Merebaknya toko-toko yang menjual peralatan olahraga golf ada sejarahnya. Dahulu para pejabat dan pencuri hati Pak Harto membeli peralatan golf di tempat ini karena terbilang murah. Pak Harto amat menggemari olahraga Golf, itu kenapa dahulu era 80'an dan 90'an golf begitu hits dilakangan pejabat dan pengusaha.
Terdapat juga Rumah Soto Padang H St Mangkuto di Jalan Pintu Air yang amat legendaris, sotonya terbilang premium, untuk harganya dibandrol Rp.40.000,-.
Kaki Kami lalu diarahkan ke ex rumah pengusaha recording Tio Tek Hong yang sudah menjadi Coffee Shop Maru. Yang unik dari Coffee Shop ini tetap membiarkan kondisi rumah seperti dahulu kala, bahkan kondisi cat dibiarkan lusuh. Masih terdapat plat nomor rumah bertuliskan RW 2/3, RT 0015 no 33 dan nama Tio Tek Hong diatasnya.
Daku mencoba minuman berkarbonasi Cap badak di Coffe Shop Maru, yang mengingatkan ku akan nostalgia minuman bersoda jaman SD, dari rasa dan kemasannya yang masih menggunakan botol beling. Harga minuman bersoda ini dipatuk dengan harga Rp.22.000,-.
Kaki Kami pun melangkah menembus Passer Baroe, di sana Kami ditunjukkan toko kelontong yang sudah ada sejak 1873 yaitu Lee Ie Seng.Â
Masih banyak tersedia jajanan pasar jaman dulu di toko kelontong ini. Bahkan sang penerus masih mneyimpan timbangan era kolonial Belanda.
Langkah Kami tak berhenti masuk ke dalam gang kelinci yang sempit. Bau dupa sudah mulai menyeruak ke dalam hidung. Bangunan bergaya khas Tionghoa dengan cat dominan warna merah dan gold terpampang di dalam gang yang sempit. Bangunan ini adalah Vihara Dharma Jaya atau lebih dikenal Klenteng Sin Tek Bio.
Saat kami memusaki Klenteng, terdapat dua patung singa baronsai di depan pintu masuk, yang diantara keduanya terdapat gentong dari tembaga yang didalamnya tertancap dupa.Â