Mohon tunggu...
Ramadhana Bagus
Ramadhana Bagus Mohon Tunggu... Freelancer - Observer

Mencoba merubah hati manusia melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen | Setebal Kabut, Setitik Mentari

6 Januari 2020   14:19 Diperbarui: 6 Januari 2020   14:29 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Berdirilah." Aku menoleh keheranan. Tapi malah disambut uluran tangannya. "Berdirilah, Tan. Lihat betapa beraninya mentari itu. Dia menyingkirkan kabut yang membuat kita samar-samar melihat kedepan."

Aku menuruti perkataan Yusuf. benar, perkotaan yang dibawah yang tadi tertutup kabut, sekarang menjadi jelas terlihat.

"Pasti kau pernah dengar habis gelap terbitlah terang. Ini tidak jauh berbeda, Intan." Yusuf menoleh padaku.

"Selama Mentari masih ada, Kabut akan menghilang, jalan akan terlihat, harapan akan---"

"Harapan akan selalu ada." Aku tersenyum, menimpali perkataan Yusuf.

"Dan kebenaran pasti akan menang." Yusuf menyelesaikan perkatannya. Dia balik tersenyum padaku.

Yusuf mendadak mengacak-ngacak rambutku. "Bangkitlah, Tan! Aku punya banyak rencana yang harus segera dilaksanakan sepulang dari sini."

"Lalu apa urusannya denganku?" Aku mencoba untuk menyingkirkan tangannya. Tapi percuma, aku terlalu lemah dan pendek. Tanganku tidak bisa mengalahkan lengan kekarnya.

Yusuf menghembuskan napas panjang. Tangannya tak lagi mengacak-ngacak rambutku.

"Bantu aku."

"Hah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun