Mohon tunggu...
Sugiarto Ramadani Putra Andare
Sugiarto Ramadani Putra Andare Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Suka menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Upaya Turki sebagai Mediator dalam Konflik Rusia-Ukraina

6 Juli 2023   14:00 Diperbarui: 6 Juli 2023   14:02 211
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pada saat Rusia melakukan operasi militer ke Ukraina, banyak negara Barat dan NATO menjatuhkan sanksi ekonomi ke Rusia, Rusia membalas dengan memotong pasokan gas dan minyak ke mereka. Hal ini dilakukan karena Rusia sadar bahwa Uni Eropa masih menggantungkan 40% kebutuhan impor gas dan minyak dari Rusia. Selain memotong pasokan gas, Rusia juga mewajibkan pembelian gas dan minyak menggunakan mata uang Rusia, yaitu Rubel. Ini dilakukan untuk menutup kerugian akibat sanksi ekonomi dan pemutusan pasokan gas ke pasar utama Rusia, yaitu Uni Eropa.

Ketika banyak negara merasa keberatan dengan keputusan Rusia yang mengaruskan membeli gas dan minyak dengan Rubel, Turki malah memilih untuk meningkatkan impor minyak dari Rusia dengan volume lebih dari 200.000 barel per hari. Hal ini seiring dengan rencana kerja sama bisnis di bidang perdagangan energi di tengah sanksi Barat yang melanda Rusia. Langkah Turki ini juga demi keberlangsungan perputaran roda ekonomi negaranya, karena banyak dari industri di Turki masih sangat bergantung pada gas dan minyak Rusia. Presiden Erdogan juga tidak ingin rakyatnya kedinginan saat musim dingin jika Ia ikut menjatuhkan sanksi ke Rusia (VOA Indonesia, 2022).

Di sisi lain, Ukraina juga memegang peran penting bagi perekonomian Turki. Ukraina bersama Rusia merupakan importir biji-bijian utama bagi Turki. Oleh karena itu dibuatlah perjanjian ekspor biji-bijian di Laut Hitam atau skema Black Sea Grain Initiative oleh Ukraina. Skema ini disepakati pada Juli 2022 antara Ukraina, Rusia, dan Turki. Tujuan dari skema ini adalah untuk memberikan jalan bagi Ukraina melanjutkan pengiriman kargo jutaan ton biji-bijian melalu perairan Laut Hitam dalam kondisi perang (Aldila, 2022).

Seperti yang tercantum dari grafik di atas, Turki merupakan negara importir terbesar ke dua dalam hal biji-bijian dari Ukraina. Ini menunjukkan bahwa untuk memenuhi kebutuhan bahan pokok rakyat Turki masih perlu mengimpor dari Ukraina. Menteri Pertahanan Turki Hulusi Akar mengatakan bahwa setelah skema ini disepakati, lebih dari 721 ribu ton produk pertanian Ukraina telah dikirim ke pasar internasional (Maharani, 2022).

Ukraina dan Turki juga memiliki kerja sama di bidang perdagangan, ekonomi, dan investasi. Perdagangan kedua negara ini meningkat 10,2 persen pada tahun 2020. Di sektor kontraktor Turki sudah menekan 184 proyek di Ukraina senilai USD6,3 miliar. Presiden Erdogan juga mengatakan bahwa Turki merupakan salah satu tujuan wisata kesehatan utama Ukraina. Pada 2019, sebanyak 200.000 orang berpergian dari Ukraina untuk menjalani perawatan di Turki. Pada tahun yang sama sebanyak 1,55 juta turis Ukraina berpergian ke Turki setelah dicabutnya kewajiban visa. Para turis ini membantu Turki mendapatkan devisa tambahan bagi negaranya, hal ini juga ikut menggerakkan roda ekonomi masyarakat Turki itu sendiri (Hospita, 2020).

  • 3. Turki Berusaha Menjaga Kestabilan di Laut Hitam

Sesuai dengan Konvensi Montreux yang disepakati pada 1936, Turki merupakan penjaga gerbang Laut Hitam, yaitu selat Bosporus dan Dardanelles. Konvensi Montreux merupakan konvensi yang lahir setelah sebelumnya ada Perjanjian Lausanne yang disepakati pada 1923. Isi dari Konvensi Montreux adalah Turki serta konvensi internasional berhak mengatur dan mengontrol lalu lintas kapal di selat Dardanelles. Konvensi ini memberi Turki kendali secara penuh atas selat dan waktu perdamaian yang menjamin perjalanan bebas kapal sipil, serta membatasi perjalanan kapal perang milik negara yang tidak memliki pantai di Laut Hitam (Rayhaber, 2020).

Meskipun situasi di Laut Hitam memanas sejak adanya konflik Rusia dan Ukraina, Turki berusaha untuk tetap menjaga kestabilan di Laut Hitam dengan konvensi ini. Presiden Erdogan mencegah adanya eskalasi antara Rusia dan Ukraina. Turki menjaga ketat selat Bosporus dan Dardanelles agar kapal-kapal NATO dan sekutu tidak masuk kawasan Laut Hitam yang dikhawatirkan hanya akan memperburuk keadaan (Hamit, 2022). Laut Hitam juga merupakan jalur perdagangan yang vital bagi Turki. Banyak dari barang dari negara-negara tetangga yang masuk ke Turki melalui Laut Hitam. Hal ini juga berkaitan dengan adanya Black Sea Grain Initiative dimana Turki menjadi salah satu pasar terbesarnya. 

Sikap Turki yang menolak menjatuhkan sanksi dan menjadi mediator konflik ini membawa dampak yang cukup bagus bagi Turki sendiri. Hal ini dikarenakan konflik yang terjadi antara Rusia dan Ukraina telah membuat inflasi meroket sebesar 70% di Turki. Pemerintah Turki mengatakan inflasi ini akan turun di bawah program ekonomi baru yang memprioritaskan suku bunga rendah untuk meningkatkan produksi dan ekspor dengan tujuan mencapai surplus transaksi berjalan. Turki berusaha untuk menjaga agar inflasi ini tidak semakin memburuk dengan tidak menjatuhkan sanksi ekonomi dan menawarkan diri menjadi mediator dalam konflik Rusia Ukraina. Kedua negara ini menjadi sumber pemasukan devisa yang penting bagi Turki (Nurrahman, 2022). 

Dalam prosesnya, upaya dari Turki untuk menjadi mediator konflik Rusia Ukraina menghasilkan dampak positif bagi Turki. Salah satunya adalah dilanjutkannya kesepakatan gandum Turki, Rusia, dan Ukraina yang sempat macet karena konflik Rusia Ukraina. Pada awal konflik, Rusia sempat menarik diri dari kesepakatan ini, namun Turki dan Ukraina tetap melanjutkan kesepakatan ini, sehingga akhirnya Rusia pun melunak dan melanjutkan kesepakatan gandum ini. Melunaknya Rusia juga disebabkan karena sikap Turki yang menolak menjatuhkan sanksi dan upaya-upayanya menjadi mediator konflik. Seperti yang dijelaskan di atas, Turki bergantung terhadap impor gandum dan biji-bijian dari Rusia dan Ukraina. Jika impor gandum dan biji-bijian ini macet, maka ditakutkan ekonomi Turki akan goyah dan inflasi akan semakin melonjak (Putri, 2022).


Konflik antara Rusia dan Ukraina sudah berlangsung sejak Uni Soviet runtuh, namun konflik terbesarnya muncul pada tahun 2022. Konflik Rusia Ukraina ini disebabkan karena Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky meminta aplikasi jalur cepat agar Ukraina bisa bergabung dengan NATO. Presiden Rusia sebelumnya sudah memperingatkan agar Ukraina mengurungkan niatnya, namun Ukraina tetap melanjutkan ambisinya untuk bergabung dengan NATO yang akhirnya membuat Rusia mengambil tindakan dengan menggelar operasi militer yang ditujukan ke Kiev. Operasi militer ini membuat berbagai macam respon dunia internasional, pihak Barat dan NATO bahkan sampai menjatuhkan sanksi ekonomi bagi Rusia yang bertujuan agar Rusia menarik pasukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun