Mohon tunggu...
Rama P P
Rama P P Mohon Tunggu... Penulis Bebas -

Lakukan dengan benar apa yang sering kita fikirkan

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Cakrawala Bahasa - Ludwig Wittgenstein

27 November 2015   22:32 Diperbarui: 27 November 2015   23:29 309
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apabila kita lihat pernyataan diatas, kita akan melihat bahwa permainan bahasa itu ingin mengungkapkan bahwa bahasa adalah salah satu bentuk aktivitas manusia atau bentuk kehidupan.

Lalu apa itu permainan bahasa? istilah permainan bahasa itu sendiri ingin menjelaskan bahwa sebenarnya di dalam bahasa itu terdapat suatu aturan-aturan yang berbeda-beda sehingga kita bisa mengerti dan memahami. Contohnya adalah aturan bahasa di dalam penulisan cerita dengan bahasa untuk pembacaan cerita tersebut, di dalam penulisan cerita terdapat aturan untuk menggunakan tanda baca, namun ketika kita membacakannya kita tidak mungkin untuk membacakan tanda baca tersebut, atau contoh lainnya adalah di dalam setiap cabang olahraga pasti mempunyai aturan-aturan yang berbeda-beda, kita tidak mungkin menggunakan peraturan sepakbola di dalam olahraga basket, begitu pula sebaliknya. Berikut ini adalah contoh permainan bahasa yang diungkapkan di dalam bukunya yaitu Philosophical Investigations :

  • Giving orders, and obeying them—
  • Describing the appearance of an object, or giving its measurements-
  • Constructing an object from a description (a drawing)—
  • Reporting an event—
  • Speculating about an event—
  • Forming and testing a hypothesis—
  • Presenting the results of an experiment in tables and diagrams—
  • Making up a story; and reading it—
  • Play-acting—
  • Singing catches—
  • Guessing riddles—
  • Making a joke; telling it—
  • Solving a problem in practical arithmetic—
  • Translating from one language into another—

 

Di dalam bukunya Wittgenstein tidak berusaha untuk menunjukkan aturan-aturan baku yang ada di dalam bahasa itu, ia hanya ingin menunjukkan bahwa penggunaan bahasa satu dengan bahasa yang lain itu akan berbeda.

Wittgenstein juga menjelaskan bahwa cara kita mengkaji bahasa itu adalah dengan cara grammatical investigation. Walaupun ia melihat bagaimana caranya kita mengkaji bahasa, tapi tetap saja dia tidak menunjukkan aturan gramatika apa yang harusnya diikuti agar kita bisa memahami bahasa, ia hanya menjelaskan caranya yaitu dengan cara mengikuti aturan-aturan yang ada. Sebagai contoh saat ini terdapat bahasa yang kita sebut sebagai bahasa alay, di dalam bahasa alay ini pengungkapan bahasa itu digabungkan antara huruf dengan angka ataupun dengan cara tidak menggunakan spasi, contohnya “4ku s4y46 K@^^u”. Lalu cara kita untuk memahami bahasa tesebut adalah dengan cara memahami aturan yang ada di dalam bahasa alay tersebut, kita tidak bisa memaksakan aturan bahasa yang kita biasa pergunakan ke dalam bahasa tersebut apabila kita ingin memahami bahasa itu.

Kesimpulan

Wittgenstein adalah salah satu filsuf yang sangat penting di dalam filsafat kontemporer, khususnya di bidang bahasa. Apabila kita lihat di dalam pemikirannya, Wittgenstein I lebih membahas tentang persoalan analitik bahasa. Di dalam pembahasannya ia berusaha untuk menteorisasi bahasa dengan pembahasan yang obyektif, namun di Wittgenstein II pembahasannya lebih ke bagaimana bahasa itu digunakan atau dengan kata lain bahasa sebagai sesuatu yang berguna di dalam kehidupan manusia (pragmatisme)

Apabila kita lihat lebih jauh lagi, pemikiran Wittgenstein I ini sangat mempengaruhi pemikiran dari lingkaran Wina yang selanjutnya mempengaruhi pemikiran filsuf-filsuf Cambridge lalu berkembang kemudian di Oxford. Sedangkan Wittgenstein II memperlihatkan bahwa bahasa itu bernilai guna, sehingga bahasa dianggap penting di dalam kehidupan manusia. Kedua pandangan Wittgenstein terhadap bahasa ini membuat pemahaman kita tentang bahasa itu menjadi semakin berwarna, sehingga semakin menunjukkan bahwa tidak ada yang pasti di dalam suatu pemikiran, kecuali ketidakpastian tersebut atau yang lebih dikenal dengan “keniscayaan”

DAFTAR PUSTAKA

  • Bertens, Filsafat Barat Kontemporer Inggris-Jerman. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002
  • Riko, Permainan Bahasa Ludwig Wittgenstein. Jakarta: Bidik-Phronesis Publishing, 2011
  • Wittgenstein, Ludwig. Tractatus Logico Philosophus. Inggris: Routledge, 2001

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun