Meskipun prevalensinya, schadenfreude bukanlah emosi yang sehat. Ini dapat menyebabkan perasaan bersalah dan malu dan dapat merusak hubungan dengan orang lain.Â
Mereka yang mengalami schadenfreude mungkin merasa terisolasi dan kekurangan empati, yang dapat membuat sulit untuk membentuk hubungan yang bermakna dengan orang lain.
Untuk menghindari konsekuensi negatif dari schadenfreude, penting untuk membina empati dan belas kasihan terhadap orang lain.Â
Ini dapat dilakukan dengan berlatih rasa syukur, fokus pada aspek positif dalam hidup, dan belajar menghargai keberhasilan dan pencapaian orang lain. Dengan begitu, kita dapat membangun hubungan yang lebih kuat dan menjalani kehidupan yang lebih bahagia dan memuaskan.
Berdasarkan Penelitian
Sejumlah penelitian telah dilakukan untuk mengeksplorasi fenomena schadenfreude, atau rasa senang melihat orang lain mengalami kesulitan.Â
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa schadenfreude dapat terjadi dalam berbagai konteks, mulai dari orang asing hingga saingan dan bahkan teman dekat.
Studi yang dilakukan oleh para peneliti dari University of Kentucky menunjukkan bahwa orang cenderung merasa senang ketika orang lain mengalami kegagalan dalam konteks persaingan.Â
Penelitian ini menemukan bahwa ketika peserta dihadapkan pada kegagalan dalam tugas bersaing, mereka merasa lebih senang ketika saingan mereka mengalami kegagalan yang sama.Â
Hasil ini menunjukkan bahwa schadenfreude dapat menjadi cara untuk meredakan stres atau kekecewaan setelah mengalami kegagalan, dengan membuat peserta merasa bahwa kegagalan mereka tidak terlalu buruk jika orang lain juga mengalaminya.
Sebuah studi lainnya yang diterbitkan di jurnal Social Neuroscience menemukan bahwa area otak yang terkait dengan penerimaan hadiah (reward) aktif ketika orang melihat orang lain mengalami kesulitan dalam konteks sosial. Hasil ini menunjukkan bahwa schadenfreude dapat memberikan sensasi kepuasan atau hadiah pada otak kita.