"Berdirilah." Aku menoleh keheranan. Tapi malah disambut uluran tangannya. "Berdirilah, Tan. Lihat betapa beraninya mentari itu. Dia menyingkirkan kabut yang membuat kita samar-samar melihat kedepan."
Aku menuruti perkataan Yusuf. benar, perkotaan yang dibawah yang tadi tertutup kabut, sekarang menjadi jelas terlihat.
"Pasti kau pernah dengar habis gelap terbitlah terang. Ini tidak jauh berbeda, Intan." Yusuf menoleh padaku.
"Selama Mentari masih ada, Kabut akan menghilang, jalan akan terlihat, harapan akan---"
"Harapan akan selalu ada." Aku tersenyum, menimpali perkataan Yusuf.
"Dan kebenaran pasti akan menang." Yusuf menyelesaikan perkatannya. Dia balik tersenyum padaku.
Yusuf mendadak mengacak-ngacak rambutku. "Bangkitlah, Tan! Aku punya banyak rencana yang harus segera dilaksanakan sepulang dari sini."
"Lalu apa urusannya denganku?" Aku mencoba untuk menyingkirkan tangannya. Tapi percuma, aku terlalu lemah dan pendek. Tanganku tidak bisa mengalahkan lengan kekarnya.
Yusuf menghembuskan napas panjang. Tangannya tak lagi mengacak-ngacak rambutku.
"Bantu aku."
"Hah?"