Mohon tunggu...
Raja Lubis
Raja Lubis Mohon Tunggu... Freelancer - Pekerja Teks Komersial

Pecinta Musik dan Film Indonesia yang bercita-cita menjadi jurnalis dan entertainer namun malah tersesat di dunia informatika dan kini malah bekerja di perbankan. Ngeblog di rajalubis.com / rajasinema.com

Selanjutnya

Tutup

Film Pilihan

Review Jakarta vs Everybody: Tentang Mimpi yang Terlupakan

14 April 2022   18:03 Diperbarui: 14 April 2022   18:07 3410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Di salah satu adegan, Jakarta vs Everybody melukiskan kalau Dom punya mimpi lain, tak hanya menjadi seorang aktor. Ada banyak mimpi yang ia tulis di tembok kamar kost-nya, meski daftar mimpinya nggak sehalu dan sebanyak mimpi anak ustad yang lagi viral itu.

Beberapa di antara mimpi Dom adalah mimpi sejuta umat seperti kepengin banyak uang dan pengin jadi pribadi yang lebih baik lagi. Mimpi yang terkait dengan cita-citanya adalah bisa bermain film dan ketemu Chicco Jerikho. Tapi yang mengherankan dan bikin saya geleng-geleng kepala, sempat-sempatnya penulis naskah memasukkan 'Tetep Jokowi' ke dalam daftar mimpi Dom.

Bagaimana bisa sih, seorang pemuda lugu yang sama sekali tidak digambarkan punya ketertarikan terhadap politik, bisa menuliskan mimpi 'Tetep Jokowi'. Untung saja latar filmnya berada di tahun 2019, kalau enggak bisa-bisa Dom digebukin dan ditelanjangi karena dianggap menyetujui Jokowi tiga periode nih. Hehe.

Di antara mimpi tersebut, ada yang kesampaian ada yang tidak. Seperti akhirnya Dom bisa menghasilkan banyak uang dari narkoba, dan juga bisa ketemu Chicco Jerikho. Tapi mimpi utamanya berada di atas panggung sebagai aktor tidak pernah kesampaian.

Terkait hal ini, ada satu adegan yang seharusnya bisa jadi klimaks perjalanan Dom. Yakni saat Dom berada di depan cermin dan merenungi mimpinya. Ia menangis dan memandangi dirinya dengan penuh rasa yang berkecamuk yang mungkin hanya dirinya yang bisa merasakan perasannya.

Tapi pendekatan sang sutradara terhadap adegan ini, malah jadi melemahkannya. Adegan tersebut malah diiringi audio percakapan Dom dengan ibu kost. Kenapa nggak dibiarkan saja sih Dom meluapkan dan mengekspresikan perasaannya. Kenapa tidak diberikan kesempatan yang luas untuk membuktikan kalau ia seorang aktor. Setidaknya walau ia gagal berada di atas panggung, penonton bisa paham kalau memang Dom pandai akting, hanya kesempatannya saya yang  tidak berpihak padanya.

Kalau begini ya wajar saja kalau Dom selalu kebagian peran extras, jangan-jangan memang Dom nggak bisa akting?

Mengakhiri tulisan ini, mungkin kamu yang sudah terpapar spoiler bertanya-tanya, kok tidak ada bahasan adegan seksualnya. Ya, sengaja saya tidak bahas, karena memang tidak penting. Kecuali kamu ingin melihat pemenang Aktris Pendukung Pilihan Festival Film Tempo 2020 'bertelanjang bulat'. Upz!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Film Selengkapnya
Lihat Film Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun