Senja, apa yang biasa kau pikirkan saat bertemu dengannya, apa yang biasa kau rasakan saat kedua bola matamu menyaksikan semua kenangan yang turut pamit bersama dengan sang surya dan bagaimana perasaanmu saat tahu bahwa senja itu adalah senja yang berarti.
 Senja bagiku adalah masa dimana apa yang kuhirup di hari itu akan menjadi jutaan misteri di hari esok sama seperti perasaanku yang selalu saja berkalut saat laut mulai berselimut.
 Andai saja matahari tidak terburu pamit pasti aku akan lebih banyak bersamanya dan senja kali ini akan terasa lebih sempurna.Ah, sudahlah semua sekarang tinggal kenangan.
 Sebenarnya hari itu adalah hari yang sangat menggugah seleraku untuk tetap hidup di tengah arus yang makin tidak pasti.Pagi itu tepat pukul tujuh pagi dia datang menghampiriku dengan senyum manis di wajahnya untuk pertama kali.
 Sungguh sebuah hal yang tidak pernah kuduga sejak pertama aku kenal dia, bukankah sebelum ini dia hanya tersenyum biasa saat bertemu denganku? bukankah selama ini cintaku hanya bertepuk sebelah tangan?Bukankah suratku kala itu belum dibalasnya hingga saat ini?Hal aneh apa yang tengah merasuki jiwanya.
 Tak sampai disitu saja dia mendadak memberiku seikat mawar merah dan sebuah surat rahasia yang berbalut wangi parfum seorang wanita, sambil tersenyum sendiri dia berpesan agar jangan buka surat ini sebelum aku berbicara berdua dengannya.Sebenarnya aku ada dimana?
 Setelah itu dia pun mengajakku untuk pergi ke pantai nanti sore bersama keluarganya, sebuah hal yang tidak pernah dia lakukan kepada lelaki manapun seumur hidupnya, mimpi apa dia semalam?
 Bukankah kemarin dia sempat menyebut bahwa aku tidak ada sedikitpun di hatinya? Tapi biarlah lebih baik aku turuti saja momen langka itu, kapan lagi aku bisa mendapatkan momen terbahagia dalam hidupku ini.
 Di sepanjang perjalanan dia duduk tepat di sampingku sembari terus menatapku dengan mata tulusnya tak hanya itu kamipun menghabiskan sepanjang perjalanan dengan bergandengan tangan dan bernyanyi bersama dengan riang gembira.
 Saat suasana mulai terasa dingin dia pun bersandar di atas bahuku dan mendekap tanganku dengan begitu eratnya seperti tidak mau kulepaskan aku pun menyelimutinya dengan jaketku, lebih baik aku sakit karena kedinginan daripada cintaku harus beku di tengah jalan.