Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Best International Feature Film Oscar 2024 dan Kegagalan Indonesia

10 Maret 2024   09:41 Diperbarui: 10 Maret 2024   19:30 1015
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jonathan Glazer (berkacak pinggang) saat di lokasi syuting The Zone of Interest/doc. Screen Daily

Selanjutnya film-film seperti Tjoet Nja' Dhien, Daun di Atas Bantal, Biola Tak Berdawai, Gie, Sang Penari, Soekarno, Surat dari Praha, Kucumbu Tubuh Indahku, Perempuan Tanah Jahanam, dan Ngeri-Ngeri Sedap pernah menjadi wakil Indonesia untuk Oscar.

Terbaru adalah Autobiography karya Makbul Mubarak yang dikirim Indonesia sebagai perwakilan Best International Feature Film Oscar 2024.

Sayangnya, sejak pengiriman pertama kali, Indonesia belum beruntung masuk nominasi. Jangankan nominasi, shortlist pun tidak.

Ada banyak faktor yang membuat Indonesia belum berkibar di Best International Feature Film Oscar layaknya negara-negara Asia lainnya seperti Iran, India, Jepang, dan Korea Selatan.

Salah satunya adalah promo dan publikasi. Setelah komite Oscar Indonesia memutuskan film yang terpilih sebagai wakil, selanjutnya produser film tersebut seakan gerak sendiri. Negara belum sepenuhnya hadir untuk mendukung serangkaian kegiatan agar film tersebut di-notice oleh member Academy Award sebagai juri.

Semisal yang dilakukan Netflix untuk promosi film Roma. Menurut The New York Times, promosi film Roma untuk Oscar mencapai 350 miliar rupiah, yang mana biaya produksi filmnya menghabiskan dana di bawah itu yakni sekitar 250 miliar rupiah.

Dana tersebut digunakan untuk aneka macam kegiatan promosi dan publikasi. Semacam pemutaran film, kampanye iklan, diskusi & talk show televisi, dan kegiatan lainnya dengan tujuan para juri ngeh akan keberadaan film tersebut. Barulah setelah itu bicara soal kekuatan konten.

Ya, jalan menuju Oscar memang mahal. Tapi kalau nggak direncanakan dan disusun dengan baik, dan langkah kita hanya terhenti di sebatas pengumuman saja, maka seperti yang pernah dikatakan Reza Rahadian, rutinitas kita mengirim wakil ke Oscar hanya sekadar 'menjaga hubungan baik'.

Menutup tulisan ini, saya punya usulan sebaiknya Indonesia mengirimkan genre lain untuk Oscar 2025. Sejauh ini film yang dikirim sebagian besar adalah fiksi. Nggak ada salahnya, Indonesia mencoba mengirimkan genre dokumenter. Dan Eksil karya Lola Amaria bisa dipertimbangkan.

Usul saya ini bukan tanpa alasan. Seenggaknya dalam 10 tahun terakhir penyelenggaraan Oscar, ada negara yang mengirimkan dokumenter berhasil masuk nominasi 'Best Documentary Feature Film' walaupun nggak masuk nominasi Best International Feature Film.

Contoh paling terbaru adalah dua dokumenter yakni 20 Days in Mariupol (Ukraina) dan Four Daughters (Tunisia) yang sama-sama berkompetisi di Best Documentary Feature Film Oscar 2024.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun