Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 104 x Prestasi Digital Competition (69 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Memburu Hidden Gem Pasar Baru Bersama Disparekraf DKI Jakarta

10 September 2023   15:52 Diperbarui: 12 September 2023   11:26 801
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pasar Baru Jakarta yg terdapat Hidden Gem I Sumber Foto : dokpri

Pagi yang cerah menyambut perjalanan Daku (saya) ke Passer Baroe dan kawasan Weltevreden, salah satu destinasi wisata sejarah dan legendaris di Jakarta. 

Sebelumnya Daku telah mendengar banyak cerita tentang sejarah, alkuiturasi budaya dan keragaman barang yang ditawarkan di pasar ini, dan hari itu, sabtu, 9 September 2023 daku mendapatkan kesempatan untuk menjelajahinya secara langsung.

Bukan tanpa sebab Daku berada di Kawasan yang dulu era kolonial belanda dijuluki Weltevreden (tempat yang memuaskan) ini. Disparekraft DKI Jakarta, Jakarta Tourism dan Himpunan Pramuwisata Indonesia yang membawa Kami kesana. 

Kami ?.... Daku kesana memang tidak sendirian tapi bersama sekitar 20an lebih traveler dari Jabodetabek.

Perjalanan dimulai dari tempat tinggal Daku di Cikeas Udik, Gunung Puteri, Kabupaten Bogor. Daku ke Jakarta menggunakan kendaraan umum melaju menuju shelter trans jakarta Juanda, yang terletak cukup dekat dengan titik kumpul di Pos Bloc. 

Dari sana, Daku melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki, menelusuri jalan-jalan yang lengang berlawanan arah dengan kendaraan yang melintas.

Pos Bloc / Gedung Filateli I Sumber Foto dokpri
Pos Bloc / Gedung Filateli I Sumber Foto dokpri

Sampai di Pos Bloc, Daku terpesona dengan arsitektur klasik bangunannya. Gedung ini terlihat sekali merupakan bangunan peninggalan Belanda, dan bersyukurnya Daku masih bisa menyaksikkan bangunan ini berdiri megah dan terawat.

Bangunan bersejarah ini tampilan depannya memberikan nuansa kuno nan vintage yang memikat dan seolah membawa kita kembali ke masa lalu. 

Ketika Daku masuk kedalam, desain interiornya telah bersolek menjadi ruang kreatif dengan sentuhan modern. Bahkan terdapat berbagai tenant yang menjajakkan dari buku, kuliner, kerajinan tangan, tempat hang out dengan desain yang instagramable.

Desain Art Deco masih terasa di Pos Bloc I Sumber Foto : dokpri
Desain Art Deco masih terasa di Pos Bloc I Sumber Foto : dokpri

Kendati sentuhan modernitas bergitu terasa, bangunan aslinya yang begitu vintage mirip dengan dengan desain art deco seperti stasiun kota secara umum masih dipertahankan. 

Daku melihat lantai marmer sejak zaman kolonial masih dipertahankan. Begitupun pesona seni dari kaca patri yang menghiasi bagian depan gedung tersebut.

Saat berkeliling Pos Bloc, Kami didampingi Indri dari Disparekraft DKI Jakarta dan Ira Latief salah-satu tour guide dari Himpunan Pramuwisata Indonesia.

Kami (10 traveler) direncanakan dari pukul 09.00 wib s/d 12.30 wib menjelajah kawasan yang dahulu dikenal dengan sebutan Weltevreden di era Jakarta masih bernama Batavia.

Saat berada di Pos Bloc, kami mendapatkan cerita bahwa dahulu Pos Bloc merupakan museum filateli atau Gedung filateli. Filateli mengacu pada kegiatan koleksi, apresiasi dan penelitian pada prangko serta produk filateli lainnya.

Gedung ini sebelum dibawah kendali Indonesia bernama Post Telefon en Telegraf yang difungsikan sebagai kantor pos sejak 1860-an era kolonial Belanda.

Kami mendapatkan informasi kenapa warna dari PT.Pos Indonesia berwarna orange dan juga DKI Jakarta identik dengan warna orange ?, hal tersebut karena ada hubungannya dengan Belanda yang khas dengan warna orange ( The Orange) dan saat itu usaha dibidang Pos merupakan bisnis bonafit, bila dibandingkan saat ini bisnis dibidang tambang.

Warga masa kolonial yang berkerja di kantor pos dahulu memiliki pendapatan yang termasuk tinggi, berkelas dijamannya.


Setelah menikmati Pos Bloc, kami diajak berkeliling kawasan Weltevreden yang dimulai dari sisi jalan Kanal Ciliwung yang berhadapan langsung dengan Passer Baroe (Pasar baru) 1820.

Kawasan Pasar Baru, yang didirikan pada awal abad ke-20, memiliki banyak kisah yang tentu diminiati traveler pecinta sejarah dan kuliner.

Kami diajak masuk ke jalan-jalan dan gang-gang disekitar pasar baru termasuk jalan pintu air dan gang kelinci yang terkenal dengan lagunya yang dipopulerkan oleh Lilis Suryani.

Prasasti Kanal Ciliwung I Sumber Foto : dokpri
Prasasti Kanal Ciliwung I Sumber Foto : dokpri

Terdapat sebuah prasasti dari kaca disebelah kanal Ciliwung, disana tertulis Kanal tersebut dibangun 1681 dari arah pintu air Istiqlal menuju postweg dan pasar baru guna mengatur dan membagi debit air Ciliwung yang masuk dari arah utara untuk mengantisipasi banjir di Batavia Lama.

Disebrangnya terdapat restoran legendaris Shantung Restaurant yang sudah direvitalisasi lebih instagramable. Era 80an, apabila warga kelas elite ke Pasar Baru selain belanja barang akan mampir menikmati kuliner Chinese Food halal di restaurant ini.

Kami pun melanjutkan menulusuri jalan disamping Kanal, di sisi jalan berbatasan dengan kanal terdapat Resto n'Cofee Dapur Rempa yang amat dikenal dengan kuliner khas Aceh.

Ira menceritakan bahwa resto ini belum ada 5 tahun, kuliner unggulannya mie Aceh, es Teh Tarik dan Kopi Sanger. Ia berceletuk Anekdot dari kopi sanger itu sama-sama tau (murah), tapi di Jakarta tidak dijual murah sekitar 40 ribuan rupiah. Seperti halnya tempat makanan Aceh terdapat martabak Aceh, dan es timun khas Aceh di sini.

Dipertigaan jalan terdapat bangunan bersejarah yg dahulu Recording Comoany Tio Tek Hong I Sumber Foto : dokpri
Dipertigaan jalan terdapat bangunan bersejarah yg dahulu Recording Comoany Tio Tek Hong I Sumber Foto : dokpri

Di pertigaan ujung jalan sebelah Dapur Rempa terdapat sebuah rumah makan Mie Merah Poetih yang dahulunya merupakan recording company milik Tio Tek Hong. 

Dirinya merupakan salah-satu saudagar etnis Tionghoa pertama yang mempopulerkan dan mendirikan perusahaan rekaman di Passer Baroe yang masih dijual karya seninya dengan menggunakan piringan hitam. 

Banyak artis-artis yang namanya melesat berkat recording compony ini, seperti Miss Tjitjih, Miss Riboet, Miss Roekiah, Miss Dja dan seterusnya

Kemudian kami menyusuri Jalan Pintu Air, di jalan ini kami disambut oleh jejeran Ruko-Ruko etnis India yang menjual peralatan musik dan peralatan olahraga (golf).

Merebaknya toko-toko yang menjual peralatan olahraga golf ada sejarahnya. Dahulu para pejabat dan pencuri hati Pak Harto membeli peralatan golf di tempat ini karena terbilang murah. Pak Harto amat menggemari olahraga Golf, itu kenapa dahulu era 80'an dan 90'an golf begitu hits dilakangan pejabat dan pengusaha.

Soto Padang Mangkuto I Sumber Foto : dokpri
Soto Padang Mangkuto I Sumber Foto : dokpri

Terdapat juga Rumah Soto Padang H St Mangkuto di Jalan Pintu Air yang amat legendaris, sotonya terbilang premium, untuk harganya dibandrol Rp.40.000,-.

Kaki Kami lalu diarahkan ke ex rumah pengusaha recording Tio Tek Hong yang sudah menjadi Coffee Shop Maru. Yang unik dari Coffee Shop ini tetap membiarkan kondisi rumah seperti dahulu kala, bahkan kondisi cat dibiarkan lusuh. Masih terdapat plat nomor rumah bertuliskan RW 2/3, RT 0015 no 33 dan nama Tio Tek Hong diatasnya.

Minuman bersoda yang jadul Cap Badak I Sumber Foto : dokpri
Minuman bersoda yang jadul Cap Badak I Sumber Foto : dokpri

Daku mencoba minuman berkarbonasi Cap badak di Coffe Shop Maru, yang mengingatkan ku akan nostalgia minuman bersoda jaman SD, dari rasa dan kemasannya yang masih menggunakan botol beling. Harga minuman bersoda ini dipatuk dengan harga Rp.22.000,-.

Kaki Kami pun melangkah menembus Passer Baroe, di sana Kami ditunjukkan toko kelontong yang sudah ada sejak 1873 yaitu Lee Ie Seng. 

Masih banyak tersedia jajanan pasar jaman dulu di toko kelontong ini. Bahkan sang penerus masih mneyimpan timbangan era kolonial Belanda.

Langkah Kami tak berhenti masuk ke dalam gang kelinci yang sempit. Bau dupa sudah mulai menyeruak ke dalam hidung. Bangunan bergaya khas Tionghoa dengan cat dominan warna merah dan gold terpampang di dalam gang yang sempit. Bangunan ini adalah Vihara Dharma Jaya atau lebih dikenal Klenteng Sin Tek Bio.

Pintu masuk Klenteng Sin Tek Bio I Sumber Foto : dokpri
Pintu masuk Klenteng Sin Tek Bio I Sumber Foto : dokpri

Saat kami memusaki Klenteng, terdapat dua patung singa baronsai di depan pintu masuk, yang diantara keduanya terdapat gentong dari tembaga yang didalamnya tertancap dupa. 

Entah kenapa, Daku lebih memilih diluar bangunan. Seperti ada bisikan ini merupakan rumah ibadah jaga kehormatannya.

Berlanjut menembus gang sempit, sebelum keluar gang belakang Kongsi terdapat penjual cakwe dan kue bantal Koh Atek. 

Warung Koh Atek yg menjual Cakwe dan Kue Bantal I Sumber Foto : dokpri
Warung Koh Atek yg menjual Cakwe dan Kue Bantal I Sumber Foto : dokpri

Jajanan ini amat legendaris, tak lengkap bila ke Passer Baroe tidak membeli jajanan ini. Adonan cakwe dan kue bantal di goreng pada sebuah wajan (wok) berisi minyak kelapa yang berlimpah. Jajanan ini dijual seharga Rp 6 ribu per kue/cakwe dengan rasa yang maknyus.

Keluar dari gang, sebelah kiri, terdapat Bakmi Gang Kelinci yang sudah begitu tersohor. Rasanya akan terasa kurang, bila pengunjung Pasar Baru belum mencicipi bakmi ini. Restoran ini sudah berdiri sejak tahun 1957 yang menyajikan bakmi Tiongkok yang ajib tenan.

Daku mengakui, kuliner di Pasar Baru benar-benar menggoda, dan Kami dapat menemukan berbagai macam makanan dari berbagai daerah di lokasi ini. Termasuk Daku mencicipi jajanan yang belum ditemui di tempat lain yaitu Es Sari Salju di Pasar Baru Metro Atom.

Kami juga diajak berkeliling melihat Gereja PNIEL, Galeri Jurnalistik Antara dan berbagai toko-toko Pasar Baru yang menjual barang-barang antik, sepatu, tekstil, dan busana. 

Memang sejak dulu, Pasar Baru dikenal sebagai pusat perbelanjaan tekstil dan busana, dengan harga yang bersaing berkonsep open mall / mall yang terbuka.

Tim 2 Walking Tour Pasar Baru bersama Disparekraft DKI Jakarta I Sumber Foto : Indri - Disparekraft DKI Jakarta
Tim 2 Walking Tour Pasar Baru bersama Disparekraft DKI Jakarta I Sumber Foto : Indri - Disparekraft DKI Jakarta

Setelah beberapa jam menjelajahi Pasar Baru bersama 20an traveler lainnya, Daku merasa puas dengan pengalaman ini. Daku merasa telah menemukan hidden gem dan sepotong Jakarta yang kaya akan warisan budaya dan sejarahnya. 

Perjalanan Daku sebagai pecinta sejarah ke Pasar Baru telah memberikan pengalaman yang tak terlupa, dan Daku pasti akan kembali lagi suatu hari nanti untuk mengeksplorasi lebih lanjut keajaiban lokasi ini....

Terima kasih Disparekraft DKI jakarta

**

Salam hangat, Blogger Udik dari Cikeas,

Bro Agan aka Andri Mastiyanto

Threads @andrie_gan I Tiktok @andriegan I Twitter @andriegan I Instagram @andrie_gan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun