Bahkan, entah memang dari skenarionya atau memang improvisasi Anya, banyak dialog yang dicampur dengan bahasa Indonesia tapi bukan merupakan "common sense" yang biasa dituturkan oleh masyarakat Sunda.
Jika mengembalikan penilaian pada teori penjelmaan, menurut hemat saya jelas Michelle Ziudith lebih berhasil menjelmakan karakternya dibanding Anya.
Kalaupun Michelle Ziudith dirasa kurang, masih banyak pemeran utama wanita yang juga deserved masuk ke nominasi. Semisal Sha Ine Febriyanti (Budi Pekerti), Faradina Mufti (Siksa Kubur), Putri Marino (The Architecture of Love), atau Aisha Nurra Datau (Dua Hati Biru).
Tapi ya tentunya, tidak ada keputusan yang bisa memuaskan semua pihak. Apalagi ketika berbicara soal film. Bagaimanapun juga selain bekal objektif, ada peran subjektivitas manusia sebagai penilainya.
Menurut kamu gimana?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H