DreadOut memposisikan jajaran karakter utama seperti pemain game-nya sebagai perwakilan penonton. Sehingga penonton mudah terlibat secara emosi dan merasa ikut serta dalam petualangan yang mereka lakukan. Terlepas si penonton adalah pemain game setianya atau bukan.
Berbeda dengan Pamali yang mengambil pendekatan sebagaimana horor kebanyakan. Kedua karakter utama tidak difungsikan sebagaimana perlakuan DreadOut. Bagi yang tidak pernah mengenal game-nya sama sekali, cara ini memang paling efektif sebagai perkenalan bagi penonton baru. Tapi ....
Oia, sebelum menonton filmnya, saya bela-belain install game Pamali di PC (komputer). Dan mencoba memainkannya hanya untuk merasakan bagaimana experience permainannya.
Di dalam game-nya, wujud kita sebagai pemain memang tidak ditampakkan. Sudut pandang kita diwakili oleh kursor yang bergerak ke sana ke mari mencari barang-barang dalam rumah untuk memecahkan suatu misteri.
Nah, bagian ini yang seharusnya dimanfaatkan Pamali dalam filmnya sebagai klimaks film yang seru.
Bagian Jaka dan Rika mengumpulkan barang-barang di rumah demi mengakhiri teror yang mereka alami, tidak membuat penonton ikut serta merasakan ketegangan yang terjadi. Apalagi untuk pemain game-nya, bagian ini pun rasanya menjadi hambar. Padahal bagian terseru dari games ini adalah usaha pemain mencari barang-barang demi memecahkan misteri.
Akhirnya, sebagai perkenalan kepada penonton baru, Pamali kurang menegangkan dan berakhir kering sebagaimana kebanyakan film horor Indonesia masa kini.
Pun juga kurang memberikan experience bagi pemain game-nya, walau gerak dan dinamika kamera hasil tangan dingin Yudi Datau sudah cukup mirip dengan sinematik yang ada di game-nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H