Mohon tunggu...
Ramadhani Nur Sarjito
Ramadhani Nur Sarjito Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Ramadhani Nur Sarjito; NIM : 41521010097; Jurusan : Teknik Informatika; Kampus : Universitas Mercu Buana; Mata Kuliah : Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB; Dosen : Prof Dr Apollo, M.Si.Ak.;

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Memahami Komunikasi dengan Pendekatan Semiotika

2 April 2023   23:43 Diperbarui: 3 April 2023   15:14 342
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Asal usul kata komunikasi berasal dari kata "communication" dalam bahasa Inggris, yang dikembangkan di Amerika Serikat dan berasal dari unsur persuratkabaran atau jurnalisme. Selain itu, kata komunikasi juga dapat diambil dari bahasa Latin, yaitu "communicare" yang berarti berpartisipasi, "communis" yang berarti milik bersama, "cammunico" yang berarti membuat sama, dan "communicatio" berasal dari kata "communis" yang berarti sama. Dalam konteks ini, "sama" merujuk pada makna yang sama.

Dalam terminologi, menurut para ahli seperti Carl Hovland, Janis, dan Kelly, komunikasi merujuk pada suatu proses di mana seseorang mengirimkan stimulus dengan tujuan mengubah atau membentuk perilaku orang lain. Sementara menurut Weaver, komunikasi mencakup seluruh prosedur di mana pikiran seseorang dapat mempengaruhi pikiran orang lain.

Berdasarkan berbagai definisi yang telah disebutkan, dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah rangkaian tindakan atau peristiwa yang saling terkait dan berurutan dalam jangka waktu tertentu. Sebagai suatu proses, komunikasi bersifat dinamis, yang artinya terus berubah dan berlangsung secara terus-menerus, tidak statis.

Asal usul kata semiotika dapat ditelusuri dari bahasa Yunani "Semeion" yang berarti tanda. Tanda diartikan sebagai sesuatu yang, berdasarkan kesepakatan sosial, dapat dianggap mewakili atau menunjukkan sesuatu yang lain. Pada awalnya, tanda diartikan sebagai sesuatu yang menunjuk pada adanya sesuatu yang lain. Sebagai contoh, asap menunjukkan adanya api, dan sirene mobil yang keras meraung-raung menandakan adanya kebakaran di sudut kota.

Dalam terminologi, semiotika dapat diidentifikasi sebagai ilmu yang mempelajari objek-objek luas, peristiwa, dan keseluruhan budaya sebagai tanda. Ahli bernama Littlejohn berpendapat bahwa manusia dapat berkomunikasi dengan sesamanya melalui tanda-tanda, dan banyak hal yang dapat dikomunikasikan di dunia ini. Di sisi lain, ahli semiotika lainnya, yaitu Umberto Eco, menyatakan bahwa kajian semiotika hingga saat ini membedakan dua jenis semiotika, yaitu semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi.

Dan pada artikel ini akan membahas mengenai komunikasi dengan pendekatan semiotika. Karena salah satu pendekatan dalam mamahami komunikasi yaitu menggunakan pendekatan semiotika.

Komunikasi Dengan Pendekatan Semiotika

Pendekatan semiotik adalah pendekatan yang memiliki sistem sendiri, yaitu sistem tanda. Dalam sastra, terutama dalam sastra tulis, tanda diberikan dalam bentuk teks, baik dalam struktur teks maupun di luar struktur teks karya tersebut.

Kata kunci yang menghubungkan semiotika dan komunikasi adalah "tanda" dan "makna". Dalam komunikasi, terdapat pesan yang terdiri dari tanda-tanda yang memiliki struktur tertentu yang dipengaruhi oleh kondisi sosial dan budaya tempat komunikasi tersebut terjadi. Oleh karena itu, untuk mempelajari struktur pesan atau konteks di balik pesan komunikasi, diperlukan studi semiotika yang mendalam khususnya dalam bidang komunikasi massa. Semiotika tidak hanya digunakan sebagai kerangka teori, tetapi juga sebagai metode analisis dalam studi media massa.

Macam Semiotik

Jakobson membedakan dua jenis semiotika, yakni semiotika komunikasi dan semiotika signifikasi. Semiotika komunikasi memfokuskan pada teori produksi tanda yang mana salah satunya mengasumsikan adanya enam faktor dalam komunikasi, yaitu pengirim, penerima kode (sistem kerja), pesan, saluran komunikasi, dan referensi (hal yang dibicarakan). Sementara itu, semiotika signifikasi lebih menekankan pada teori tanda dan pemahamannya dalam konteks tertentu.

Pateda menyatakan bahwa setidaknya ada sembilan jenis semiotik yang dikenal saat ini, yakni:

  • Semiotik analitik, salah satu jenis semiotik yang dikenal saat ini adalah semiotik analitik, yang fokusnya adalah pada analisis sistem tanda. Menurut Pierce, semiotik mempelajari tanda dan menganalisisnya menjadi tiga unsur yaitu ide, objek, dan makna. Ide merupakan simbol atau representasi dari suatu objek, sedangkan makna merujuk pada makna yang terkandung dalam simbol yang mengacu pada objek tertentu.
  • Semiotik deskriptif, yakni semiotik yang memperhatikan sistem tanda yang dapat dialami sekarang, meskipun ada tanda yang sejak dahulu tetap seperti yang disaksikan sekarang. Misalnya, langit yang mendung menandakan hujan tidak lama lagi akan turun, dari dahulu hingga sekarang tetap saja seperti itu. Demikian pula jika ombak memutih di tengah laut, itu menandakan bahwa laut berombak besar. Namun, dengan majunya ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, telah banyak tanda yang diciptakan oleh manusia untuk memenuhi kebutuhannya.
  • Semiotik faunal (zoosemiotik) adalah bidang semiotik yang khusus mempelajari sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan. Tanda-tanda ini biasanya digunakan oleh hewan untuk berkomunikasi antara sesamanya, namun juga bisa diartikan oleh manusia. Contohnya, ayam betina yang berkotek-kotek menandakan ayam itu telah bertelur atau ada sesuatu yang ditakuti. Induk ayam yang membunyikan krek...krek...krek... memberikan tanda kepada anak-anaknya bahwa ada makanan yang ditemukan. Bunyi cecak yang ada di hadapan seseorang juga bisa menjadi tanda yang memengaruhi perilakunya, seperti mengurungkan waktu keberangkatannya. Bidang semiotik faunal menjadi perhatian bagi para ahli yang tertarik dengan sistem tanda yang dihasilkan oleh hewan.
  • Semiotik kultural adalah cabang semiotik yang memfokuskan pada analisis tanda-tanda yang terkait dengan budaya dan tradisi suatu masyarakat. Dalam kehidupan sehari-hari, kita dapat menemukan tanda-tanda kultural seperti pakaian, makanan, bahasa, simbol, dan tradisi yang digunakan oleh suatu kelompok masyarakat sebagai bentuk komunikasi dan identitas mereka. Semiotik kultural juga mencakup studi tentang bagaimana tanda-tanda tersebut berevolusi dan berubah seiring waktu, serta bagaimana mereka memengaruhi pola pikir dan perilaku manusia dalam suatu budaya tertentu.
  • Semiotik naratif adalah cabang semiotik yang mempelajari sistem tanda dalam narasi, seperti mitos dan cerita lisan. Narasi ini seringkali memiliki nilai kultural tinggi, sehingga Greimas mempertimbangkan nilai-nilai kultural dalam pembahasannya tentang semiotik naratif.
  • Semiotik natural adalah studi tentang tanda-tanda yang ditemukan di alam. Tanda-tanda tersebut berasal dari fenomena alam seperti air sungai yang keruh, yang menunjukkan bahwa di hulu telah turun hujan atau daun pohon yang menguning dan gugur pada musim gugur. Fenomena alam seperti banjir atau tanah longsor juga memberikan tanda kepada manusia untuk berhati-hati dan mengambil tindakan pencegahan.
  • Semiotik normatif adalah cabang semiotik yang fokus pada sistem tanda yang dibuat oleh manusia dalam bentuk norma-norma, seperti peraturan lalu lintas. Contoh lain adalah tanda larangan merokok yang sering ditemukan di dalam kereta api.
  • Semiotik sosial merupakan cabang semiotik yang membahas sistem tanda yang dihasilkan oleh manusia, terutama dalam bentuk bahasa. Semiotik sosial mempelajari bagaimana makna dihasilkan dari tanda-tanda bahasa yang digunakan dalam interaksi sosial manusia, baik dalam konteks komunikasi formal maupun informal. Selain itu, semiotik sosial juga mempelajari hubungan antara bahasa dengan masyarakat, budaya, dan struktur sosial.
  • Semiotik struktural adalah semiotik yang fokus pada struktur tanda yang terdapat dalam bahasa. Jakobson membedakan semiotik berdasarkan produksi dan pemahaman tanda dalam konteks tertentu, sedangkan Pateda membedakan semiotik berdasarkan objek tanda yang dibahas. Semiotik struktural membahas struktur bahasa sebagai sistem tanda dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi pemahaman dan produksi pesan.

Charles Sander Peirce

Charles Sander Peirce dan Ferdinand De Saussure memegang peran penting dalam pengembangan dan pemahaman semiotika. Peirce, seorang filsuf Amerika, dikenal sebagai pemikir yang orisinal dan multidimensional dalam kajian semiotika. Sedangkan Saussure, seorang ahli linguistik Swiss, mengembangkan konsep signifier dan signified dalam pemahaman tanda. Kedua tokoh ini meletakkan dasar-dasar penting bagi kajian semiotika yang digunakan hingga saat ini.

Peirce lahir dari keluarga intelektual pada tahun 1839, di mana ayahnya, Benyamin, merupakan seorang profesor matematika di Universitas Harvard. Pendidikan Peirce berkembang dengan pesat di Harvard, di mana ia meraih gelar BA pada tahun 1859, kemudian melanjutkan untuk meraih gelar M.A dan B.Sc pada tahun 1862 dan 1863.

Teori Peirce sering disebut sebagai "grand theory" karena bersifat menyeluruh dan mencakup semua aspek sistem penandaan. Peirce ingin mengidentifikasi partikel dasar dari tanda, yang disebutnya sebagai "tanda triadic", dan menggabungkan semua komponen tanda dalam struktur tunggal yang kompleks. Dia juga mengembangkan konsep semiotik sebagai bagian integral dari logika dan filsafat, dan berusaha untuk memahami peran tanda dalam proses pemikiran dan pengetahuan. Selain itu, Peirce juga mengembangkan klasifikasi tanda yang terdiri dari tiga jenis: ikon, indeks, dan simbol. Semua kontribusinya ini membuat teori Peirce menjadi sangat penting dalam perkembangan semiotika sebagai sebuah disiplin ilmu.

Menurut Charles S Peirce, tanda atau representamen adalah suatu hal yang melambangkan atau mewakili hal lain dalam berbagai aspek atau kemampuan. Peirce menyebut hal lain tersebut sebagai interpretan yang akan merujuk pada objek tertentu, sebagai interpretan dari tanda awal.

Charles S Peirce melakukan klasifikasi tanda yang memiliki kompleksitas dan tidak bisa dianggap sederhana. Peirce mengelompokkan tipe-tipe tanda menjadi tiga, yaitu Ikon (icon), Indeks (index), dan Simbol (symbol) berdasarkan hubungan antara representamen dan objeknya.

Sumber: binus.ac.id
Sumber: binus.ac.id

Ikon adalah jenis tanda yang menyerupai atau memiliki kesamaan dengan objek yang direpresentasikan. Kemiripan ini membuat tanda mudah dikenali oleh para penggunanya. Dalam ikon, hubungan antara representamen dan objeknya diwujudkan melalui kesamaan dalam beberapa kualitas. Rambu lalu lintas adalah contoh dari tanda ikonik, karena menggambarkan bentuk yang serupa dengan objek yang sebenarnya.

Indeks merupakan tanda yang memiliki hubungan fenomenal atau eksistensial antara representamen dan objeknya. Dalam indeks, relasi antara tanda dengan objeknya bersifat konkret, aktual, dan umumnya melalui urutan atau hubungan kausal. Contohnya adalah bekas tapak kaki di tanah, yang merupakan indeks dari seseorang atau binatang yang telah melintasi area tersebut, atau suara ketukan pintu sebagai indeks kehadiran seseorang sebagai "tamu" di rumah kita.

Simbol adalah suatu jenis tanda yang bersifat arbitrari dan konvensional sesuai dengan kesepakatan atau konvensi dari sekelompok orang atau masyarakat. Tanda-tanda yang digunakan dalam bahasa umumnya merupakan simbol-simbol. Beberapa rambu lalu lintas juga memiliki sifat simbolik. Contohnya adalah rambu lalu lintas yang sangat sederhana ini.

Dengan demikian menurut Peirce, sebuah tanda atau representamen memiliki relasi langsung dalam bentuk triadik dengan interpretan dan objeknya. Proses semiosis merupakan proses penggabungan antara representamen dengan objek yang disebut interpretan. Peirce menyebut proses ini sebagai signifikasi.

Ferdinand De Saussure

Ferdinand de Saussure adalah salah satu tokoh penting dalam pengembangan semiotika yang fokus pada bahasa, selain Charles S Peirce. Pendekatan semiotika terus berkembang hingga saat ini dan sangat dipengaruhi oleh kontribusi dari kedua tokoh tersebut.

John Lyons memuji bahwa Ferdinand de Saussure sebagai tokoh besar yang layak disebut sebagai pendiri linguistik modern. Saussure dikenal karena teorinya tentang tanda yang banyak dibahas dan dibicarakan oleh banyak orang.

Walaupun tidak pernah menerbitkan karya dalam bentuk buku, catatan-catatan Saussure dikumpulkan oleh murid-muridnya dan dibuat menjadi sebuah kerangka. Saussure lahir di Jenewa pada tahun 1857, dan hidup pada masa yang sama dengan Sigmund Freud dan Emile Durkheim.

Saussure tidak hanya dikenal sebagai seorang ahli bahasa, tetapi juga seorang ahli bahasa Indo-Eropa dan Sanskerta yang menjadi sumber inspirasi intelektual dalam bidang ilmu sosial dan humaniora. Pandangan Saussure tentang tanda sangat berbeda dengan pandangan para ahli linguistik pada zamannya. Saussure justru menentang pemahaman historis tentang bahasa yang berkembang pada abad ke-19.

Pada masa itu, studi bahasa hanya memusatkan perhatiannya pada perilaku bahasa yang terlihat (Parole). Penelitian itu mengikuti perkembangan kata dan ekspresi sepanjang sejarah, dengan mencari faktor-faktor seperti geografi, migrasi manusia, dan faktor lain yang mempengaruhi perilaku bahasa manusia.

Roland Barthes

Roland Barthes (1915-1980) adalah seorang ahli semiotika yang terkenal dalam kancah penelitian semiotika. Dia memperluas kajian strukturalisme ke semiotika teks dan dikaitkan dengan konsep konotasi dan denotasi sebagai kunci analisis. Barthes menggunakan konsep versi sederhana dalam membahas model "tanda-tanda glossematic". Namanya selalu disebutkan dalam studi semiotika.

Barthes mengartikan "tanda" (Sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari tiga unsur, yaitu ekspresi (signifier), content (signified), dan hubungan antara keduanya (relationship). Ia tidak memperhatikan bentuk dan substansi dari tanda tersebut. Barthes juga menjelaskan bahwa sebuah sistem tanda dasar (primary sign system) dapat menjadi bagian dari sebuah sistem tanda yang lebih kompleks dan memiliki makna yang berbeda dari yang semula.

Dalam pandangan ini, ideologi memiliki beberapa implikasi yang penting. Pertama, ideologi pada dasarnya bersifat sosial dan bukan personal atau individu: ia memerlukan "berbagi" atau sharing di antara anggota kelompok atau kreativitas dengan orang lain. Hal-hal yang dibagikan tersebut oleh anggota kelompok digunakan untuk membentuk solidaritas dan kesatuan tindakan dan sikap.

Contohnya, sebuah kelompok yang menganut ideologi feminis, antirasis, dan pro lingkungan akan membawa nilai-nilai tersebut dalam semua tindakan mereka. Selain itu, ideologi meskipun bersifat sosial, tetapi digunakan secara internal di antara anggota kelompok atau komunitas.

Hal ini menunjukkan bahwa ideologi memiliki peran penting dalam menyediakan fungsi koordinatif dan kohesi di dalam kelompok, dan juga membentuk identitas kelompok itu sendiri serta membedakannya dari kelompok lain. Ideologi adalah sesuatu yang abstrak dan umum, dan nilai-nilai yang dibagikan antara anggota kelompok memberikan dasar dalam melihat dan menyelesaikan masalah.

Dalam pandangan seperti itu, wacana dipahami tidak lagi sebagai sesuatu yang netral dan ilmiah, karena setiap wacana selalu memiliki ideologi yang ingin mendominasi dan mempengaruhi. Dalam sebuah teks berita, kita dapat menganalisis apakah teks tersebut mencerminkan ideologi individu atau kelompok tertentu, apakah itu bersifat feminis, anti-feminis, kapitalis, sosialis, dan sebagainya.

Oleh karena itu, dalam analisis wacana, tidak boleh hanya melihat bahasa secara terisolasi, tetapi harus memperhatikan konteksnya, terutama bagaimana ideologi dari kelompok-kelompok yang terlibat berperan dalam membentuk wacana tersebut.

Umberto Eco

Umberto Eco dilahirkan pada tanggal 5 Januari 1932 di wilayah Pedmont Italia, Alessandria. Ia memulai studinya dengan jurusan hukum, namun kemudian beralih ke fi lsafat dan sastra sebelum akhirnya menjadi seorang ahli semiotika. Sebelum menjadi intelektual dalam bidang semiotika, Eco mempelajari teori-teori estetika pada Abad Pertengahan.

Umberto Eco menyelesaikan pendidikannya di Universitas Turin dan menulis tesis tentang Estetika Thomas Aquinas. Dia berhasil meraih gelar doktor di bidang filsafat pada usia 22 tahun pada tahun 1954. Setelah itu, dia mulai bekerja sebagai editor program budaya di jaringan televisi RAI.

Yasraf Amir Piliang mengutip pernyataan Umberto Eco dalam bukunya "Hipersemiotika' Tafsir Cultural Studies Atas matinya Makna" (2003) bahwa semiotika adalah teori kebohongan. Eco mengungkapkan bahwa pada dasarnya semiotika adalah sebuah disiplin yang mempelajari segala hal yang dapat digunakan untuk berbohong.

Meskipun agak aneh, definisi ini menjelaskan betapa pentingnya konsep dusta dalam wacana semiotika. Dusta tampaknya menjadi prinsip utama semiotika berdasarkan definisi tersebut.

Eco, seorang semiotikus terkenal asal Italia, mengatakan bahwa menurutnya tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran maupun kebohongan. Oleh karena itu, semiotika memiliki fokus pada segala sesuatu yang dapat diartikan sebagai tanda.

Menurut penjelasan tersebut, tanda dapat diartikan sebagai segala hal yang digunakan sebagai pengganti dari suatu hal lainnya yang mempunyai arti penting. Hal lain yang digantikan tersebut tidak harus ada, atau tanda tersebut dapat berwujud nyata maupun tidak pada suatu waktu dan tempat tertentu.

Pengganti istilah "tanda" yang disarankan oleh Eco adalah "fungsi-tanda". Fungsi-tanda terdiri dari dua komponen, yaitu bentuk-ekspresi dan bentuk-isi, yang saling terkait dan membentuk suatu unit. Fungsi-tanda difokuskan pada hubungan kesalingterkaitan antara kedua komponen tersebut, sedangkan tanda difokuskan pada pembagian kedua komponen tersebut.

Delapan elemen semiotik yang dijelaskan oleh Umberto Eco adalah sebagai berikut:

  • Sumber: Ini merujuk pada orang atau organisasi yang menciptakan pesan atau informasi.
  • Pengirim: Ini adalah agen yang bertanggung jawab untuk mengirimkan pesan dari sumber ke penerima melalui saluran tertentu.
  • Sinyal: Ini adalah bentuk fisik atau psikologis dari pesan atau informasi, seperti kata-kata tertulis, suara, gambar, atau gerakan.
  • Saluran: Ini adalah media atau cara yang digunakan untuk mengirim pesan dari pengirim ke penerima, seperti media cetak, televisi, atau internet.
  • Penerima: Ini adalah individu atau kelompok yang menerima pesan atau informasi dari pengirim melalui saluran tertentu.
  • Pesan: Ini adalah informasi yang dikirimkan dari pengirim ke penerima melalui saluran tertentu, seperti teks, gambar, atau suara.
  • Kode: Ini adalah sistem simbolik atau bahasa yang digunakan untuk mengirimkan pesan atau informasi dari pengirim ke penerima melalui saluran tertentu, seperti bahasa manusia atau kode komputer.
  • Tujuan: Ini adalah tujuan atau hasil yang diharapkan dari pesan atau informasi yang dikirimkan dari pengirim ke penerima melalui saluran tertentu, seperti pemahaman, perubahan perilaku, atau tindakan lainnya.

Jadi, semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran atau kebohongan. Menurut Eco, jika suatu tanda tidak dapat digunakan untuk menyatakan kebohongan, maka tanda tersebut juga tidak dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran. Oleh karena itu, semiotika sangat memperhatikan konsep dusta dalam wacana.

Kelebihan Pendekatan Semiotika

Cara pendekatan, metode, dan teori semiotika memiliki keunggulan dan kemampuan untuk membedah karya sastra secara lebih mendalam dibandingkan dengan teori-teori lain seperti struktural, stilistika, sosiologi, dan lainnya. Analisis semiotik lebih spesifik dan komprehensif dalam memberikan pemahaman makna dan simbolik yang baru dalam membaca karya sastra. Dalam membaca suatu karya, pembaca dapat mengetahui minimal dua makna, yaitu makna bahasa secara tekstual dan makna simbolik yang memiliki makna global yang cukup kompleks sehingga mungkin terjadi perbedaan asumsi dalam membaca simbol antara pengarang dan pembaca tergantung pada sudut pandangnya.

Kekurangan Pendekatan Semiotika

Pendekatan semiotik dalam menganalisis karya sastra memiliki kekuatan dan kelebihan yang signifikan karena dapat memberikan pemahaman yang lebih mendalam tentang makna dan simbolik yang terkandung dalam teks. Namun, pendekatan ini juga memiliki kekurangan yang perlu diperhatikan. Salah satunya adalah memerlukan dukungan dari berbagai ilmu bantu seperti linguistik, sosiologi, dan psikologi, serta membutuhkan kematangan konseptual dan wawasan luas tentang sastra dan teorinya. Peneliti yang melakukan analisis semiotik harus memiliki keterampilan dan pengetahuan yang cukup tentang materi yang akan diteliti agar makna dalam teks tidak terlewatkan. Hal ini penting karena jika tidak, analisis semiotik cenderung menggunakan subjektivitas yang dapat menimbulkan risiko dalam penelitian dengan pendekatan ini.

Secara umum, semiotika memiliki kekurangan dalam memusatkan perhatian hanya pada struktur makna dan tidak memperhitungkan bahwa manusia aktif dalam menciptakan makna baru. Selain itu, semiotika kurang mempertimbangkan bahwa peneliti memerlukan kreativitas yang tinggi untuk memahami topik yang diteliti.

Kesimpulan

Semiotika adalah metode penelitian komunikasi yang paling interpretatif dalam menganalisis teks. Keberhasilan atau kegagalan semiotika sebagai metode penelitian tergantung pada kemampuan peneliti dalam mengartikulasikan kasus yang sedang diteliti.

Tradisi semiotika adalah sekumpulan teori tentang bagaimana tanda-tanda merepresentasikan suatu benda, ide, keadaan, situasi, perasaan, atau kondisi di luar dari tandatanda itu sendiri. Penelitian tanda-tanda ini tidak hanya memberikan cara untuk memahami komunikasi, tetapi juga mempengaruhi hampir semua perspektif teori komunikasi. Konsep dasar yang menghubungkan tradisi semiotika adalah tanda, yang didefinisikan sebagai stimulus yang menandakan atau menunjukkan sesuatu yang lain, seperti ketika asap menandakan adanya api. Simbol, yang sering kali kompleks dengan banyak makna termasuk makna yang sangat spesifik, diberikan oleh beberapa ahli dengan perbedaan yang signifikan dari tanda. Tanda memiliki referensi yang jelas terhadap sesuatu dalam kenyataan, sedangkan simbol tidak.

Dalam semiotika terdapat dua aliran besar. Aliran pertama yang dominan di Eropa didasarkan pada karya ahli linguistik Perancis Ferdinand De Saussure. Aliran ini mempelajari peran simbol dan tanda dalam kehidupan sosial. Aliran kedua yang dominan di Amerika Utara didasarkan pada karya Charles Sanders Peirce, dan mempelajari doktrin formal mengenai tanda dan simbol.

Refrensi:

Indiwan Seto Wahyu Wibowo. (2013). SEMIOTIKA KOMUNIKASI - Aplikasi Praktis Bagi Penelitian Dan Skripsi Komunikasi.

Bambang Mudjiyanto & Emilsyah Nur. (2013). Semiotika Dalam Metode Penelitian Komunikasi.

Benny H. Hoed, Strukturalisme. (2001). Pragmatik dan Semiotik dalam Kajian Budaya.

Cangara, H. (2012). Pengantar Ilmu Komunikasi (Edisi 2). 

Morissan. (2013). Teori Komunikasi. Ghalia Indonesia.

Umberto Eco, A Theory of Semiotics (Bloomington: Indiana University Press, 1976)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun