Baca Juga: Fenomena Ustad Televisi
2. Mudah menghakimi orang lain dan merasa benar sendiri
Saya akan bicara film lain dulu yang serupa yakni Perempuan Berkalung Sorban (2009).
Ada satu adegan yang saya suka dari film arahan Hanung Bramantyo ini. Yakni ketika karakter Annisa dituduh berzina. Semua warga pesantren tempat Annisa tinggal sudah siap-siap merajamnya. Mereka sudah membawa batu di tangannya masing-masing.
Lalu kemudian datanglah ibu Annisa memeluknya, seraya memandangi mereka satu per satu, kemudian berkata:
"Hanya yang tidak berdosa, yang boleh melempar"
Kejadian fitnah berzina terjadi juga pada Ibrahim. Bak sudah jatuh tertimpa tangga pula. Setelah dituduh memperkosa Halimah, ia pun dituduh berzina dengan istri Harun, seorang yang kaya raya di kampung tersebut. Istri Harun jatuh hati pada Ibrahim. Ya wajar saja, kalau istri Harun menyukai Ibrahim mengingat sang suami lebih senang bermain-main dengan budak lelakinya.
Namun, rasa cinta istri Harun ini tidak mendapat balasan dari Ibrahim, sekalipun ia betul-betul telah menggodanya dengan berbagai cara. Karena tidak berhasil, maka istri Harun melemparkan tuduhan zina pada Ibrahim.
Mengetahui ini, penduduk kampung semakin murka. Mereka lantas mencari Ibrahim ke kediamannya. Bagi mereka Ibrahim ini sudah salah dan sesat. Lalu bagaimana Ibrahim menghadapi amarah penduduk kampung ini?
Ibrahim menemui mereka seraya menjelaskan kebenarannya? Oh tentu tidak! Ibrahim kabur dan lari. Walau Ibrahim berada dalam posisi yang benar, ia tetap kabur dari amukan massa. Bagaimana pun melindungi nyawa adalah hal yang utama. Ibrahim juga manusia biasa yang memiliki rasa takut.Â
Tentang karakter inilah yang menjadi salah satu favorit saya dalam sebuah film. Senada dengan Perempuan Berkalung Sorban, film ini melakukan karakterisasi karakternya hingga titik terdalam seorang manusia. Hal yang sangat jarang kita temukan di film Islami masa kini yang sebagian karakter utamanya digambarkan seperti malaikat tanpa cela. Bahkan menolong orang yang hampir bunuh diri saja bisa berujung pernikahan. Padahal hal tersebut membahayakan rumah tangganya. Eh film apa ini?
3. Ketika ulama dekat dengan penguasa, apa yang terjadi?
Sebelum Ibrahim datang, di kampung tersebut sudah ada ulama atau sesepuh kampung yang mengajarkan agama. Dia adalah Pak Sulaeman. Cara mengajarnya cenderung keras dan konservatif. Tak ayal dia seringkali menggunakan hukuman fisik pada anak-anak didiknya jika mereka belum pandai mengaji dan mengulang apa yang ia ajarkan.