Mohon tunggu...
Ramadha AbuzarPratama
Ramadha AbuzarPratama Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

We should finish our journey while we still have time.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Hukum, Syarat, serta Niat Badal Haji dan Umrah dalam Agama Islam berdasarkan Pendapat Imam Syafii

19 Oktober 2023   11:50 Diperbarui: 19 Oktober 2023   12:23 326
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Ibadah haji merupakan rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan para umat muslim Ketika telah mampu dalam melaksankanya (memenuhi kriteria)  namun, telah menjadi perbincangan umum dikalangan para umat muslim perihal "bolehkah kita membadalkan haji / umrah seseorang?".

Hal ini biasanya terjadi pada seorang anak yang ingin kedua orang tuanya menunaikan ibadah haji/umrah namun, terhalang oleh kondisi yang menyebabkan mereka tidak mampu menunaikan ibadah tersebut oleh diri mereka sendiri.

Lantas apakah boleh badal haji/umrah dalam islam berdasarkan madzab imam syafi'I, dan apa saja syaratnya bila hal tersebut diperbolehkan?

1. Hukum / Dalil Badal Ibadah Haji dan Umrah

  A. Badal Haji

Ibadah haji merupakan salah satu ibadah yang sangat mulia, dan kita sebagai umat muslim wajib melaksanakan ibadah haji apabila kita sudah mampu baik secara fisik atau finansial.

Dalam agama islam badal haji itu boleh dilaksanakan berlandaskan pada sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh muttafaqun 'alaih (Bukhari dan Muslim)

أَنَّ امْرَأَةً مِنْ خَثْعَمَ قَالَتْ يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّ أَبِي شَيْخٌ كَبِيرٌ عَلَيْهِ فَرِيضَةُ اللهِ فِي الْحَجِّ وَهُوَ لَا يَسْتَطِيعُ أَنْ يَسْتَوِيَ عَلَى ظَهْرِ بَعِيرِهِ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَحُجِّي عَنْهُ 

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya: Bahwasanya seorang wanita dari Khos'am berkata kepada Nabi Muhammad SAW: wahai Rasulullah  sesungguhnya ayahku telah tua renta, baginya ada kewajiban Allah SWT dalam berhaji, dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Hajikanlah dia. (HR. Bukhari dan Muslim)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ أَنَّ امْرَأَةً جَاءَتْ إِلَى النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ إِنَّ أُمِّي نَذَرَتْ أَنْ تَحُجَّ فَمَاتَتْ قَبْلَ أَنْ تَحُجَّ أَفَأَحُجَّ عَنْهَا قَالَ نَعَمْ حُجِّي عَنْهَا أَرَأَيْتِ لَوْ كَانَ عَلَى أُمِّكِ دَيْنٌ أَكُنْتِ قَاضِيَتَهُ قَالَتْ نَعَمْ فَقَالَ اقْضُوا اللهَ الَّذِي لَهُ فَإِنَّ اللهَ أَحَقُّ بِالْوَفَاءِ .

[رواه البخاري]

Artinya: Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa seorang perempuan datang kepada Nabi Muhammad SAW, lalu berkata: Sesungguhnya ibuku telah bernadzar untuk berhaji, lalu ia meninggal dunia sebelum ia melaksanakan haji, apakah saya harus menghajikannya? Nabi Muhammad SAW bersabda: Ya hajikanlah untuknya, bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya? Ia menjawab: Ya. Lalu Nabi Muhammad SAW bersabda: Tunaikanlah hutang (janji) kepada Allah SWT, karena sesungguhnya hutang kepada Allah SWT lebih berhak untuk dipenuhi. (H.R Bukhari)

Ulama keempat mazhab juga telah sepakat bahwa hukum badal haji sebagaimana yang dikutip dari laman cimbniaga.co.id meskipun, sudah dikatakan boleh hukumya badal haji dalam islam bukan berarti semua orang dapat membadalkan haji atau dibadalkan haji, terdapat syarat dan ketentuan yang melatarbelakangi dibolehkannya badal haji.

      a. Ketentuan Badal Haji 

  • Umur dan kondisi tubuh yang sudah tidak prima (lansia)

Dalam mazhab imam syafi'I seseorang boleh dibadalkan hajinya dalam beberapa kondisi dan kriteria salah satunya ialah Ketika telah lanjut usia dan tubuhnya tidak mampu untuk menunaikan ibadah haji secara mandiri maka diperbolehkan baginya badal haji sebagaimana kutipan hadist pertama diatas yang menceritakan tentang seorang anak yang mengadukan kondisi ayahnya yang "sudah tua renta dan dia tidak bisa duduk tegak di atas punggung onta " namun, dia ingin menunaikan ibadah haji untuk ayahnya, maka Rasulullah SAW pun menyuruhnya untuk berhaji atas nama ayahnya.

  • Nazar

Hukum menunaikan nazar ialah wajib karena ini ialah janji kita pribadi kepada Allah SWT dan ketika seseorang bernazar untuk menunaikan ibadah haji namun ia meninggal dikemudian hari sementara nazarnya belum terpenuhi maka badal haji diperbolehkan untuknya sebagaimana kutipan hadist kedua diatas dimana seorang anak mengadu kepada Rasulullah bahwa ibunya bernazar ibadah haji namun ia meninggal sebelum menunaikannya. Lantas Rasulullah SAW bertanya kepadanya "bagaimana pendapatmu seandainya ibumu memiliki tanggungan hutang, apakah kamu akan melunasinya?" dan anak itupun mengatakan iya sehingga Rasulullah SAW menyuruhnya untuk membayar hutang ibunya (menunaikan nazar ibunya) yang belum sempat ia tunaikan semasa hidup.

      b. Syarat Bagi Pembadal Haji

  • Wajib sudah pernah menunaikan ibadah haji

Dalam Mazhab Imam Syafi'I tidak diperbolehkan badal haji dilakukan oleh orang yang belum menunaikan haji untuk dirinya sendiri. Apabila dia melakukan (badal) haji, maka haji tersebut terhitung untuk dirinya sendiri dan bukan terhitung bagi orang diniatkan, berlandaskan hadits yang dikutip dari kitab Bulughul Maram oleh Ibn Hajar Al-Asqalani yang berbunyi :

عَنْ اِبْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا، أَنَّ اَلنَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم سَمِعَ رَجُلًا يَقُولُ: لَبَّيْكَ عَنْ شُبْرُمَةَ. قَالَ: مَنْ شُبْرُمَةُ؟ قَالَ: أَخٌ أَوْ قَرِيبٌ لِيْ. قَالَ: حَجَجْتَ عَنْ نَفْسِكَ؟ قَالَ: لَا. قَالَ: حُجَّ عَنْ نَفْسِكَ، ثُمَّ حُجَّ عَنْ شُبْرُمَةَ.

[رواه أبو داود والدار قطني والبيهقي وغيرهم باسانيد صحيحة]

Artinya: Dituturkan pula darinya Ibnu Abbas RA bahwa Nabi SAW pernah mendengar seseorang berkata, "Laibaika dari Syubrumah." Beliau bertanya, "Siapa Syubrumah?" Ia menjawab, "Saudaraku." Lalu beliau bersabda, "Apakah engkau telah berhaji untuk dirimu sendiri?" Ia menjawab, "Belum." Beliau bersabda, "Berhajilah untuk dirimu sendiri, kemudian berhajilan untuk Syubrumah." (HR Abu Dawud dan Ibnu Majah).

Telah kita ketahui bersama perihal  dalil, hukum, dan syarat badal haji namun, bagaimana dengan hukum badal umrah?

  B. Badal Umrah

Dikutip dari laman Rumasyo.com dikatakan bahwa  ara ulama sepakat bahwa hukum badal umrah sama dengan hukum badal haji sehingga dalil, hukum, dan syarat diatas dapat dijadikan juga sebagai landasan dalil, hukum, dan syarat atas badal umrah.

Dikutip dari laman yang sama dalam kitab Al-Mawsu'ah Al-Fiqhiyyah juz ke 30, halaman. 328-329 dalam pembahasan umrah untuk yang lain disebutkan bahwa : Para fuqaha secara umum membolehkan menunaikan umrah untuk yang lain karena umrah sama halnya dengan haji boleh ada badal di dalamnya. Karena haji dan umrah sama-sama ibadah badan dan harta.

2. Niat Badal Haji & Umrah

Setelah mengetahui  perihal hukum, ketentuan, dan syarat badal haji dan umrah maka perlu kita ketahui juga perihal niat dalam menjalankan badal haji dan umrah .

Dikutip dalam laman resmi Nahdlatul Ulama niat badal haji adalah sebagai berikut :

نَوَيْتُ الحَجَّ عَنْ فُلَانٍ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى

Nawaytul hajja 'an fuln (sebut nama jamaah haji yang dibadalkan) wa ahramtu bih lilli ta'l.

Artinya, "Aku menyengaja ibadah haji untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan) dan aku ihram haji karena Allah ta'ala."

berikut ini juga adalah lafal alternatif niat badal haji:

نَوَيْتُ الحَجَّ وَأَحْرَمْتُ بِهِ للهِ تَعَالَى عَنْ فُلَانٍ

Nawaytul hajja wa ahramtu bih lilli ta'l 'an fuln (sebut nama jamaah haji yang dibadalkan).

Artinya, "Aku menyengaja ibadah haji dan aku ihram haji karena Allah ta'ala untuk si fulan (sebut nama jamaah yang dibadalkan)."

Kedua lafal niat diatas didasarkan pada keterangan Syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin dalam karyanya Busyral Karim.

 وإن حج أو اعتمر عن غيره قال نويت الحج أو العمرة عن فلان وأحرمت به لله تعالى ولو أخر لفظ عن فلان عن وأحرمت به لم يضر على المعتمد إن كان عازما عند نويت الحج مثلا أن يأتي به وإلا وقع للحاج نفسه  

Artinya: Jika seseorang melaksanakan ibadah haji atau umrah untuk membadalkan orang lain, maka ia mengatakan, 'Nawaytul hajja awil 'umrata 'an fuln wa ahramtu bih lilli ta'l.' Tetapi jika ia meletakkan kata ''an fuln' setelah kata 'wa ahramtu bih,' maka tidak masalah menurut pandangan muktamad dengan catatan ia merencanakan pelafalannya di akhir. Tetapi jika tidak bermaksud melafalkannya, maka ibadah haji atau umrah yang dia lakukan jatuh untuk dirinya, (bukan untuk jamaah yang dibadalkannya).

(Lihat Syekh Sa'id bin Muhammad Ba'asyin, Busyral Karim, [Beirut, Darul Fikr: 1433-1434 H/2012 M], juz II, halaman 517).

Semoga penjelasan mengenai Hukum, Syarat, dan Niat Badal Haji & Umrah ini dapat bermanfaat bagi semua orang terutama diri saya pribadi.

Apabila terdapat kekeliruan atau kesalahan baik pada penjelasan diatas mohon dikonfirmasi agar secepatnya dapat di tinjau ulang sehingga dapat segera diperbaiki karna sejatinya saya hanyalah manusia biasa yang dapat melakukan kesalahan.

Wabillahi taufik wal hidayah wassalamu'alaikum warohmatullahi wabarokaatu.

Referensi :

- Apa Itu Badal Haji? Ini Hukum, Ketentuan, dan Biayanya (cimbniaga.co.id)

- Niat Badal Haji | NU Online

- Badal Umrah, Adakah Dalilnya? - Rumaysho.Com

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun