Mohon tunggu...
Refondi Ramadha
Refondi Ramadha Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa Ilmu Hukum Universitas Brawijaya

Penulis Garing Yang Punya Cita-CIta Untuk Mengelilingi Dunia Tapi Takut Mabuk Kendaraan Ini Punya motto "Menulis sebagai bentuk syukur atas karunia Tuhan dan media berbagi kebahagian"

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerita Fabel: Diari Rubah

7 Januari 2021   21:34 Diperbarui: 7 Januari 2021   21:36 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo by Joseph Yu from Pexels

Devap, Seorang gadis rubah yang memiliki tinggi tubuh yang nyaris melebihi aku. Hanya saja seperti wanita idealis pada umumnya, dia memiliki tubuh yang terbilang kecil.

Bahkan nyaris lidahku terpeleset menjulukinya jerangkong hidup saat mulai pertama mengenalnya. Tapi karena aku masih sangat sayang dengan nyawaku. Maka kubungkam saja ucapan itu.

Pertemuan pertama kami tidak begitu spesial. Mengingat pada saat itu aku dikenal sebagai Rubah Penyendiri yang sibuk karena pekerjaan menulis, jadinya aku sulit untuk bergaul dengan seorang gadis.

Kurasa itu adalah ketakutanku yang paling buruk, karena aku selalu memiliki perasaaan canggung dalam bertemu wanita.

Entah itu tidak sengaja memegang tangan, berkenalan karena satu kelompok kerja atau mungkin ada kejadian tabrakan ala drama romantis di televisi. Itu adalah harapan indahku jika nanti bertemu dengan seorang wanita. Tapi naytanya itu tidak berlaku untuk pertemuanku dengan Devap.

Wanita bengis itu dengan raut muka yang datar tiba-tiba merangsek masuk ke dalam lobby toilet pria. Aku yang pada waktu bersamaan juga ingin buang hajat, dengan terpaksa berebut gagang pintu. Terjadilah perdebatan yang begitu sengit diantara kami.

Hingga kemudian segelintir air keluar memenuhi pipinya. Bibirnya kemudian sedikit melakukan pergerakan yang membuatku canggung.

"Apakah dia akan mengutukku?" batinku yang mulai mendapat gambaran buruk.

Kurasa lebih baik aku harus membuat keputusan untuk menyelamatkan nyawaku.

"Baiklah, nona silahkan kamu dulu saja yang masuk" Naluri priaku sudah tidak tahan dengan kemungkinan buruk yang terjadi, apalagi melihat wanita yang berlumur air mata seperti itu pasti dia sudah menyiapkan rapalan kutukan paling buruk.

Bukannya malah masuk, tiba-tiba tangannya merentang meraih badanku dan kemudian didekatlah badanya padaku. Berpelukan,

"Maaf, maaafkan aku..." aku merasa sangat kebingungan.

Kenapa dia sampai meminta maaf. Apakah dia juga sakit perut? dan terlambat mengeluarkan itu. Sehingga ada kemungkinan diriku bisa menjadi korban perdana gas beracunnya.

"..aku tidak begitu mengerti nona, tapi aku tidak akan bilang ini ke siapapun" yap, begitulah langkah bagus untuk menyelematkan nyawaku.

Karena aku membaca sebuah buku tentang wanita, pantang bagi untuk membeberkan aib seorang wanita jika masih sayang nyawa. Apalagi dalam masalah mencret, itu adalah kenangan tabu yang tidak ingin diingat siapapun.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun