Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Artikel Utama

Review Film "Pamali", Jangan Gunting Kuku Malam-Malam!

9 Oktober 2022   15:00 Diperbarui: 9 Oktober 2022   20:33 4380
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masih menjadi misteri, kenapa pemeran tukang listrik dan tukang kunci adalah aktor yang sama/Lyto Pictures

Terkait pola-pola horor slowburn, bukan hanya Pamali saja yang pernah menggunakannya. Kafir: Bersekutu dengan Setan (2018), film horor yang juga dibintangi Putri Ayudya ini menggunakan pola serupa.

Tapi sayangnya, intensitas Pamali dalam membangun klimaks film nggak seberhasil Kafir: Bersekutu dengan Setan.

Ketika misteri sedikit demi sedikit mulai terkuak dan kedua karakter utama sudah mulai percaya bahwa ada makhluk lain yang meneror, intensitas ketegangan Pamali sama sekali nggak meningkat.

Saya agak terheran-heran, bagaimana bisa setelah karakter melalui peristiwa yang di luar nalar, mereka masih bisa santai dan bobo cantik. Padahal dengan latar waktu yang se(dua)malam saja, Pamali bisa memaksimalkan bagian akhir film dengan suguhan yang lebih seru.

Beberapa film yang menggunakan latar satu malam seperti Rumah Dara, bisa dengan sangat baik mengakhiri filmnya secara intens. Meskipun paruh awalnya yang digunakan untuk pengenalan karakter, sama-sama diceritakan secara lambat.

Perihal adaptasi video games ke layar lebar

Masih mau gunting rambut saat hamil?/Lyto Pictures
Masih mau gunting rambut saat hamil?/Lyto Pictures
Pamali adalah film Indonesia kedua yang diadaptasi dari video games setelah DreadOut. Praktis memang masih agak sulit mencari bahan bandingan ketika kita bicara film Indonesia yang diadaptasi dari video games.

Tapi untungnya, DreadOut dan Pamali ini punya banyak kesamaan. Kedua games ini berasal dari Bandung dan juga sama-sama menggunakan latar Sunda.

Dalam hal penerjemahan latar Sunda ke dalam film, Pamali tampil jauh 'lebih Sunda' daripada DreadOut dan film horor lain yang berlatar Sunda.

Ketika Jailangkung: Sandekala dan DreadOut lebih senang mengindetikkan Sunda dengan umpatan 'Anying...Anying...', atau Ivanna yang meski berlatar Sunda tapi berdialog 'lo-gue', Pamali membawa logat Sunda lebih natural sebagaimana percakapan umum yang biasa dituturkan masyarakat Sunda.

Meski nggak seratus persen menggunakan bahasa Sunda (dan malah lebih banyak menggunakan bahasa Indonesia berlogat Sunda), tapi aksen dan logat Sundanya tidak pernah merasa dipaksakan.

Sementara dari sisi alih wahana video games ke layar lebar, saya lebih menyukai pendekatan yang dilakukan DreadOut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun