Meski perlu saya akui, tidak semua film bisa begini. Atau katakanlah tidak banyak film (Indonesia) yang bisa diperlakukan seperti ini. Tidak banyak film yang bisa berumur panjang, yang eksistensi dan pembicaraannya tidak hanya selesai saat tayang di bioskop saja.
Menurut Chand Parwez Servia, produser Perempuan Berkalung Sorban yang juga turut hadir dalam diskusi, seenggaknya film yang baik harus memenuhi unsur 4E yakni Edukasi, Entertainment, Estetika, dan Esklusivitas. Dan menurut hemat saya, Perempuan Berkalung Sorban yang rilis pada tahun 2009 ini, memenuhi keempat unsur tersebut. Makanya, film yang usianya sudah lebih dari satu dasawarsa ini, masih relevan untuk dikaji di masa kini.
Mungkin di tulisan lain saya akan bahas secara lebih rinci lagi mengenai 4E ini.
Itulah sedikit pengalaman saya tentang pengamatan respons estetik terhadap sebuah film.
Kesan film tidak lagi hanya bisa didapatkan dari nonton di mana, bersama siapa, nonton apa, kualitas layar dan audio, atau hal-hal teknis lainnya. Tapi lebih jauh lagi bagaimana kita bisa menyelami pemikiran orang lain dan melakukan refleksi.
Dan teman-teman bisa mencobanya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H