Mohon tunggu...
Rakelly Adisti
Rakelly Adisti Mohon Tunggu... Lainnya - @rakellyadst

Cuma mahasiswa yang hobi baca.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Dari Saya: antara Luka dan Rasa

28 Juli 2021   07:53 Diperbarui: 28 Juli 2021   13:43 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dinginnya malam yang kian mencekam membuatku menarik selimut tebal. Suara jarum jam menemani malam yang semakin sunyi. Namun, kalimat yang terlontar dari mulutmu mengganggu pikiranku. Hingga tengah malam masih terjaga.

Bagaimana tidak, kalimat-kalimat yang keluar dari mulutmu membuatku yakin akan perasaan yang sama. Kamu bercerita semua kehidupanmu padaku. Bagaimana menghadapi dunia yang keras ini.

"Dunia ini keras jangan berjuang sendirian."

"Mari kita lalui ini bersama-sama." Katamu waktu itu.

Pada waktu itu aku yakin bahwa kamu adalah orang yang selalu ada disampingku. Kamu juga mengatakan setiap orang memiliki masalah hidup yang berbeda-beda. Dan aku baru menyadari masalah hidupku adalah dekat denganmu, menaruh harapan padamu yang kenyataannya kamu adalah sahabatku.

Waktu sudah menunjukkan pukul 1 pagi. Ternyata kalimat-kalimat yang kamu lontarkan waktu itu cukup membuang waktuku untuk beristirahat hingga akhirnya berganti hari.

***

Sejak pandemi semua aktivitas seperti sekolah bergantung pada gadget dan koneksi internet yang stabil. Tidak bertemu dengan orang lain termasuk teman dan sahabat. Namun, ternyata aku salah sejak pandemi ini dimulai orang-orang menjadi lebih sering bertanya kabar dan mengingatkan untuk menjaga kesehatan. Memang tidak banyak yang selalu mengirimku pesan. Namun kamu salah satunya.

"Jangan sering-sering bergadang, saat ini kondisi kesehatan yang utama." Pesanmu waktu itu tepat pukul tujuh pagi.

Bodohnya aku tersenyum ketika melihat pesan itu, dan segera membalasnya.

"So tau sekali anda" Jawabku saat itu sambil tersenyum memandang layar hp.

"Nebak sih, tapi pasti bergadang." Balasnya selang dari satu menit.

Tidak bisa dipungkiri memang aku bergadang hingga larut malam mengerjakan beberapa laporan praktikum yang tentunya menguras waktu. Namun aku tidak mau mengatakan bahwa keadaanya memang begitu.

"Untuk kali ini tebakanmu salah, silahkan di coba lagi." Balasku cepat.

"Baiklah, akan ku gosok ale-ale lagi." Jawabmu yang membuat aku senyum di pagi hari.

Ternyata, satu notifikasi darimu sangat mempengaruhi suasana hatiku. Aku saat itu tidak berpikir bahwa pada akhirnya akan begini. Jadi, aku lanjutkan semua percakapan itu tanpa tahu bahwa rasa yang paling berbahaya adalah ketika kita merasa nyaman pada orang yang salah.

***

Menyemangati satu sama lain bukanlah hal yang salah bukan dari seorang sahabat? Namun, kita tidak tahu apakah perasaan akan tetap sama seperti sahabat atau bahkan lebih.

Malam itu pukul sembilan malam aku bercerita kepada sahabatku panggil saja dia Kinara tentang perasaan yang timbul namun asing bagiku.

Katanya, cowo sama cewe sahabatan akan ada salah satu yang menaruh harapan.

Tanpa sadar aku mengerutkan keningku ketika membaca balasan pesan dari Kinara. Salah satu? Kata itu seperti mengganjal dalam benaku.

"Salah satu?" Tanyaku padanya.

"Yoi, katanya disebut friendzone. Ngeri emang kalo suka sama sahabat sendiri." Balas Kinara.

Aku termenung, namun ternyata memang ini kesalahanku. Menaruh harapan yang memang sepatutnya tidak pantas untuk diharapkan.

"Ngeri sih, tapi kita juga engga bisa milih mau suka sama siapa." Balasku  selang 5 menit yang padahal aku diam di room chatnya yang tandanya aku online sembari memikirkan apa yang sudah terjadi padaku saat ini.

***

Hari demi hari pesanmu tidak kunjung datang lagi. Memang ini salahku yang selalu membalasnya singkat. Namun, aku melakukan itu bukan tanpa alasan. Aku sadar hubunganku dengannya hanya sebatas sahabat tidak lebih. Aku sadar telah menaruh harapan pada orang yang sepatutnya tidak perlu diharapkan.

Mungkin, tidak sedikit yang mengalami hal yang sama sepertiku. Banyak di luar sana yang menyimpan luka dan rasa secara bersamaan pada orang terdekat namun tidak dapat digapai.

Pada akhirnya, kita hanya perlu mengikhlaskan, merelakan dan menyimpan rasa ini sebaik mungkin. Tidak perlu dipaksakan untuk segera hilang, karena dengan waktu semua akan hilang tanpa dipinta.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun