Mohon tunggu...
M. Jundurrahmaan
M. Jundurrahmaan Mohon Tunggu... -

seniman kawakan dari bawah tanah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Dari Segala Ruang Hidup

19 Juli 2018   19:02 Diperbarui: 19 Juli 2018   19:06 510
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Jika terpikir bahwa saya terlalu banyak baca buku, sehebat-hebatnya fakta tersebut, sebagaimana orang-orang kebanyakan yang serupa dengan saya, saya tak punya banyak teman. Bahkan kalau boleh jujur, saya punya beberapa; keseluruhan diantara mereka mungkin kalau boleh dibilang, berada di simpul 'terbilang sangat polos', dalam pengartian masih lekat dengan sifat-sifat lumrah seorang anak muda, dan 'terbilang-ingin-polos', dalam pengartian ingin melekatkan diri dengan ciri-ciri serupa. Tiga diantaranya adalah perempuan semua, kira-kira lima diantaranya adalah lelaki-lelaki dengan berbagai ragam hal yang mereka sukai. 

Satu sangat demen dengan otomotif, adapula yang suka sekali dengan basket, ada yang menyukai olahraga Anggar, ada yang menyukai bola futsal. Namun entah mengapa dari keseluruhan ini, setelah melalui semacam soulsearching selama waktu libur kemarin, saya baru sadar bahwa saya telah teralienasi oleh mereka semua. Entah karena saya anggap mereka adalah contoh-contoh dari spectacle. 

Mungkin karena itu pula saya mulai memasang serangkaian prinsip-prinsip dan kriteria yang terlalu tinggi tanpa saya sendiri sadari untuk menyatu dengan masyarakat; rata-rata dari mereka bisa dibilang sangat rileks dengan pola hidup mereka, saya harus bangun pagi setiap harinya dan melakukan aktivitas dari menulis, berlari keliling lingkungan perumahan selama 15-30 menit untuk menumbuhkan kinerja otak saya (kendati alhasilnya saat suatukali berkunjung ke kantor Ibu tampang saya dianggap telah menjadi kurus), lalu membaca sebuah buku. Alhasil saya berupa semacam antitesis dari hipotesa yang diajukan Debord; seseorang yang 'memiliki' untuk hidup, ketimbang 'menunjukkan'.

Saya sendiri tak tahu akar dari mana munculnya pergolakan ini di dalam batin saya. Mungkin karena jauh-jauh hari saya mulai tercenung terhadap beberapahal tertentu yang terlihat timpang, dan juga sesuatu yang masih membuat saya terpukau sampai sekarang.

Dahulu saya sempat dekat dengan seorang perempuan muda, yang berkenalan dengan saya lewat jejaring. Ia anak tunggal, kalau tidak salah begitu, dari sebuah keluarga yang dua-kali harus berpindah dari seorang pria pecandu kepada seorang penggagum segalamacam senjata dan segalahal maskulin khas Amerika; dari sifat ultranasionalisme sampai, kalau tidak salah, otomotif pula. 

Lantas karena kegemarannya terhadap watak itu dapat dibilang lumayan gencar, lewat pandangan diskriminatif yang berbagairagam dari negrofobia sampai sinofobia, ia pun mampu menyatu dengan ibu kandung perempuan ini sehinga mereka berdua pun memutuskan untuk berpacaran. Saya rasa karena keterasingannya dari sifat kedua orangutanya ini, saya bersama sang perempuan ini mampu menjadi akrab dalam waktu yang terbilang sangat cepat. 

Apalagi dulu kami dapat dibilang sangat serupa antar satu sama lain; dia dapat dibilang sangat pendiam dan canggung, begitupula saya ketika itu. Dia menyukai kebudayaan Jepang, saya juga sebagaimana demikian--malah dahulu sempat pula terkhususkan pada anime dan komik-komiknya. Jadi kami saling paham terhadap sifat satu sama lain dengan gampang.

Kami berpisah karena, saya rasa, perlahan-lahan saya mulai tidak sabaran dengan sifatnya tersebut, meski saya rasa ini juga dikarenakan sifat saya sudah mulai berubah pula seiring dengan segalamacam hal buruk yang harus saya alami, yang turut menjadi semacam detak nadi dari emosi itu. 

Kemudian saya sempat marahi dia berkali-kali agar ia berubah, sampai ia akhirnya merasa cukup sudah dengan penderitaan saya berikan kepadanya. Ia masih sudi beberapalama seusai perpisahan itu, walaupun perlahan, dan sekarangpun, kami tak pernah sekalipun berbicara lagi karena sudah mulai sibuk dengan kehidupan masing-masing.

Walaupun dalam kenyataannya, saya tak pernah mau dia berubah. Sampai sekarang saya masih menyesal harus menuding-nuding dia selingkuh, meski sebetulnya tidak demikian kalau saya cermati kembali beberapa omongan ia sempat lakukan dengan teman dekatnya waktu itu. 

Bahkan saya sekarang sadari bahwa dukungan kasih sayang dari seseorang yang sudah pasti dan tertancap betul adalah sesuatu yang tak dapat seorangpun bisa hilangkan begitu saja, meski masih terlobangi dengan beberapa rintangan disana-sini--terutamanya, risiko diselingkuhi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun