Sebagai anak sulung dari 4 bersaudara, menjadi kewajibannya untuk ikut membantu nenek sebagai tulang punggung keluarga. Pekerjaan membuat emping sendiri sebenarnya hanya pekerjaan sampingan nenek, karena yang utama adalah menjadi guru.Â
Oleh karena faktor tersebut, Â ayah berusaha untuk memaksimalkan apa yang dia punya, dan karena limbah kulit melinjo itu banyak, maka makanan ini menjadi pilihan satu-satunya yang dimiliki.Â
Namun, lambat laun ayah saya malah semakin menyukai masakan ini dan menjadikannya sebagai salah satu makanan favorit. Hal ini terus berlanjut bahkan ketika ayah sudah bekerja dan memiliki anak.Â
Meski saat ini lebih banyak memakan masakan khas Sumatera Barat di rumah, namun kecintaannya pada tumis kulit melinjo tidak pernah berubah dan tergantikan.Â
Dan karena saya melihat ayah begitu menikmati tumis kulit melinjo tersebut, saya tertarik untuk mencoba dan malah ketagihan hingga saat ini.
Awalnya saya nggak terlalu paham sama nilai dan pesan dibalik cerita ayah saat itu. Aku belum terlalu paham soal korelasi antara perjuangan dan makanan. Apalagi ini soal makanan favorit, bukannya itu ditentukan oleh seberapa cocok dan enak rasa makanan tersebut?
Barulah ketika aku mulai mengamati wajah ayah saat makan tumis kulit melinjo, aku bisa sedikit memahami maksud dan pesan ayah. Setiap kali ayah makan makanan tersebut, ayah selalu bernostalgia dengan masa kecil yang penuh perjuangan tersebut.Â
Makanan tersebut menjadi bukti rasa syukur yang selalu ayah panjatkan setiap kali memakannya. Dengan keringat dan air mata, ayah bisa mengusahakan masa depannya dan masa depan adik-adiknya yang lebih baik, sekaligus masa depan kami anak-anaknya.Â
Di usia yang mulai beranjak dewasa, saya mulai memahami kisah tersebut lebih baik. Hidup sebagai anak kos, saya mulai memahami bagaimana perjuangan hidup dan tantangan yang harus saya hadapi, meski tidak layak untuk dibandingkan dengan kisah ayah saya yang lebih keren.Â
Ratusan kilometer aku pergi merantau, berapa banyak warung makan yang aku datangi membuat aku semakin memahaminya. Bahwa, seberapa keras kehidupan dan beratnya tantangan yang hadir, jangan pernah berpikir untuk menyerah.Â
Selalu ada alasan sederhana bagi kita untuk terus tersenyum dan bertahan. Seperti kisah ayah, yang mana dia selalu bersyukur atas nikmat yang ada, meski itu hanya "sebatas" tumis kulit melinjo yang bisa dimakan, "limbah" dari bahan produksinya.Â