Apakah mereka yang 'hanya beberapa orang' punya cukup keberanian lalu seakan tidak takut meluluhlantakkan kekuasaan juragan dan si orang kuat? Apakah berani menganulir kemenangan calon yang di back up si orang kuat tadi?
Penulis tidak yakin MK cukup nekad. Yang akan kita saksikan nanti bisa jadi hanya sidang, baca, lihat bukti, debat, suasana memanas, intrupsi, skorsing dll. Keputusan akhir tidaklah merubah apapun jua.
Memang benarlah bila ada beberapa pengamat berpendapat bahwa MK tidak pernah/jarang memproses sengketa bila selisih suaranya tebal.
Dapat dipahami adalah dengan kondisi selisih suara seperti itu MK tidak pernah/jarang menjadikan penggugat menjadi pemenang dengan menganulir kemenangan tergugat.
Itu untuk kasus Sengketa Pilkada, apalagi kalau kita analisa pada sengketa Pilpres yang pasti sangat beresiko secara politik ketika menganulir kemenangan sang petahana.
** ** ** **
Prediksi yang penulis yakini tentang hasil keputusan MK berikutnya, boleh saja tercetus dan disampaikan karena namanya saja analisa. Penulis tidak mengecilkan peran MK secara lembaga, namun secara hitungan politik, itulah yang paling masuk akal.Â
Walaupun memang, ada juga pihak-pihak yang memberi harapan kepada Prabowo-Sandi bahwa masih tidak menutup kemungkinan untuk menang dalam perkara di MK nanti bila mampu meyakinkan hakim dengan bukti-bukti yang kuat dan terang.
Harapan itu sejalan dengan pernyataan Juru Bicara MK, Fajar Laksono yang berpendapat tentang apakah selisih suara yang besar berpengaruh pada penilaian MK dalam memproses gugatan yang dilayangkan.
Fajar berujar pengajuan gugatan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pada Pemilu 2019 ini berbeda dengan pilkada serentak. Syarat selisih jumlah atau presentase perolehan suara antar masing-masing calon tidak jadi patokan dalam memutuskan gugatan sengketa Pemilu 2019 ke MK.
"Selisih hasil perolehan suara hanya ada dan dikenal dalam pilkada. Jadi tidak ada pembatasan selisih hasil suara dalam pemilu serentak," kata Fajar pada 15 May 2019 lalu saat wawancara digedung MK.