Pada bagian ini, jelas Radja, perlu diperhatikan serius bahwa platform-platform digital komersial itu juga diberikan ruang oleh pemerintah untuk mengambil komisi (fee) penjualan mereka maksimal 15% dari setiap modul pelatihan yang dibeli peserta Kartu Prakerja. Artinya, dari total 3,7 juta transaksi pelatihan senilai Rp1,01 triliun, Bukalapak berhasil menjual pelatihan sebesar 33% x Rp1,01 triliun, menjadi senilai Rp333,3 miliar. Dari angka ini, Bukalapak mendapatkan komisi atau fee hampir sebesar Rp50 miliar. Sedangkan Tokopedia memperoleh komisi sebesar Rp39,4 miliar, dan sekolahmu mendapatkan komisi hingga Rp36,4 miliar.
"Sementara, jika peserta menggunakan platform Kemenaker, tidak ada komisi yang boleh diambil karena Kemenaker dikelola pemerintah. Artinya, mengapa modul pelatihan tidak di-supply seluruhnya oleh Kemenaker, sehingga tidak ada alokasi untuk komisi-komisi itu? Kalaupun kualitas pelayanan Sisnaker yang dikelola Kemenaker tersebut masih belum prima, kenapa tidak dilakukan upaya peningkatan kualitasnya yang mungkin membutuhkan dana lebih sedikit dibandingkan komisi-komisi tersebut. Angka-angka komisi ini menjelaskan, betapa efektivitas Kartu Prakerja sangat mendesak dievaluasi. Di tengah pandemi yang terjadi, justru alokasi dana pemerintah tidak ditujukan secara efektif," papar Radja yang merupakan doktor jebolan program studi Kepemimpinan dan Inovasi Kebijakan UGM, Yogyakarta itu.
Artinya, tambah dia, jika dari total dana sebesar Rp1 triliun, setiap platform komersial diberikan ruang komisi hingga 15%, maka dipastikan ada dana senilai Rp150 miliar yang diperoleh platform-platform digital komersial itu. Padahal, di saat yang sama banyak masyarakat Indonesia yang membutuhkan dukungan pendanaan pemerintah. Data PMO Kartu Prakerja mencatat, tersedia dana Rp9,85 triliun untuk program itu hingga 30 April 2021, di antaranya dana sebesar Rp2,77 triliun untuk bantuan pelatihan.
"Dengan pemberian ruang komisi atau fee bagi digital komersial hingga 15%, dari alokasi Rp2,77 triliun untuk bantuan pelatihan maka terdapat pemborosan uang negara mencapai Rp416,16 miliar. Apakah lebih baik memberikan komisi kepada platform-platform digital komersial itu, daripada memberikan bantuan langsung kepada masyarakat? Silahkan masyarakat menilai sendiri," jelas dia.
Ketiga, data Kartu Prakerja juga mencatat, dari jumlah bantuan pelatihan tahun anggaran 2020 sebesar Rp19,56 triliun, penyaluran dana program Kartu Prakerja tahun 2020 hingga Maret 2021 hanya mencapai Rp15,27 triliun, sehingga terdapat dana sebesar Rp4,29 triliun yang dikembalikan ke Rekening Kas Umum Negara (RKUN). Angka ini terdiri dari setoran sisa dana tahun 2020 sebesar Rp4,007 triliun dan Rp278,2 miliar hingga 30 April 2021.
"Besarnya pengembalian dana Kartu Prakerja ke RKUN salah satunya menunjukkan kurang optimalnya perencanaan pemerintah menjalankan program ini. Ditambah lagi kemudian, direksi program ini masih mengeluhkan gajinya yang terlalu rendah, sebagaimana mengutip regulasi dalam Perpres 81/2020. Hal ini semakin membuktikan, mendesaknya evaluasi terhadap program Kartu Prakerja ini," tegas Radja.
Keempat, perlu dievaluasi efektivitas dari penggunaan dana Kartu Prakerja itu dengan membandingkan program tersebut dengan program lain. Misalnya, apakah manfaat penggunaan dana program Kartu Prakerja itu lebih efektif hasilnya jika dibandingkan dana yang sama diberikan pada program lain.
Ia menambahkan, dengan anggaran sebesar Rp20 triliun per tahun, apakah hasil Kartu Prakerja lebih efektif dibanding jika dana yang sama diberikan langsung kepada masyarakat baik dalam bentuk tabungan inklusif, atau jika diberikan ke 34 provinsi di Indonesia untuk mengembangkan Balai Latihan Kerja (BLK) di setiap daerah menjadi lebih profesional. Kajian ini harus dilakukan oleh Kemenko Perekonomian selaku pihak yang membawahi program Kartu Prakerja.
"Jika dana Rp20 triliun per tahun itu dibagikan ke 34 provinsi di Indonesia, maka setiap provinsi akan memperoleh dana sebesar Rp588,2 miliar setiap tahunnya untuk mengembangkan BLK berkualitas. Artinya, dalam 3 tahun mendatang dapat diharapkan terjadi peningkatan pekerja di seluruh Indonesia, bahkan siap bersaing dengan kualifikasi terbaik. Bukankah hal ini jauh lebih efektif dan dapat dipertanggungjawabkan pendanaannya?" papar Radja.
Solusi Konkrit
Berdasarkan 4 permasalahan serius di atas, Radja mengusulkan agar Kemenko Perekonomian segera melakukan perhitungan komprehensif terkait efektivitas penggunaan dana program Kartu Prakerja.