Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review M3GAN, Sebuah Satire Bagi Manusia yang Menuhankan Teknologi

7 Januari 2023   21:12 Diperbarui: 8 Januari 2023   13:13 1842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Makanya jangan suka jahat sama orang, kalau nggak ingin telinga kamu copot/Universal Pictures

“Manusia seringkali berpikir bahwa kehadiran teknologi selalu berdampak positif. Tanpa sadar pemujaan berlebihan terhadapnya malah bisa berujung petaka”

Sudah sejak lama dan tak terhitung jumlahnya, film-film impor khususnya produksi Amerika Serikat menjadikan teknologi sebagai tema utama. Mereka mampu mengolahnya menjadi suguhan yang menarik dengan efek visual yang meyakinkan kalau olahan dari teknologi tersebut memang betul-betul ada dan atau bakal terjadi di kemudian hari.

Salah satu bagian dari perkembangan teknologi adalah persoalan robotika dan kecerdasaan buatan. Saya sendiri mulai mengenal dan belajar mengenai kecerdasan buatan ketika kuliah Teknik Informatika bertahun-tahun yang lalu.

Secara sederhana, kecerdasan buatan atau artificial intelligence bisa diartikan sebagai simulasi kecerdasan manusia yang diformulasikan ke dalam mesin dengan kode-kode tertentu yang dibuat manusia. Sehingga manusia tetaplah yang menjadi pemegang kendali dari mesin yang diciptakannya.

Terkait praktikan robotika dan kecerdasan buatan, sebuah film terbaru berjudul M3GAN mengelaborasikan kedua elemen tersebut dalam sajian sci-fi horror.

Berjalan dari dua sudut pandang

Sudah menjadi rahasia umum jika sebagian pekerjaan manusia di era masa kini dan masa depan bakal digantikan oleh robot. Di sini, saya tidak akan terlalu bahas bagaimana hubungan robot dan pekerjaan fisik manusia. Kamu boleh menonton serial Humans untuk referensi penggambaran tersebut.

Soalnya M3GAN memberikan hal yang lebih jauh lagi, lebih dalam lagi hingga ke dasar hakikat penciptaan manusia. Yakni tentang sebuah perasaan yang menjadi pembeda utama antara manusia dan robot.

Bagaimana jika sebuah robot bisa merasakan perasaan manusia dan memberikan respon layaknya manusia? Apakah kita nggak lagi memerlukan manusia lainnya?

Untuk menjawabnya kita perlu berkenalan dengan dua karakter utama yang menjadi kunci.

Perlahan tapi mencekam/videobuster.de
Perlahan tapi mencekam/videobuster.de
Karakter pertama adalah Gemma (Allison Williams), seorang Robotics Engineer yang terobsesi membuat robot yang betul-betul tak pernah terpikirkan oleh manusia sebelumnya. Sebuah robot yang bisa menyentuh hati manusia. Ide dan gagasannya mendapat dukungan penuh dari perusahaan tempat ia bekerja.

Sementara karakter kedua adalah Cady (Violet McGraw), keponakan Gemma yang ditinggal mati kedua orangtuanya karena kecelakaan. Kini Cady diasuh oleh Gemma. 

Penonton diperlihatkan friksi antara mereka berdua karena sesungguhnya mereka tak sejalan. Gemma belum tahu bagaimana caranya menjadi ibu, sementara si anak masih berada dalam fase traumatisnya.

Film arahan Gerard Johnstone ini menggambarkan hubungan mereka secara perlahan-lahan. Hingga ditemukannya sebuah solusi yang bisa menjadi penengah untuk hubungan mereka. 

Solusi tersebut adalah robot yang diciptakan Gemma yang diberi nama Megan. Sebuah robot yang bisa menjadi teman sekaligus pelipur lara bagi Cady. Dengan hadirnya robot tersebut, Gemma bisa dengan tenang meneruskan karir robotiknya.

Note: Untuk mempermudah pembacaan makna, penulisan ‘M3GAN’ jika merujuk pada judul film, sementara ditulis ‘Megan’ jika merujuk pada karakter robot.

Sumber horor yang efektif tanpa harus menggunakan metode kerasukan

Dalam sub-bab teori keterikatan tentang keterikatan aman yang dipopulerkan oleh John Bowlby, seorang anak akan merasa aman jika kehadiran pemberi perhatian utama mereka. Dalam hal ini adalah orang tua sang anak. Lantas ketika orang tua meninggal, sang anak akan terikat pada pemberi perhatian utama berikutnya.

Selepas orangtuanya meninggal, Cady seharusnya ia terikat pada Gemma. Tapi rupanya, semakin hari Cady malah terikat pada Megan. Cady menganggap Megan sebagai attachment figure (sosok keterikatan), sosok yang bisa menggantikan orangtuanya sekaligus sosok yang diharapkan bisa mengusir ketidaknyamanan yang dirasakannya.

Persoalan penerjemahan yang brilian mengenai teori keterikatan inilah yang menjadi sumber efektif bagi M3GAN untuk menebar horor pada penontonnya.

Teror yang disajikan M3GAN berbeda dengan kebanyakan horor kecerdasan buatan yang mengubah haluan dari sci-fi ke mistis. Semisal robot Chucky dalam Child’s Play (2019) yang tiba-tiba menjadi pembunuh kelas kakap dan melakukan serangkaian adegan sadisme yang diakibatkan karena kerasukan roh jahat.

Megan tak seperti itu. Ia membaca segala sesuatu yang terdapat di lingkungan sekitar Cady selaku pengguna utamanya. Ia berhasil membaca dirinya sebagai sosok keterikatan bagi Cady. Maka tatkala Cady terlihat berada dalam ancaman, Megan akan menghilangkan ancaman tersebut sebagaimana tugas seorang sosok keterikatan.

Salah satu contohnya adalah ketika Cady mendapat perundungan dari Brandon, teman sekolahnya. Megan langsung berusaha membela Cady yang berujung pada kematian Brandon.

Hal serupa juga terjadi pada karakter lain yang dirasa mengancam keberadaan Cady. Semuanya terbunuh. Kematian dibaca Megan sebagai upaya untuk menghilangkan ancaman.

Meski ada beberapa karakter yang terbunuh, tapi masih belum jelas motivasinya. Dalam hal ini, motivasinya tidak terikat langsung dengan keberadaan Cady.

Saya menduga beberapa karakter yang 'dibunuh' Megan, diniatkan hanya untuk bersenang-senang semata. Adegan-adegannya harus terasa seram dan menegangkan sebagai upaya menuntaskan M3GAN dari bagian horornya. 

But, it's ok! Sebagai pencinta film horor, saya menyukai pendekatan yang diambil untuk bagian senang-senang tersebut. It's so fun byeb!

Makanya jangan suka jahat sama orang, kalau nggak ingin telinga kamu copot/Universal Pictures
Makanya jangan suka jahat sama orang, kalau nggak ingin telinga kamu copot/Universal Pictures

Kritik tajam bagi mereka yang menuhankan teknologi

Serangkaian kematian yang nggak masuk akal, mulai menghantui pikiran Gemma. Dalam keraguan ia mempertanyakan, apakah mungkin robot yang dibuatnya untuk menemani manusia bisa membunuh manusia. Apanya yang salah?

Sejatinya dalam sebuah pemrograman selalu terdapat error. Seringkali terdapat kode-kode program yang tidak berhasil diterjemahkan sesuai keinginan programmer pada awalnya.

Terdapat error serta tidak tepatnya protokol (algoritma) yang ditetapkan, adalah alasan paling masuk akal kenapa Megan bisa menjadi brutal. Padahal ia tidak diprogramkan untuk itu.

Untuk mengetahui bagian mana yang error, Gemma pun mengecek database hasil rekaman dari aktivitas Megan. Sayangnya, beberapa file video tidak bisa diputar. Gemma tidak bisa mendeteksi apa yang salah dengan Megan. Terlebih sekarang Megan melampaui dari apa yang seharusnya dia lakukan.

Puncaknya Megan menyerang Gemma yang merupakan penciptanya sendiri.

Salah satu adegan favorit saya. Meski muncul di trailer, ternyata nggak mengurangi kenikmatan menonton adegan ini/fangoria.com
Salah satu adegan favorit saya. Meski muncul di trailer, ternyata nggak mengurangi kenikmatan menonton adegan ini/fangoria.com
Ada dua pembacaan yang saya tangkap dari peralihan karakter Megan.

Ketika Megan berubah menjadi robot sesuai keinginannya sendiri, keadaan tersebut dibentrokkan dengan rasa takut manusia. M3GAN tidak benar-benar menggali ke aspek kecerdasan buatannya sebagaimana premis awal film.

Tapi ketakutan ini pun bisa dibaca sebagai sebuah satire. Bahwasanya ketika manusia tidak bisa mengendalikan olahan teknologi yang diciptakannya, sesungguhnya ia tidak benar-benar berada dalam keadaan yang pintar.

Sebaliknya ketika olahan teknologi yang diciptakannya bisa mengendalikan si pencipta, maka ia berada dalam keadaan yang bodoh.

Kasarnya, bagaimana mungkin seseorang bisa 'mati' oleh benda yang ia buat sendiri?

Tapi pada kenyataannya, teknologi benar-benar membutakan rasa. Coba kita refleksi sejenak, berapa kali frekuensi kita menelepon orangtua? Apakah sering atau jarang, padahal handphone berada di tangan kita hampir seharian?

Berapa banyak dari kita yang lebih memilih asyik sendiri bersama gadget ketika berkumpul bersama-sama dengan teman? Atau sebetah apa kita scroll timeline demi menikmati keributan yang terjadi di media sosial?

Teknologi hadir melumpuhkan rasa. Saya bisa saja melihat M3GAN sebagai sebuah komedi. Terlebih adegan final battle yang dimiliki, betul-betul memperlihatkan bahwa hanya rasa yang bisa mengalahkan segala logika dan analisis yang meski telah disusun secara sistematis dan logis.

Maka benar kata Agnes Monica, cinta kadang-kadang tak ada logika. Karena cinta yang hadir dari seorang manusia untuk manusia lainnya adalah sebuah rasa yang memang Tuhan ciptakan hanya untuk manusia.

Sebagai sebuah film sci-fi horor, M3GAN berhasil tampil baik menggabungkan keduanya. Penulisan cerita tentang robotikanya sangat detail, sekaligus bisa hasilkan adegan menyeramkan dari cerita tersebut.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun