Wisata gastronomi juga dapat melibatkan kegiatan edukasi mengenai sejarah, bagaimana usaha kuliner dijalankan, dan ikut terlibat dalam menyiapkan bahan, mengolah dan menyajikan kuliner.
Itu yang Daku rasakan saat menjejak di teras rumah Bah Sipit dan kedai kopi yang sudah ada sejak 1925 di Jalan Empang no 27, Bogor.
Sabtu itu, seorang perempuan berwajah oriental berambut pendek menyambut kami. Ia mengenakan pakaian bermotif broken white dengan menggunakan bawahan seperti celemak.
Perempuan ini memperkenalkan diri bernama Nancy Yusuf Wahyuni yang merupakan cucu dari Bah Sipit. Ia yang saat ini bertanggung jawab mengelola Kedai Kopi Bah Sipit.
Nancy bercerita, Bah Sipit mulai berdagang sejak 1925 tapi awalnya tidak mengkhususkan menjual Kopi, tapi juga kebutuhan pokok dan barang kelontong. Dengan berjalannya waktu, Kopi menjadi dagangan unggulan di tokonya.
Bah Sipit merupakan panggilan dari orang-orang dilingkungannya, nama aslinya Yoe Hong Keng. Nama warung atau toko ini akhirnya menggunakan nama panggilannya.
Lingkungan di mana kedai kopi ini berada ditinggali warga keturunan arab yang amat menyukai minum kopi. Itu kenapa kedai kopi yang dulunya toko ini masih mampu bertahan hingga saat ini.
Bah Sipit memulai bisnis pengolahan kopi bubuk menggunakan merk "Kopi Bubuk Bah Sipit" dengan cap kacamata sebagai logo. Bukan sebuah kebetulan bah Sipit berkacamata.
Mompreneur ini mengkisahkan bahwa 2 (dua) tahun lalu bisa saja Kedai Kopi Bah Sipit ditutup. Waktu itu Nancy sudah memiliki pekerjaan dan tinggal di tangerang sedangkan saudara kandungnya menetap diluar negeri.
Legacy, yang membuat Kedai Kopi Bah Sipit tetap bertahan, mungkin bukan karena legacy keluarga bisa jadi kedai kopi ini tidak dipertahankan. Usaha ini peninggalan keluarga yang membanggakan karena diapresiasi sebagai kopi legendaris.