Dalam sebuah tulisan untuk mengenang Prawoto, rekannya di Masyumi, M Roem menyebut sejawatnya itu sebagai 'orang yang selamanya hidup sederhana, orang yang tak pernah meminta, orang yang hanya belajar memberi dan mengasih,' demikian dikutip dari buku M Roem, Bunga Rampai dari Sejarah.
Sebuah cerita tentang kesederhanaan Prawoto dituturkan putrinya Sri Sjamsiar Prawoto Issom seperti dikutip dari buku Alam Pikiran dan Jejak Perjuangan Prawoto Mangkusasmito karangan SU Basajut.
Saat itu menjelang pembubaran Masyumi, Prawoto dan tokoh tokoh partai politik lain Subadio Sastrosatomo dan Sutan Sjahrir dipanggil ke Istana oleh Presiden Soekarno. Malam harinya, Prawoto meminta putrinya untuk menisik (menambal lubang) di kerah baju koko putih miliknya. Keesokan harinya di istana, para undangan lain mengenakan setelan jas, dasi dan bersepatu, tetapi Prawoto hanya mengenakan sarung, baju koko tua, peci dan sandal kulit. Adakah pejabat kita saat ini sedikit saja meniru kesederhanaannya? Ada. Ada-ada saja pertanyaanku ini.
Sayuti Melik?
Satu pahlawan dengan teladan kesederhanaan yang tak bisa dilupakan dalam perjuangan bangsa ini adalah SK Trimurti. Benar, bukan Sayuti Melik, Surastri Karma Trimurti merupakan istri dari Sayuti Melik. Sebelum era kemerdekaan, dia adalah jurnalis dengan pena yang tajam. Tak jarang dia sering keluar masuk bui. Trimurti dan Sayuti Melik bergiliran masuk keluar penjara akibat tulisan mereka mengkritik tajam pemerintah Hindia Belanda. Sayuti sebagai bekas tahanan politik yang dibuang ke Boven Digul selalu dimata-matai dinas intel Belanda (PID). Meskipun kerap bolak-balik masuk penjara dan mengalami siksa sampai harus melahirkan anak pertamanya di balik jeruji besi, tangan Trimurti tidak pernah berhenti menulis.
Trimurti ditawari untuk masuk ke dalam kabinet dan menjadi menteri tenaga kerja pada era 1947-1948. Trimurti saat itu ditawari sebagai menteri oleh Setiajid, salah satu anggota formatur kabinet yang juga rekan separtai. Pertama, ajakan menjadi menteri dijawab spontan, tidak!
Trimurti mengatakan bahwa dirinya belum pernah jadi menteri, sehingga tidak akan mampu. Namu Setiajid juga membalas “Bukankah Soekarno juga belum pernah jadi presiden sebelumnya?”
Setelah semalaman berpikir, dan merenungkan segala konsekuensinya, Trimurti akhirnya menerima tawaran tersebut. Posisi sebagai menteri dijalani Trimurti dengan penuh pengabdian meskipun kondisi bangsa yang semrawut dalam bidang politik dan ekonomi akibat rongrongan Belanda.
Trimurti adalah sosok pejuang yang tidak pernah setuju dengan ungkapan: tujuan menghalalkan setiap sarana (Het doel, heilight de midellen). Sebab kalau begini, orang bisa menyiksa, mengkhianati orang lain, mencelakakan orang lain demi tujuan pribadi atau golongan.
Selama dia menjadi menteri, dia tinggal di rumah kontrakannya bersama suami dan anak-anak tercintanya. Sebuah rumah kecil keluarga pejuang. Kedua pahlawan ini tidak memakai segala fasilitas yang diberikan oleh negara, mereka memilih hidup dalam kesedehanaan. Sebutkan menteri kita saat ini yang ah lupakan.
Mohammad Natsir