Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Midnight in The Switchgrass, Lika-Liku FBI Buru Pembunuh Berantai

19 Desember 2022   09:04 Diperbarui: 20 Desember 2022   07:45 842
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bruce Willis dan Megan Fox dalam film Midnight in The Switchgrass. Sumber: IMDb via Kompas.com

Kerja sama investigasi polisi dan FBI dalam menguak dalang pembunuhan berantai dalam Midnight in the Switchgrass memang menarik untuk diikuti. Sayangnya, setelah semuanya terkuak penonton hanya mendapat 'tirai nomor tiga'.

Seorang warga yang hendak buang air kecil di tepian jalan, mendadak kaget karena melihat mayat perempuan muda yang penuh luka. Seketika TKP (Tempat Kejadian Perkara) dipenuhi oleh warga dan polisi.

Bagi sebagian warga, penemuan mayat ini bisa jadi kabar duka maupun kabar bahagia. Pasalnya, sebelum kejadian ini banyak warga perempuan muda yang dilaporkan hilang. Jadi walaupun mayat yang ditemukan adalah bagian dari keluarganya, seenggaknya mereka lega karena jasadnya bisa ditemukan daripada hilang tanpa kabar.

Sayangnya, mayat yang ditemukan tidak ada dalam daftar laporan warga yang hilang. Sontak penemuan mayat ini menjadi duka bagi keluarga lainnya.

Megan masih lemes saja aktingnya nih, yuk istirahat dulu/gannett-cdn.com
Megan masih lemes saja aktingnya nih, yuk istirahat dulu/gannett-cdn.com

Alur cerita yang linear dan fokus

Walaupun bertema pembunuhan, Midnight in the Switchgrass lebih condong ke genre crime-mystery daripada thriller. Pasalnya film yang disutradarai oleh Randall Emmett ini lebih mengedepankan sudut pandang polisi dalam penceritaannya.

Adalah Byron Crawford (Emile Hirsch), seorang polisi Florida yang dipercaya menyelidiki kasus penemuan mayat tersebut. Berhari-hari ia berpikir bagaimana memecahkan kasus ini. Ia percaya bahwa kasus ini punya hubungan dengan kasus pembunuhan lain yang sebelumnya terjadi. Pun dengan banyaknya laporan warga yang hilang.

Bukan tanpa alasan Byron menduga hal tersebut karena terdapat banyak kesamaan dari kasus yang ia tangani.

Kesamaan pertama adalah soal luka yang ditemukan di jasad korban. Luka berada di bagian tubuh yang sama dengan bekas yang sama pula. Kedua semua korban adalah perempuan muda. Ada apa ya sebenarnya?

Dengan materi misteri mencari pelaku pembunuhan yang sudah lumrah di film-film impor, Midnight in the Switchgrass nggak muluk-muluk dalam hal bentuk dan gaya berkreasi. 

Perkara bentuk dan gaya berkreasi yang saya maksud bisa kita cermati dalam dua film seperti Knives Out dan Murder on The Orient Express.

Sama halnya dengan Midnight in the Switchgrass, kedua film ini sama-sama berusaha mencari dalang dari suatu kasus pembunuhan. Hanya saja bentuk filmnya yang berbeda. Dua film ini lebih memilih bertumpu pada kekuatan dialog dan latar tempat yang sempit yakni hanya berada di satu tempat saja.

Pilihan yang diambil oleh dua film ini tidak diambil oleh Midnight in the Switchgrass. Sang sutradara lebih memilih alur cerita yang linear saja tanpa banyak plot-plot yang mengharuskan kita mikir atau ikutan nebak-nebak siapa pelakunya.

Namun pilihan ini juga membuahkan dualisme konsekuensi. Filmnya memang lebih mudah diikuti dan dicerna oleh penonton umum karena fokus ceritanya, tapi sekaligus juga membosankan karena kurang menggali estetika sinemanya.

Kita hanya akan melihat polisi yang kebingungan mencari jawaban atas semua masalah ini. Sesekali sang polisi menyambangi rumah keluarga korban untuk menyampaikan rasa duka ketika korban baru muncul dan ditemukan.

Begitu saja terus alurnya. Cerita nggak menunjukkan perkembangan investigasi kasusnya. Hingga akhirnya FBI ikut campur dalam kasus ini.

Mereka adalah Karl Helter (Bruce Wilis) dan Rebecca Lombardo (Megan Fox), dua agen FBI yang juga tertantang untuk menguak ada apa di balik pembunuhan berantai ini.

Dan tentunya sudah bisa tertebak bukan, kalau si Byron dianggap sebagai polisi yang nggak becus dan akhirnya dipindahtugaskan? Ya memang begitu!

Bagian dia ngobrol dengan keluarga korban cukup emosional/imdb.com
Bagian dia ngobrol dengan keluarga korban cukup emosional/imdb.com

Sayangnya, motivasi dan latar belakang kurang digali

Satu hal yang menarik dari hasil investigasi tersebut adalah kesamaan profil si korban. Mereka semua adalah perempuan jalang alias pelacur. Dan si pelaku merasa berhak untuk membunuh mereka karena dianggap 'mengotori' dunia.

Sebuah pemikiran yang menarik untuk digali. Apakah dengan membunuh tidak membuat kita juga kotor seperti mereka?

Saya jadi teringat kuot-kuot yang pernah mampir di timeline. Katanya begini: "Kita semua adalah pendosa, hanya saja jalannya yang beda"

Jujur saja ketika hal ini terungkap, saya sangat excited untuk tahu ke mana arah film ini akan bermuara.

Apakah Midnight in The Switchgrass akan membenturkan peristiwa pembunuhan dengan keyakinan pelaku sebagaimana yang kita lihat pada Hotel Mumbai? Atau sesungguhnya peristiwa pembunuhan tersebut adalah manifestasi dendam masa lalu?

Sayangnya, ekspektasi saya yang terlalu berlebihan.

Sama sekali motivasi pelaku membunuh para pelacur nggak dijelaskan dalam filmnya. Kita nggak pernah diberi tahu apakah si pembunuh ini murni psikopat sehingga doyan membunuh. Atau seenggaknya ia punya kaitan motivasi dengan profil korban.

Semisal karena semasa kecil pelaku hidup di tempat pelacuran. Lalu melihat ibunya yang berprofesi sebagai pelacur meninggal dibunuh oleh kliennya. Yang akhirnya membuat pelaku punya persepsi kalau pelacur adalah kotor.

Atas hal ini, saya agak kecewa. Padahal film ini dikabarkan berdasarkan peristiwa nyata. Kenapa karakterisasi si pelaku pembunuhan tidak digali. Saya yakin kamu yang nonton juga akan kesal. Soalnya begitu pelaku ditemukan, film berakhir begitu saja. Oh My God!

Plis kalau nggak banyak inovasi, film kayak gini hanya tinggal kenangan dan mudah dilupakan penonton/imdb.com
Plis kalau nggak banyak inovasi, film kayak gini hanya tinggal kenangan dan mudah dilupakan penonton/imdb.com
Atau mungkin saja film tidak berani menggalinya karena khawatir akan menjadi glorifikasi bagi pelaku pembunuhan. Dan bisa juga peristiwa ini adalah peristiwa yang sensitif di daerah aslinya di Texas sana.

Sama halnya seperti film terorisme India Batla House yang sensitif di daerahnya. Sehingga film ini hanya mereka ulang peristiwa yang kebenarannya sudah diyakini oleh masyarakat.

Ya, sekali lagi kalau begitu untuk apa dibuat film. Bagaimanapun juga film tetaplah fiksi sekalipun diangkat dari kisah nyata. Dan justru di sinilah pentingnya sutradara. Bagaimana ia bisa memberikan sudut pandang lain atas suatu peristiwa dengan visi dan misinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun