Mohon tunggu...
Raja Syeh Anugrah
Raja Syeh Anugrah Mohon Tunggu... Freelancer - Langkah Pelana

Petualang, Perenung, Periang; Menjadi Manusia Seutuhnya.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Jalan Terjal Perkaderan; Peluang Dan Tantangan

29 September 2023   13:10 Diperbarui: 29 September 2023   13:23 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

             Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang diprakarsai oleh Lafran Pane beserta 14 mahasiswa lainnya pada 5 Februari 1947. Atau bertepatan tanggal 14 Rabiul Awal 1366 H di Sekolah Tinggi Islam (STI) yang sekarang Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta. Mengguratkan tujuan mulia berlandaskan aspek Keindonesiaan dan Keislaman; 1). Mempertegak dan mengembangkan agama Islam; 2). Mempertinggi derajat rakyat dan Negara Republik Indonesia (Muniruddin, 2017).

Dasar tujuan tersebut kemudian bertransformasi menjadi; "Terbinanya insan akademis, pencipta, pengabdi yang belandaskan Islam dan bertanggungjawab atas terwujudnya masyarakat adil makmur yang diridhoi Allah SWT,"--dalam kongres ke-X di Palembang, 1971. Yang kini tengah menghadapi jalan terjal keorganisasian menyoal problematika, membaca peluang dan menjawab tantangan zaman.

Agussalim Sitompul bahkan menggambarkan jauh sebelum 2023 ini datang. Kunci kekuatan HMI sebagai organisasi perkaderan yang menciptakan kader-kader berkualitas telah rapuh dan memudar. Dalam konteks hari ini, tak lain HMI sering diperdaya untuk mobilisasi massa politik praktis. Hal ini sungguh ironi melihat bagaimana mulianya Lafran Pane mengukuhkan HMI sebagai organisasi yang berasaskan Islam sesuai pasal (3) anggaran dasar.

Diperparah lagi oleh menurunnya indeks minat mahasiswa dalam berorganasisi. Yang memang dialami hampir oleh seluruh organisasi mahasiswa internal maupun eksternal. Penyebab utama bisa ditarik dari merembaknya pandemi tahun 2020-2022 yang memangkas dua generasi. Kemudian diasumsikan adanya Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM), di mana mahasiswa lebih menaruh minat dalam pengembangan praktis dan insentif.

Tapi tidak menutup kemungkinan juga mandeknya roda gerak perkaderan di organisasi HMI itu sendiri yang dikerucutkan dalam lingkup komisariat. Melihat dari data, pengalaman dan informasi yang mesti ditindaklanjuti. Mulai dari evaluasi pengelolaan manajemen, pemanfaatan peluang, pembacaan tantangan hingga konklusi gerakan yang mesti diambil dalam kondisi zaman yang berbeda ini. Agar tujuan mulia HMI bisa memaksimalkan tumbuh-kembang kaderisasi.

Membaca Peluang

            Dataindonesia.id merilis jumlah mahasiswa di seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia pertahun 2022 sebanyak 9,32 juta jiwa. Jumlah ini menegasikan masih adanya entitas kaum terdidik di negeri ini. Meskipun sangat sedikit sekali presentasenya ketimbang jumlah rakyat Indonesia secara keseluruhan yang berjumlah 278,69 juta jiwa berdasarkan perhitungan data BPS (Badan Pusat Statistik, 2023).

Belum lagi berbicara kualitas yang masih menjadi persoalan dari segi pertumbuhan pendidikan Indonesia. Tetapi pembahasan esai ini sedang tidak menyoroti kualitas pendidikan, melainkan bagaimana seharusnya mahasiswa tersebut plus kader HMI mampu membaca peluang agar bisa mengoptimalisasikan kapabiltas ia menuju kualitas insan cita.

Menggunakan analisis SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, dan Threats) yang dikemukakan oleh Rangkuti (2013), membaca peluang adalah bagaimana kader mampu mempertimbangkan kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman. Analisis ini sangat penting agar kader mampu memetakan, memplot, meng-aksikan dan memformulasikan gagasannya dalam lingkup organisasi yang tengah ia jalani.

Hal ini pun berguna dalam mengukur dan meminimalisir rencana-rencana yang tak terduga. Adapun dalam pelaksanaan analisis SWOT ini, kader diharapkan mampu menanggulangi ketika mulai menurunnya girah semangat berorganisasi, permasalahan internal yang tidak terselesaikan, manajemen keorganisasian yang memburuk dan ketidakmampuan pengurus untuk mengurus organisasinya sendiri.

Misalnya untuk acuan kekuatan (strenghths), sekiranya kader atau pelaksana dalam agenda organisasi bisa memastikan tingkat kekuatan yang ada. Pembacaan terhadap kekuatan adalah untuk memastikan sejauh mana dan semilitansi apa kader dalam mengeksekusi setiap agenda komisariat. Atau mengorganisir massa dalam lingkup internal maupun eksternal, kemudian mengonsistensikan menjadi sebuah aksi perubahan. Lalu menimbang dengan kelemahan (weaknesses) dari strategi itu sendiri yang sudah dibuat dan dipertimbangkan secara matang.

Dari sana lalu mulai menganalisis peluang (opportunities) agar pemetaan yang sudah dibuat itu setidaknya goals 90% tingkat keakuratannya. Sehingga bisa mengantisipasi kira-kira ancaman (threats) yang ada hendak disikapi seperti apa, serta bagaimana kebijakan dalam mengambil langkah keputusan. Dan agaknya, ini menjadi nilai idealitas dambaan, yang sudah sama sekali tidak tercermin dalam jalannya roda perkaderan secara umum setingkat cabang dan secara spesifik lingkup komisariat.

Maka itu, momentum bonus demografi 2030 dan puncaknya di 2045 nanti. Akankah menjadi dua mata pisau, yakni bermanfaat bagi masyarakat Indonesia atau malah menjadi bumerang yang merugikan masyarakat Indonesia. Hal ini tentu bisa terbaca oleh setiap kader, terutama dalam mempersiapkan kematangan terjun ke berbagai ranah. Mulai lingkup masyarakat, komisariat maupun perguruan tinggi yang identik dengan ruang-ruang perkuliahan. Karena akan menjadi khazanah dinamika dalam meningkatkan kualitas--soft skill maupun hard skill.

Membaca Tantangan

            Seperdelapan abad HMI mengulang-tahun di 2023, dan tujuh tahun menuju puncak awal bonus demografi 2030. Ketua Umum PB HMI (2021-2023) Raihan Ariatama di masa kepengurusannya, melahirkan sebuah misi agar HMI mampu menyongsong menjadi HMI emas di 2047. Hal ini tentu menjadi kabar baik, harapan masyarakat cita, dan kesesuaian dengan narasi Indonesia emas 2045.

Namun narasi tersebut perlu ditilik kembali, sekiranya poin-poin apa saja yang menjadi tantangan utama kader HMI dalam menjalani pergulatan akademik, politik dan gerakan sosial di Indonesia. Jika merujuk ke data Bappenas (2019) terdapat empat pilar tantangan yang menjadi perhatian, antara lain; a). pengembangan manusia dan penguasaan sains dan teknologi; b). pembangunan ekonomi berkelanjutan; c). pengembangan yang berkeadilan, dan; d). ketahanan dan pemerintahan nasional.

Melihat poin di atas lalu meninjau ulang kesiapan kader terutama komisariat, tentunya masih belum berimbang dalam kapabilitas, mentalitas dan kualitas. Hal ini tercermin secara subjektif, notabene mahasiswa/i di komisariat penulis masih belum memiliki cara berpikir terbuka. Atau dalam jenjang taraf berpikir ala Socrates (w. 470-399 SM), pertama membicarakan ide, kedua peristiwa-peristiwa, dan ketiga orang. Hanya sebagian yang membicarakan ide, kebanyakan peristiwa dan orang.

Hal ini masih menjadi ironi disamping tantangan Indonesia yang begitu pelik. Kendati demikian, upaya-upaya yang dilakukan seperti pelaksanaan diskusi rutin, mewadahi pengembangan potensi, memberi ruang dan memberikan akses asah skil kader menjadi prioritas agar kader pun mendapatkan nilai dalam proses organisasinya di HMI. Hal ini bisa berjalan maksimal, tentunya bersandarkan komitmen kader itu sendiri agar pasal (6) HMI sebagai organisasi mahasiswa berjalan sesuai adanya.

Bergeser ke dalam pedoman perkaderan poin ruang lingkup. Terdapat tiga acuan utama; pembentukan integritas watak dan kepribadian, pengembangan kualitas ilmu pengetahuan, dan pengembangan kualitas keahlian dengan output menjadikan kader sebagai muslim intelegensia. Ketiga poin itu, hendaknya mampu mewujud dalam peran HMI sebagai organisasi perjuangan yang melahirkan gerakan sosial.

Membangun gerakan sosial bagi kader HMI adalah jawaban dari proses kader HMI dalam membaca tantangan agar kader mampu mandiri dan berdiri di atas kakinya sendiri. Menjadi muslim intelektual dan profesional, agar tidak bergantung atau takut dalam menentukan arah tujuan ke depan harus menjadi apa dan siapa. Lalu diperkuat pula oleh yang namanya ilmu pengetahuan atau berdiri di atas tonggak keilmuan.

Konklusi Gerakan

            Kunci utama simpul-ikat dari gerakan maupun gebrakan roda perkaderan era saat ini, tak lain ialah meng-inklusifkan organisasi dan kader dengan cara membuka selebar-lebarnya pintu kolaborasi. Kolaborasi menjadi penting disamping tingginya pertumbuhan lembaga, komunitas maupun organisasi sosial yang bergerak dalam bidang pendidikan dan pengabdian. Suatu organisasi di masa keterbukaan ini tidak bisa berjalan sendirian karena satu sama lain saling membutuhkan.

Kebutuhan-kebutuhan organisasi terlebih HMI dalam lingkup komisariat agar terpenuhi dan berjalan dengan baik tak terlepas dari pola manajemen. George R. Terry dalam Melayu S.P. Hasibuan (1994: 3), memberi penjelasan bahwa manajemen adalah proses khas yang berisikan tindakan berupa pengorganisasian, perencanaan, menggerakan dan pengendalian yang dilakukan untuk mencapai sasaran-sasaran yang telah ditentukan berbasis sumber daya manusia dan sumber lainnya.

Sumber daya manusia inilah basis materi yang akan menjadikan individu-individu untuk menjaga ritme keberlangsungan organisasi sesuai tujuan yang dirancang secara matang. Pun dalam pelaksaan masih terdapat kendala teknis, sumber daya manusia yang terjamin kualitasnya akan secara spontan mengantongi opsi perencanaan yang tidak mutlak pada satu opsi saja. Ada opsi-opsi lain yang bisa digunakan sebab manajemen organisasi sudah ada pola menjalankannya.

Gerakan yang sudah masuk ke tahap konklusi artinya telah berhasil membaca peluang dan tantangan agar kader tidak kaku dan ragu mengambil suatu keputusan. Keseringan yang terjadi adalah rasa minder dan tidak percaya diri atas keputusan dan tindakan yang diambil. Dan ini tanpa dipungkiri akan menghambat langkah produktifitas diri kader maupun organisasi ke depan diakibatkan keyakinan yang masih lemah terhadap kemampuan.

Termasuk dalam hal manajemen di mana kader bisa membangkitkan rasa saling percaya sesama kader lainnya guna menghindari kesalahpahaman antar-kader. Oleh sebab itu, agar jalan terjal perkaderan yang makin meloyo ini tidak semakin krusial menuju babak kemandekan. Apa yang dikatakan Tan Malaka, terbentur, terbentur, terbentur lalu terbentuk menjadi relevan ketika kader menjadi dewasa oleh pelbagai medan perjuangan, tantangan dan benturan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun