang dibuka lebar. Berkali-kali juga nafasnya terhembus dalam tiap kali dia kembali dari jendela itu. Empat puntung sisa rokok yang telah dibakar dan dihisapnya tergeletak tak karuan di atas meja depan. Padahal disitu sudah ada asbak kaleng yang bersanding dengan secangkir besar kopi hitam yang tinggal seperempat. Sekali waktu ditendangnya kaki meja itu seenaknya karena tak sengaja terkait. Suara yang dihasikannnya kerap mengagetkan Reni dari tidurnya. Istrinya yang merasa terganggu itu kadang cuma bisa menarik napas lepas. Jika cukup berani, dia akan mengingatkan suaminya untuk sabar menunggu, atau menyuruhnya menelpon kembali orang yang ditunggunya itu. Meski akan percuma saja. Di saat resah begini, juragan Aris tak kan pernah menggubris saran orang, termasuk dari istrinya sendiri.

Jam dinding di atas kepalanya berbunyi sebelas kali. Juragan Aris mendongak, kemudian kepalanya turun lagi bersamaan dengan lenguhan panjangnya. Belum sempat umpatannya terlahir, dia mendengar suara berisik dari pintu pagar rumahnya. Bergegas badannya beranjak dari kursi, buru-buru dibukakannya pintu kemudian mendekati suara gaduh itu.

"Maaf, Gan...telat!" sambut suara di luar pagar. Juragan Aris cepat membuka kunci pagar, lalu menyuruh tamunya itu segera masuk.

"Bukan telat lagi ini mah!” bersungut-sungut wajah Juaragan Aris. Dia kemudian mengajak tamunya ke sudut pojok teras. "Di sini aja. Bini gue belum bener-bener tidur."

Kedua orang itu duduk serempak. Sang tamu mengeluarkan rokok siap dibakar, Juragan Aris menolak ketika ditawari. "Emang apa sih alangannya?”

“Itu, Gan... Si Arif, agak alot dia orangnya. Padahal racun yang ane kasih di gelasnya udah lebih dari takaran. Kepaksa ane cekek abis-abisan, baru bisa mati dia!’

Juragan Aris melotot. “Kenapa pake nyekek?”

“Ane cuma mastiin dia mati aja, Gan!”

Juragan tampak gusar tak karuan. Aksi kerasan dengan tangan sepertinya memang bukan bagian dari rencananya.

“Tapi tenang, Gan! Ane jamin nggak ada yang liat aksi ane. Itu udah ane perhitungkan.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun