Mohon tunggu...
Andri Mastiyanto
Andri Mastiyanto Mohon Tunggu... Tenaga Kesehatan - Penyuluh Kesehatan

Kompasianer Of the Year 2022, 105 x Prestasi Digital Competition (70 writing competition, 25 Instagram Competition, 9 Twitter Competition, 1 Short Video Competition), Blogger terpilih Writingthon 2020, Best Story Telling Danone Blogger Academy 2, Best Member Backpacker Jakarta 2014, ASN, Email : mastiyan@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sesuatu yang Ditemukan Ketika Orang Udik Pulang Mudik

5 Juli 2017   21:11 Diperbarui: 12 Juli 2017   21:59 918
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Deskripsi : Bentuk rumah tempoe doloe yang masih banyak kita temui di Klaten I Sumber Foto : Andri M

Ketika berkenalan atau berkumpul dengan orang baru / teman-teman pasti ada partanyaan mengenai identitas, domisili, pekerjaan, dll. Yaks, pertanyaan itu salah-satunya pastinya dimana daku tinggal. Sebetulnya rada berat menyebutkan karena bagi teman-teman yang hidup dikota besar akan membuat mereka senyum-senyum. Daku hanya bisa menjawab sambil garuk-garuk kepala dengan menyebutkan "Tinggal di Cikeas Udik".

Itu dia Cikeas Udik, sebuah nama daerah yang begitu familier tetapi tanpa embel-embel Udik dibelakangnya. Cikeas merupakan tempat tinggal dari Presiden ke 6 Indonesia yakni Bapak Susilo Bambang Yudoyono (SBY). Tetapi Cikeas yang daku tinggali berada 3 (tiga) kilometer dari tempat tinggal mantan Presiden Indonesia tersebut. Beliau tinggal di Cikeas Nagrak sedangkan daku tinggal di Cikeas Udik.

Ketua komunitas Kompasianers Penggila Kuliner, mas Rahab Garendra agak berbeda dengan yang lain ketika memanggil daku. Ia selalu memanggil daku dengan sebutan "Udik". Ya jadilah daku "Orang Udik". Untung daku tidak tinggal di Kampung Utan bisa dipanggil "Orang Utan".....hua...hua......, Mau bagaimana lagi harus terima nasib karena tinggal di Udik. Sebutan Cikeas Udik sepertinya masih pantas, karena didaerah ini masih banyak masyarakat yang berladang, seperti Lengkuas, Sereh, Jagung dan Singkong.

Deskripsi : Orang Udik ngerasain Kereta Executif Argo Dwipangga I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Orang Udik ngerasain Kereta Executif Argo Dwipangga I Sumber Foto : Andri M
Ada yang special bagi orang Udik ini yakni bisa pulang mudik. Tapi mudik kali ini bukan ke kampung halaman tetapi ke kampung orang tua dulu dilahirkan dan dibesarkan yakni di Pare, Klaten, Delanggu, Solo, Jawa Tengah. Kampung halaman orang udik ini sejatinya, Pondok-Pinang, Keb-Lama, Jakarta Selatan. Disanalah orang udik ini dilahirkan dan dibesarkan. Momen ini memberi pengetahuan baru bagi orang udik ini ketika safari lebaran Solo-Jogja-Bolali-Pare-Klaten.

Para Pendatang Bikin Macet

Setibanya orang udik di Stasiun Solo Balapan (27/6/2017) pukul 17.00 WIB, orang udik dijemput oleh sepupu  "Mbak Amin" menuju rumahnya. Orang udik ini merasakan atmosfir yang berbeda dibandingkan di Jakarta yakni berasa 'tentrem' kalau orang jawa bilang. Entah kenapa disaat pulang mudik ini malamnya diberi hujan yang deras sehingga paginya terasa sejuk dan suasana makin membuat adem ayem.

Pukul 07.00 WIB (28/6/2017) orang udik ini ditawarkan oleh suami dari mbak Amin untuk menongok keluarga yang ada di Jogjakarta. Mas Warno namanya, ia seorang tentara yang bertugas di Solo. Ibu orang udik ini pun terasa bahagia lalu menyampaikan  untuk beres-beres. Perjalanan safari lebaran pun dimulai. Kami berangkat pukul 09.00 WIB menggunakan kendaraan roda empat milik mas Warno.

Tak diduga dari perkiraan mas Warno yang menurut perhitungan dirinya bahwa lama perjalanan antara Solo - Jogjakarta dapat ditempuh dalam kurun waktu 1 1/2 jam  ternyata molor sampai dengan 5 jam. Mungkin bagi orang yang tinggal, kerja atau beraktifitas di Jakarta kemacetan merupakan hal yang biasa tetapi bagi orang Solo seperti mas Warno ini membuat dirinya kesal.

Para pendatang yang sedang mudik lah menjadi penyebab. Antrian kendaraan di lampu merah ternyata banyak ditemui merupakan kendaraan ber plat selain AD dan AB. Pada saat itu pula bersamaan Presiden Amerika Barack Obama juga mudik mengunjungi Candi Prambanan. Lengkap sudah penderitaan, para pendatang yang ingin mengunjungi Prambanan terjebak macet di jalan akses menuju Jogjakarta.

Suasana & Bangunan Arsitektur Lampau Masih Banyak Ditemui.

Ketika berada di rumah Sepupu di Solo yang berada di komplek Angkatan Bersenjata, suasananya begitu tentrem. Salah satunya bentuk bangunan terasa tempoe doloe dengan pepohonan yang berada didepan rumah. Jalan perumahan yang lebar dan sedikit kendaraan roda empat yang lalu lalang membuat rasa mudik ini begitu terasa. Orang dewasa dan anak-anak yang menggunakan sepeda dan jalan kaki terlihat dalam pandangan berkali-kali.

Deskripsi : Pemandangan depan rumah sepupu yang terasa vintage dan sejuk I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Pemandangan depan rumah sepupu yang terasa vintage dan sejuk I Sumber Foto : Andri M
Apa yang orang udik ini lihat merupakan suasana yang jarang ditemui di Kota Jabodetabek dan bahkan di komplek yang berada di Cikeas Udik. Orang-orang kota untuk pergi ke warung yang berjarak 50 meter saja menggunakan kendaraan roda dua bermesin. Malas untuk jalan kaki bahkan mengenjot sepeda. 

Pada saat orang udik di Bolali-Klaten dan Wirogunan-Jogjakarta, orang udik menemukan bangunan-bangunan rumah yang masih menggunakan model rumah tempo doloe. Dengan genteng, gebyok, dinding kayu dan rumah yang berteras. Ini yang membuat orang udik seperti menggunakan mesin waktu kembali ke masa lalu.

Deskripsi : Rumah yang terlihat tua I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Rumah yang terlihat tua I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Bentuk rumah tempoe doloe yang masih banyak kita temui di Klaten I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Bentuk rumah tempoe doloe yang masih banyak kita temui di Klaten I Sumber Foto : Andri M
Orang udik amat jarang menemui rumah - rumah dengan design masa kini dimana rumah tanpa atap genteng, bercorak beragam dan warna-warna yang menyala. Ketika berada di rumah bude warti di Bolali, perubahan pada rumah hanyalah lantai saja yang sudah diganti dengan ubin bermotif sama seperti rumah-rumah disekitarnya.

Anak Baru Gede Melampaui Umurnya

Orang udik ingat betul sewaktu masih di usia belasan ketika berada di Bolali, Klaten tempat tinggal sepupu orang udik ini, yaitu mas Wied. Dia lah yang saat ini bagaikan kakak sendiri, karena pernah tinggal bersama keluarga kami dari semenjak orang udik ini dibangku SMP sampai dengan lulus perguruan tinggi. 

Pada masa itu, saat orang udik pulang mudik para sepupu yang masih seusia telah membantu orang tuanya di sawah. Kira-kira usia mereka masih belasan tahun. Ketika mesin waktu membawa orang udik ini kembali ke masa kini saat pulang mudik di tahun 2017 ternyata para ponakan yang berada di Solo juga membantu orang tuanya. Yang masih SMP menjadi juru masak & pelayan resto milik sepupu'nya, sedangkan yang telah lulus SMA menjadi administrasi di sebuah hotel ternama di SOLO.

Muka-muka mereka terlihat lebih tua. Bagaimana mereka berbicara dan berprilaku melewati umurnya bila dibandingkan dengan anak baru gede di kota Jakarta. Ponakan orang udik yang di Jakarta masih terlihat sangat manja dengan orang tuanya sedangkan mereka yang didaerah lebih terlihat matang dan mandiri.

Mereka berkerja bukan karena orang tuanya tidak mampu membiayai kehidupannya. Tetapi lebih pada culture disana dimana anak di usia Sekolah Menegah Pertama (SMP) sudah bisa mendapatkan tanggung jawab lebih. 

Krisis Penerus Para Petani.

Orang udik bersama sepupu 'mas Jaiz', dan Ibu berjalan menuju makam mbah putri. Lokasi makam mbah putri berada di Bolali, Klaten. Dalam perjalan itu orang udik berbincang dengan mas Jaiz menyangkut sepinya desa Bolali. Ketika berada disana bagaikan disebuah desa dimana amat jarang terlihat penduduknya berada di luar rumah.

Sunyi, senyap, tetapi sejuk. Orang-orang yang hadir terlihat sepertinya bukan penduduk desa tersebut. Sebetulnya termasuk salah-satunya orang udik ini. Sejatinya para manusia yang berada disaat bersamaan dengan orang udik disana ialah para penghuni desa yang diperantauan. Mereka meninggalkan desa demi mendapatkan rezeki di tempat lain.

Contohnya ya keluarga dari bude Warti sendiri dari lima orang anak laki-lakinya, empat orang sudah tidak berada di desa Bolali. Mereka mencari sesuap nasi dan segenggam berlian di tempat lain. Menurut mas Jaiz trend para anak muda di sana dalam mencari rezeki lebih memilih berkerja di pabrik atau merantau seperti dirinya. Pekerjaan menjadi petani disana hanya sebatas masa teenegers / belia.

Apa yang daku potret di desa Bolali, sama seperti yang daku lihat di desa Pare, Klaten. Desa ini terlihat begitu sepi tidak seperti hiruk-pikuk di Jabodetabek tempat dimana orang udik ini beraktifitas. Itu bisa daku lihat ketika sholat di Masjid Pare yang didirikan oleh mbah buyut "Haji Abdul Salam". Amat jarang orang udik temui anak muda, sebagian jamaah sudah berumur. Orang udik merasa paling ganteng sendiri...he...he....

Deskripsi : Pemandangan Padi yang menguning I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Pemandangan Padi yang menguning I Sumber Foto : Andri M
Salah seorang ponakan yang orang udik panggil 'Mondol' menyampaikan bahwa pada saat musim tanam, para pemilik lahan menyewa buruh tani dari luar desa untuk menanam bibit padi.....Waduh.... itu kata yang ada di otak orang udik ini. Seperti ada tulisan di atas kepala "Itu kalau para petani ini berpulang, siapa yang gantiin !!!!!....".

Pantes saja IPB saat ini diguyonkan "Institut Perbankan Bogor", karena dari bahan obrolan di warteg, para mahasiswa pertanian aja sekarang lebih memilih berkerja di Bank udah nggak ke sawah ....wuih.....

----oo000oo----------

Deskripsi : Buku Backpacker in love menemani selama perjalanan I Sumber Foto : Andri M
Deskripsi : Buku Backpacker in love menemani selama perjalanan I Sumber Foto : Andri M
Banyak hal yang didapatkan orang udik ini pada saat mudik. Ternyata travelling yang dibilang mudik ini menyenangkan.

Salam Hangat Blogger Udik - Andri Mastiyanto

Blog | twitter | Instagram | email

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun