Bila melihat Tutut dan banyak audiens muda yang tertarik pada ngobrol santai ini, berarti mematahkan bahwa blog sudah tidak relevan lagi.
Mereka membuktikan bahwa blog itu masih hidup di tengah-tengah platform UGC yang berfokus pada audio visual seperti TikTok, YouTube, Instagram dan lainnya.
Koh Nurul Uyuy, bercerita flash back ke belakang ketika Kompasiana akan dan baru lahir di tahun 2008, di saat itu pun banyak penggiat literasi yang skeptis meragukan blog akan relevan ke depannya.Â
Awalnya Kompasiana dihadirkan dengan kanal jurnalis yang ditujukan khusus bagi para wartawan kompas, tidak dibuka untuk umum, lalu tahun 2008 akhir dibuka jadi public blog bagi citizen jurnalis.
Namun, sampai saat ini, Kompasiana menjadi platform User Generated Content (UGC) berbasis artikel yang mampu bertahan (survive) di tengah silih berganti tren media.
Memang diawali berkembangnya internet periode 90an hingga 2000an platform blog sempat merajai di Indonesia dan dunia. Namun era tersebut sudah berubah ketika konten tulisan beralih ke audio visual seperti foto, video dan Artificial Inteligence (AI).
Tentunya hal ini membuat kecerdasan dan imajinasi pengguna jadi tidak terbatas dengan hadirnya platform-platform berbasis audio visual.Â
Kembali lagi ke pendapat Koh Nurul, ia menyampaikan nge-blog itu tergantung motivasinya, kita berbagi ke dunia maya untuk apa tujuannya?
Pencerahan COO Kompasiana, setiap platform memiliki fungsi dan keunikan masing-masing, untuk flexing di Instagram, konten video di TikTok, micro blogging di Twitter.
Kalau user memiliki sebuah konten yang lebih komprehensif secara ulasan, atau ingin mengutarakan gagasan dan ide atau sekedar catatan harian ini bisa di dokumentasikan di blog.