Mohon tunggu...
Sugiarto Ramadani Putra Andare
Sugiarto Ramadani Putra Andare Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Turki sebagai Mediator dalam Konflik Rusia-Ukraina

6 Juli 2023   14:00 Diperbarui: 6 Juli 2023   14:02 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Mediasi merupakan salah satu konsep yang familier dalam studi ilmu sosial dan ilmu politik. Dalam ranah hubungan internasional, mediasi merupakan salah satu perangkat dalam proses negosiasi penyelesaian konflik menggunakan pihak ketiga yang netral untuk mendekatkan dua pihak yang sedang bertikai melalui komunikasi sehingga tercapainya sebuah kompromi yang win-win solution. Dalam sebuah mediasi maka dibutuhkan pihak ketiga yang disebut mediator. Syarat dari mediator adalah bisa diterima oleh kedua belah pihak.

Ketika Rusia mulai melakukan tindakan militer ke Ukraina, para anggota NATO, Uni Eropa, dan negara Barat lainnya merespons dengan mengecam dan memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia. Hal ini dikarenakan Rusia dinilai melanggar kedaulatan negara Ukraina.. Turki dan beberapa negara lain, seperti China, Israel, dan Perancis memilih untuk menawarkan diri menjadi mediator antara Rusia dan Ukraina dalam konflik ini. (Suara Pemred, 2022).

Dalam hal ini Turki sebagai salah satu negara yang terdampak langsung secara ekonomi, posisi, dan keamanan oleh konflik Rusia Ukraina ini pun mencoba untuk menjadi mediator konflik Rusia Ukraina dan menolak menjatuhkan sanksi ke Rusia. Baik dari Rusia dan Ukraina memiliki perannya masing-masing bagi keberlangsungan kehidupan rakyat Turki. Oleh karena menimbang untung rugi hal-hal terkait dengan ekonomi, keamanan, dan posisi akhirnya Turki pun mencoba untuk membuka forum komunikasi dengan kedua negara yang berkonflik. 

Sebagai sekutu dari kedua negara yang berselisih, Turki mendukung kedaulatan Ukraina, namun menolak penjatuhan sanksi kepada Rusia. Turki berupaya untuk membuka komunikasi dengan Rusia. Presiden Erdogan pada 15 Maret 2022 telah mengirim Menteri Luar Negeri Mevlut Cavusoglu ke Moskow dan Kiev. Hal ini merupakan langkah lanjutan mediasi Turki dalam konflik Rusia dan Ukraina setelah sebelumnya Turki menjadi tuan rumah pembicaraan tingkat tinggi pertama antara Menteri Luar Negeri Rusia dan Ukraina pada pekan sebelumnya. Turki juga mengundang Presiden Putin dan Presiden Zelensky ke Turki dalam upaya membuka dialog diantara dua pemimpin itu (Agustin, 2022).


Upaya-upaya yang dilakukan oleh Turki ini dilatarbelakangi oleh beberapa hal;

1. Politik Luar Negeri Turki

Turki di bawah kepemimpinan Presiden Recep Tayyip Erdogan memiliki politik luar negeri yang bersifat dinamis. Arah politik ini dicetuskan oleh Presiden Erdogan untuk mengembalikan Turki sebagai negara Muslim yang kuat sebagaimana dahulu kala. Politik dinamis ini berarti bahwa Turki dalam menentukan kebijakan atau arah politik luar negerinya memiliki kebebasan tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun. Presiden Recep Tayyip Erdogan ingin mengembalikan identitas Islam di Turki yang sempat dihilangkan oleh Mustafa Kemal Ataturk dengan sekularismenya pada saat revolusi Turki. Dalam perjalanannya kebijakan politik luar negeri Turki dipilih untuk membangun ekonomi dan infrastruktur. Hal ini karena Turki tidak bisa hanya bergantung kepada negara-negara Barat saja, tetapi juga perlu bantuan dari negara-negara besar lainnya, seperti Rusia dan China (Arrasyidin Akmal Domo, 2018).

Politik yang dinamis juga dinilai lebih relevan pada masa kini. Dewasa ini hegemoni internasional yang dipegang oleh Barat tidak terlalu besar sebagaimana era Ataturk. Munculnya aktor-aktor baru di hubungan internasional juga membuat politik yang cenderung ke Barat sudah tidak lagi relevan. Dengan politik dinamis, Turki bisa dengan leluasa menjalin kerja sama dengan berbagai negara di dunia tanpa adanya pengaruh yang kuat dari salah satu pihak. Luasnya kerja sama yang dijalin oleh Turki dapat berpengaruh positif untuk aktivitas perekonomian Turki. Kedinamisan ini juga bertujuan untuk memperlihatkan identitas Turki sebagai negara Islam yang mandiri (R, 2015).

Kedinamisan Turki ini bisa dilihat dari bagaimana Turki dalam merespons konflik-konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina. Pada aneksasi Krimea oleh Rusia, Turki menegaskan bahwa tindakan yang dilakukan oleh Rusia ini merupakan tindakan ilegal yang melanggar hukum internasional. Turki menyatakan tidak mengakui bahwa Krimea merupakan bagian dari Rusia karena menilai adanya campur tangan Rusia pada saat dilakukannya referendum (Kazanci, 2022). Hal ini juga ditunjukan oleh Turki saat Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022. Seperti yang sudah dijelaskan di atas, Turki merupakan salah satu anggota NATO yang aktif sampai saat ini. Dalam konflik Rusia dan Ukraina ini, NATO mengecam Rusia dan menghimbau para negara anggotanya untuk memberikan sanksi ke Rusia. Majelis NATO juga meminta anggotanya untuk melabeli Rusia sebagai negara teroris, serta mengklaim bahwa Moskow merupakan ancaman langsung terhadap keamanan Eropa-Atlantik. NATO juga meminta agar anggotanya tetap mempertahankan dukungan kepada Ukraina. Amerika sendiri sudah menggelontorkan US$ 20 miliar dalam bentuk bantuan mematikan sejak 2021. NATO juga mengatakan bahwa negara-negara anggota harus bekerja untuk mengadili penjabat Rusia atas dugaan kejahatan perang (Arbar, 2022).

Turki sebagai salah satu anggota NATO dan banyak bersekutu dengan negara-negara Barat memilih untuk tidak ikut memberikan sanksi ekonomi kepada Rusia, meskipun begitu Turki tetap tidak membenarkan langkah Rusia melakukan invasi ke Ukraina. Turki menilai bahwa jika semua negara menjauh dari Rusia, maka siapa yang akan membuka jalur komunikasinya? Sikap Turki yang tegas ini menunjukkan bahwa Turki merupakan negara yang berdaulat dan tidak bebas memutuskan sikap tanpa adanya paksaan dari pihak lain. Beberapa negara menyanjung sikap Turki yang dinilai bisa meredakan suasana yang tegang, dan mereka berharap bahwa Turki bisa membawa perdamaian karena Turki memiliki hubungan baik dengan Rusia maupun Ukraina.

2. Menjaga Kestabilan Ekonomi Dan Kesejahteraan Rakyat Turki

Turki merupakan negara maju secara ekonomi. Namun di sisi lain Turki masih membutuhkan impor dari negara lain untuk memenuhi terkait sumber daya alam dan biji-bijian. Baik dari Rusia dan Ukraina memainkan peran penting terhadap kedua sektor ini. Hampir seluruh aktivitas kehidupan masyarakat Turki tidak bisa dipisahkan dari penggunaan gas alam. Namun kesediaan gas alam dari Turki sendiri sangatlah sedikit dan masih bergantung pada negara lain, khususnya Rusia. Rusia terkenal sebagai negara eksportir minyak dan gas dunia, bahkan menjadi eksportir utama ke negara-negara di benua Eropa. Kerjasama antara Turki dan Rusia di bidang ekonomi dan sumber daya alam sudah ada sejak era perang dingin. Dimana Rusia memberikan investasi sebesar USD 7 miliar untuk pembangunan jaringan dan kilang minyak. Berbagai kesepakatan dan kerja sama disepakati oleh kedua negara sampai hari ini. Kesepakatan antara Turki dan Rusia ini juga mewajibkan Turki untuk memasok kebutuhan energi (minyak, gas alam, dan logam) dari Rusia selama 25 tahun terhitung dari 1987 sampai 2011. Hal ini juga akhirnya memunculkan adanya proyek Blue Stream dan Turkish Stream yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan energi gas alam masyarakat Turki yang tiap tahun makin bertambah (Saefullah, 2021).

Pada saat Rusia melakukan operasi militer ke Ukraina, banyak negara Barat dan NATO menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia, Rusia membalas dengan memotong pasokan gas dan minyak ke mereka. Hal ini dilakukan karena Rusia sadar bahwa Uni Eropa masih menggantungkan 40% kebutuhan impor gas dan minyak dari Rusia. Selain memotong pasokan gas, Rusia juga mewajibkan pembelian gas dan minyak menggunakan mata uang Rusia, yaitu Rubel. Ini dilakukan untuk menutup kerugian akibat sanksi ekonomi dan pemutusan pasokan gas ke pasar utama Rusia, yaitu Uni Eropa.

Ketika banyak negara merasa keberatan dengan keputusan Rusia yang mengaruskan membeli gas dan minyak dengan Rubel, Turki malah memilih untuk meningkatkan impor minyak dari Rusia dengan volume lebih dari 200.000 barel per hari. Hal ini seiring dengan rencana kerja sama bisnis di bidang perdagangan energi di tengah sanksi Barat yang melanda Rusia. Langkah Turki ini juga demi keberlangsungan perputaran roda ekonomi negaranya, karena banyak dari industri di Turki masih sangat bergantung pada gas dan minyak Rusia. Presiden Erdogan juga tidak ingin rakyatnya kedinginan saat musim dingin jika Ia ikut menjatuhkan sanksi ke Rusia (VOA Indonesia, 2022).

Di sisi lain, Ukraina juga memegang peran penting bagi perekonomian Turki. Ukraina bersama Rusia merupakan importir biji-bijian utama bagi Turki. Oleh karena itu dibuatlah perjanjian ekspor biji-bijian di Laut Hitam atau skema Black Sea Grain Initiative oleh Ukraina. Skema ini disepakati pada Juli 2022 antara Ukraina, Rusia, dan Turki. Tujuan dari skema ini adalah untuk memberikan jalan bagi Ukraina melanjutkan pengiriman kargo jutaan ton biji-bijian melalu perairan Laut Hitam dalam kondisi perang (Aldila, 2022).

Seperti yang tercantum dari grafik di atas, Turki merupakan negara importir terbesar ke dua dalam hal biji-bijian dari Ukraina. Ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok rakyat Turki masih perlu mengimpor dari Ukraina. Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan bahwa setelah skema ini disepakati, lebih dari 721 ribu ton produk pertanian Ukraina telah dikirim ke pasar internasional (Maharani, 2022).

Ukraina dan Turki juga memiliki kerja sama di bidang perdagangan, ekonomi, dan investasi. Perdagangan kedua negara ini meningkat 10,2 persen pada tahun 2020. Di sektor kontraktor Turki sudah menekan 184 proyek di Ukraina senilai USD6,3 miliar. Presiden Erdogan juga mengatakan bahwa Turki merupakan salah satu tujuan wisata kesehatan utama Ukraina. Pada 2019, sebanyak 200.000 orang berpergian dari Ukraina untuk menjalani perawatan di Turki. Pada tahun yang sama sebanyak 1,55 juta turis Ukraina berpergian ke Turki setelah dicabutnya kewajiban visa. Para turis ini membantu Turki mendapatkan devisa tambahan bagi negaranya, hal ini juga ikut menggerakkan roda ekonomi masyarakat Turki itu sendiri (Hospita, 2020).

  • 3. Turki Berusaha Menjaga Kestabilan di Laut Hitam

Sesuai dengan Konvensi Montreux yang disepakati pada 1936, Turki merupakan penjaga gerbang Laut Hitam, yaitu selat Bosporus dan Dardanelles. Konvensi Montreux merupakan konvensi yang lahir setelah sebelumnya ada Perjanjian Lausanne yang disepakati pada 1923. Isi dari Konvensi Montreux adalah Turki serta konvensi internasional berhak mengatur dan mengontrol lalu lintas kapal di selat Dardanelles. Konvensi ini memberi Turki kendali secara penuh atas selat dan waktu perdamaian yang menjamin perjalanan bebas kapal sipil, serta membatasi perjalanan kapal perang milik negara yang tidak memliki pantai di Laut Hitam (Rayhaber, 2020).

Meskipun situasi di Laut Hitam memanas sejak adanya konflik Rusia dan Ukraina, Turki berusaha untuk tetap menjaga kestabilan di Laut Hitam dengan konvensi ini. Presiden Erdogan mencegah adanya eskalasi antara Rusia dan Ukraina. Turki menjaga ketat selat Bosporus dan Dardanelles agar kapal-kapal NATO dan sekutu tidak masuk kawasan Laut Hitam yang dikhawatirkan hanya akan memperburuk keadaan (Hamit, 2022). Laut Hitam juga merupakan jalur perdagangan yang vital bagi Turki. Banyak dari barang dari negara-negara tetangga yang masuk ke Turki melalui Laut Hitam. Hal ini juga berkaitan dengan adanya Black Sea Grain Initiative dimana Turki menjadi salah satu pasar terbesarnya. 

Sikap Turki yang menolak menjatuhkan sanksi dan menjadi mediator konflik ini membawa dampak yang cukup bagus bagi Turki sendiri. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah membuat inflasi meroket sebesar 70% di Turki. Pemerintah Turki mengatakan inflasi ini akan turun di bawah program ekonomi baru yang memprioritaskan suku bunga rendah untuk meningkatkan produksi dan ekspor dengan tujuan mencapai surplus transaksi berjalan. Turki berusaha untuk menjaga agar inflasi ini tidak semakin memburuk dengan tidak menjatuhkan sanksi ekonomi dan menawarkan diri menjadi mediator dalam konflik Rusia Ukraina. Kedua negara ini menjadi sumber pemasukan devisa yang penting bagi Turki (Nurrahman, 2022). 

Dalam prosesnya, upaya dari Turki untuk menjadi mediator konflik Rusia Ukraina menghasilkan dampak positif bagi Turki. Salah satunya adalah dilanjutkannya kesepakatan gandum Turki, Rusia, dan Ukraina yang sempat macet karena konflik Rusia Ukraina. Pada awal konflik, Rusia sempat menarik diri dari kesepakatan ini, namun Turki dan Ukraina tetap melanjutkan kesepakatan ini, sehingga akhirnya Rusia pun melunak dan melanjutkan kesepakatan gandum ini. Melunaknya Rusia juga disebabkan karena sikap Turki yang menolak menjatuhkan sanksi dan upaya-upayanya menjadi mediator konflik. Seperti yang dijelaskan di atas, Turki bergantung terhadap impor gandum dan biji-bijian dari Rusia dan Ukraina. Jika impor gandum dan biji-bijian ini macet, maka ditakutkan ekonomi Turki akan goyah dan inflasi akan semakin melonjak (Putri, 2022).


Konflik antara Rusia dan Ukraina sudah berlangsung sejak Uni Soviet runtuh, namun konflik terbesarnya muncul pada tahun 2022. Konflik Rusia Ukraina ini disebabkan karena Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta aplikasi jalur cepat agar Ukraina bisa bergabung dengan NATO. Presiden Rusia sebelumnya sudah memperingatkan agar Ukraina mengurungkan niatnya, namun Ukraina tetap melanjutkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO yang akhirnya membuat Rusia mengambil tindakan dengan menggelar operasi militer yang ditujukan ke Kiev. Operasi militer ini membuat berbagai macam respon dunia internasional, pihak Barat dan NATO bahkan sampai menjatuhkan sanksi ekonomi bagi Rusia yang bertujuan agar Rusia menarik pasukannya.

Banyak negara yang terdampak konflik Rusia Ukraina, salah satunya adalah Turki. Turki masih banyak bergantung impor barang berupa biji dan gas alam dari Ukraina dan Rusia. Oleh karena itu, Turki memilih untuk tidak menjatuhkan sanksi dan menawarkan diri menjadi mediator sekalipun Turki merupakan anggota dari NATO. Turki memang dikenal sebagai negara yang memiliki hubungan dekat dengan Rusia maupun Ukraina. Turki sudah berupaya sebagai mediator dengan mengirimkan Menteri Luar Negerinya ke Moskow dan Kiev. Tidak hanya itu, Presiden Turki Erdogan juga berusaha mengundang Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan Presiden Rusia Vladimir Putin untuk berdialog di Ankara Turki.

Turki menolak menjatuhkan sanksi dan menjadi mediator konflik ini juga tidak lepas dari kepentingan-kepentingan nasionalnya seperti untuk menunjukkan ke dunia bahwa Turki merupakan negara yang dinamis dan mandiri, serta tidak bisa dipaksa oleh negara lain. Turki juga berusaha untuk menjaga kestabilan ekonomi dan kesejahteraan rakyatnya dengan tetap menjalin kerja sama dengan Ukraina dan Rusia walaupun mereka sedang berkonflik. Hal ini dikarenakan Turki masih membutuhkan Rusia dan Ukraina untuk memenuhi kebutuhan nasionalnya seperti biji-bijian, gas alam, dan minyak bumi. Sikap Turki ini juga merupakan salah satu komitmen dari Turki untuk menciptakan perdamaian di Laut Hitam dan mencegah eskalasi konflik dengan menegakkan Konvensi Montreux. 

Meskipun sudah ada upaya dari Turki dan beberapa negara lain yang berusaha untuk mendamaikan kedua belah pihak, namun sampai saat ini belum ada titik terang sampai kapan konflik Rusia Ukraina ini akan berakhir. Tetapi sikap yang dipilih oleh Turki ini cukup berdampak positif bagi perekonomian Turki. Dengan tolakan menjatuhkan sanksi ke Rusia dan memilih menjadi mediator, Turki berhasil melanjutkan kesepakatan gandum yang sempat macet saat awal konflik. Seperti yang diketahui, Turki banyak bergantung pada Ukraina dan Rusia dalam berbagai aspek. Kebergantungan ini sempat membuat inflasi sebesar 70% di Turki saat awal konflik, namun hal ini bisa ditahan dengan berbagai kesepakatan yang dibuat antara Turki, Rusia, dan Ukraina. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun