Mohon tunggu...
43223110060 Rama Raydinata
43223110060 Rama Raydinata Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Sarjana 1 Akuntansi - NIM 43223110060 - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercubuana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen: Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Kebatinan Ki Ageng Suryomentaram pada Upaya Pencegahan Korupsi dan Transformasi Memimpin Diri Sendiri

21 November 2024   15:02 Diperbarui: 21 November 2024   15:02 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Bendara Raden Mas Kudiarmadji diangkat menjadi pangeran dengan gelar Bendara Pangeran Harya Suryomentaram ketika dia berusia 18 tahun. Tahun demi tahun berlalu, Pangeran Suryomentaram mulai merasa hatiya kurang. Meskipun memperoleh semua kemudahan yang ditawarkan oleh kepangeranan Pangeran Suryomentaram, dia tetap merasa ada sesuatu yang kurang. Hanya orang-orang yang disembah, diminta, diperintahkan, atau dimarahi pada hari-hari Suryomentaram. Suryomentaram tidak senang karena belum pernah bertemu dengan seseorang yang bisa memberinya perasaan bahwa dia adalah orang normal. Dalam kehidupan sehari-hari Suryomentaram hanya sembah, perintah, marah, dan meminta, tetapi dia tidak pernah bertemu orang. Dia merasa masygul dan kecewa, meskipun dia adalah seorang pangeran kaya. dan berkuasa.

Akhirnya, Suryomentaram berhenti gelisah ketika ia menemukan bahwa alasan dia tidak pernah bertemu orang adalah karena sejak kecil dia tinggal di dalam kraton dan tidak tahu apa yang terjadi di luar, yang membuatnya tertekan dan merasa tidak betah lagi tinggal di dalamnya. Penderitaan Suryomentaram semakin rumit karena peristiwa-peristiwa yang mengganggunya, misalnya:

Kakek yang memanjakannya, Patih Danurejo VI, diberhentikan dari jabatan dan tidak lama kemudian meninggal.

Sri Sultan Hamengku Buwono VII mencerai ibunya dan mengeluarkannya dari kraton. Setelah itu, dia menyerahkannya kepadanya.

Istri yang dicintainya meninggal, meninggalkan putra berusia empat puluh hari.

Perasaan tidak puas dan tidak betah semakin menjadi-jadi sampai pada puncaknya, Suryomentaram mengajukan permohonan kepada ayahanda, Sri Sultan Hamengku Buwono VII, untuk berhenti sebagai Pangeran, namun permohonan itu tidak diterima. Setelah itu, Suryomentaram mencoba untuk naik haji ke Mekah lagi, tetapi dia tidak diizinkan. Suryomentaram tanpa diketahui meninggalkan kraton dan pindah ke Cilacap, di mana ia bekerja sebagai pedagang kain batik dan setagen (ikat pinggang). Dia mengubah namanya menjadi Notodongso di Cilacap.

Ketika Sri Sultan Hamengku Buwono VII mendengar berita bahwa Pangeran Suryomentaram telah pergi, Sultan memerintahkan KRT Wiryodirjo (Bupati Kota) dan R.L. Mangkudigdoyo untuk mencari Pangeran Suryomentaram dan mengembalikannya ke Yogyakarta. Akhirnya, Suryomentaram ditemukan di Kroya (Banyumas) sedang memborong sumur setelah mencari selama bertahun-tahun.

Meskipun Suryomentaram sudah membeli tanah di Cilacap, dia dibawa kembali ke Yogyakarta. Memulai kembali kehidupan Kraton yang membosankan, ia terus mencari alasan di balik kekecewaannya. Ketika Suryomentaram mengira bahwa hal yang membuatnya kecewa dan tidak puas selain statusnya sebagai pangeran adalah harta benda, seluruh rumah dilelang. Jika mobil dijual dan keuntungan dari penjualan itu diberikan kepada sopirnya, jika kuda dijual dan keuntungan dari penjualan itu juga diberikan kepadagamelnya (perawat kuda), pakaian-pakaian yang ada dibagi-bagikan secara cuma-cuma  kepada para pembantunya.

Upaya yang dilakukan Suryomentaram tersebut ternyata tidak juga menghasilkan jawaban atas kegelisahan yang dialami, ia tetap merasa tidak puas, ia merindukan dapat bertemu orang. Hari-hari selanjutnya diisi dengan keluyuran, bertirakat ke tempat-tempat yang dianggap keramat seperti Luar Batang, Lawet, Guwa Langse, Guwa Cermin, Kadilangu dan lain-lain. Namun hasilnya masih tetap sama saja rasa tidak puas itu tidak hilang juga. Kemudian Suryomentaram semakin rajin mengerjakan shalat dan mengaji, setiap ada guru atau kiai yang terkenal pandai, ia datangi untuk belajar ilmunya, masih tetap saja rasa tidak puas itu menggerogoti batinnya. Suryomentaram kemudian mencoba mempelajari agama Kristen dan theosofi, demikian hal tersebut juga masih tidak dapat menghilangkan rasa ketidak puasannya.

Pada tahun 1921 saat itu Pangeran Suryomentaram berusia 29 tahun, Sri Sultan Hamengku Buwono VII telah meninggal dunia. Suryomentaram ikut mengantarkan jenazah ayahandanya ke makam Imogiri dengan menggunakan pakaian yang berbeda sendiri, lain daripada yang lain. Para Pangeran menggunakan pakaian kebesaran kepangeranan, para abdi dalem menggunakan pakaian kebesarannya sesuai dengan pangkatnya, Pangeran Suryomentaram memikul jenazah sampai ke makam Imogiri sambil menggunakan pakaian kebesarannya sendiri yaitu ikat kepala corak Begelen, kain juga corak Begelen, jas tutup berwarna putih yang punggungnya ditambal dengan kain bekas berwarna biru sambil mengempit payung Cina. Dalam perjalanan pulang Suryomentaram berhenti di Pos Barongan membeli nasi pecel yang dipincuk dengan daun pisang, ia memakannya sambil dengan duduk di lantai disertai minum segelas cao. Para pangeran, pembesar, maupun abdi dalem yang lewat tidak berani mendekat karena takut dan malu, mereka mengira Pangeran Suryomentaram telah menderita sakit jiwa, namun ada pula yang menganggapnya seorang wali.

Setelah Sri Sultan Hamengku Buwono VIII dinobatkan sebagai raja, Pangeran Suryomentaram kemudian sekali lagi mengajukan permohonan untuk berhenti dari kedudukannya sebagai pangeran, dan permintaan yang kali ini telah dikabulkan. Dari Pemerintah Hindia Belanda memberikan uang pensiun kepada Suryomentaram sebesar f 333,50 per bulan, akan tetapi Suryomentaram menolaknya dengan alasan ia merasa tidak pernah berkontribusi atau berjasa kepada pemerintah Hindia Belanda dan tidak mau terikat pada pemerintah Hindia Belanda. Kemudian Sri Sultan Hamengku Buwono VIII memberikan uang f 75 perbulan hanya sebagai tanda masih keluarga dari kraton. Pemberian tersebut diterimanya dengan senang hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun