Kumasukkan kembali ceritaku ke relung hati yang terdalam. Dan aku mulai kembali bersemangat menggapai mimpiku.
Sungguh, jalanan tidaklah lurus. Semuanya berliku. Terkadang aku harus menempuh belokan yang menjauhkan aku dari jalan mimpiku. Atau aku harus berhenti sejenak memikirkan apakah arah yang sedang kutempuh ini memang benar adanya.
Wahai engkau kampung halamanku. Waktu berlalu terus menerus tanpa henti dan tidak pernah bisa didaur ulang. Aku masih dengan semangatku. Dan aku yakin engkau masih membersamaiku dengan doa yang tulus.
Tapi semakin lama, aku semakin sadar kalau perjuangan setiap manusia tidak selalu berujung sama.
Aku melihat teman seperjuanganku yang lebih dahulu menggapai mimpinya. Kemudian ia menemukan versi lain dirinya dalam mimpinya itu.
Dalam pikirku, aku masih yakin bahwa aku bisa seperti dia.
Tapi di sisi yang lain, aku pun menyaksikan kawanku yang akhirnya kembali ke kampung halaman dengan membawa sesuatu yang orang-orang sebut dengan kegagalan.
Lantas di mana posisiku?
Wahai engkau kampung halamanku. Sejatinya aku bimbang dengan dua kejadian kawanku tersebut.
Tapi begitulah adanya. Alam menyeleksi mimpi manusia dengan begitu kerasnya. Pada akhirnya akan ada sekelompok manusia yang terlempar dari angan mereka.