Mohon tunggu...
Rais syukur Timung
Rais syukur Timung Mohon Tunggu... Lainnya - Pena Nalar Pinggiran

* Omo Sanza Lettere * Muslim Intelektual Profesional

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Menolak Lupa, 16 Tahun Misteri Kematian Munir

8 September 2020   00:02 Diperbarui: 9 September 2020   13:39 427
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di udara, Munir meregang Nyawa.

16 tahun sudah kegetiran itu bermukim. Sungguh, tempo yang tak singkat, bagi sebuah negara yang mencitradirikan, dirinya sebagai negara Hukum. Bahkan, kabarnya Hukum adalah Panglima tertinggi.

Cak Munir, terlalu berisik dengan ketidakadilan. Cak Munir, terlalu Risau dengan kemanusiaan. Tubuh Cak Munir memang kecil. Tetapi, Tak sekecil keberaniannya dalam meneriakkan Kebenaran yang menggelagar. Sehingga, perlu konspirasi politik level kakap, untuk meregangkan Nyawanya.

Cak Munir, di Racun. Dengan racun yang tingkat kematiannya sangat Fatal. Racun Arsenik, bersarang di tubuh kecilnya.

Sudah 16 tahun, negeri ini masih gagap membuktikan, Siapa Otak Intelektual, atas Kematian Cak Munir. Penuntasan kasusnya pun, sebatas jargon dan Janji. Padahal, Matinya terorganisir dan sistemik.

Kita bisa memperingati kematian Munir Said Thalib, sebagai lonceng kematian kemanusiaan dan ketidakadilan di negeri ini, setiap tahunnya. tetapi, siapa yang bisa merasakan, sayatan duka dan luka, kehilangan Seorang Sosok Suami dan Ayah, bagi Istri dan anak-anaknya. Siapaa?. Hampir bisa di pastikan, Tidak ada.

Maka, disitulah peran negara. Negara harus hadir sebagai pelipur lara. sebagai penyejuk. Sebagai penenang jiwa nelangsa, atas kehilangan seorang suami. Seorang ayah. Seorang pejuang Keadilan dan kemanusiaan.

Jika negara latah dan memilih bungkam. maka, yakin saja, luka itu akan tetap menganga dan sayatannya, menjadi dendam bagi benih-benih Cak Munir yang mulai menguncup.

Sudah 16 tahun, negara ini abai, Cak Munir. Mereka memang lupa, bahwa sesungguhnya kebenaran, selalu tak tertakar oleh apapun.

Kata Cak Munir dahulu, bahwa "Kita harus, lebih takut dari rasa takut itu sendiri. Karena, ketakutan bisa menghilangkan Akal sehat dan kecerdasan". Seperti, ketakutan tak akan makan, ketika melawan pragmatisme kekuasaan. Atau Ketakutan tak akan hidup, ketika meneriakkan kebenaran.

Kawan, kita harus bersikap tenang, walaupun takut, untuk membuat semua orang tidak takut.

Memang benar, Kematian Cak Munir adalah Lonceng kematian Kemanusiaan.

Pada Lirih, lirik Efek Rumah Kaca (ERK), "Di udara". begitu menggema di pojok Kamar. Mengenang 16 Tahun silam, kepergiaan Secara Tragis, anak manusia di bumi manusia.

"Munir Said Thalib", seumpama Martin Luther Kin dan J. F. Kennedy di Amerika sana. atau serupa Benigno Aquino di Fhilipina. juga Stephen Biko di Afrika selatan, Nun jauh sana. Pulangnya, penuh misterius, tanpa peduli bahwa mereka adalah Manusia.

16 Tahun, Negara menjadi Komunitas yang tidak berdaya dalam mengungkap siapa otak pembunuhan Munir di udara, dalam penerbangan menuju Belanda?, dan Apa latar belakang kematiannya?

Beberap hal yang ku tau, tentang Cak Munir adalah, Ia seorang pemberani, yang sangat garang menantang kesewenang-wenang kekuasaan, yang memasung Harkat dan martabat manusia. Ia, Melawan eksploitasi manusia dan kemanusiaan. Ia, Membela kaum Mustad'fin dan Kaum Papah. Ia, Berdiri bersama kebenaran.

Agama bagi Cak Munir adalah produk langit; Suatu Sistem Nilai, yang di jadikan sebagai kerangka dasar untuk bersikap dan berpikir dalam menantang penguasa Eksploitatif dam Dzolim.

Cak Munir Protype manusia yang hampir, tidak kita temukan lagi di bumi manusia ini.

Menolak lupa, Adalah rangkaian peristiwa yang sejatinya menubuh dan mengilhami laku kita, bahwa menjadi berani. sepertinya, tidak harus berotot baja. melainkan, bermental baja. Sebab, problem kita saat ini ialah ketakutan, kita sendiri. 

Kita takut bersikap pada kekuasaan yang menindas. Kita takut, pikiran kita di tentang orang, takut kesempatan kita hilang. Lalu, dari ketakutan-ketalutan tersebut, menyisakan darah.

Menolak lupa bukan jargon, pengantar tidur atas kematian yang tidak dapat disangka-sangka, sebagai sebuah kisah dari lakon politik abad ke 20 di dunia.

Jika bukan di bumi manusia keadilan itu di kemukakan dengan ketelanjangannya. kelak, sejarah akan menjadi hakim yang adil Untuknya.

***

Beragama itu melawan, Kata Cak Munir ;

Sekelompok orang beragama dengan ekslusif. rentan sekali menyalahkan orang lain, atas apa yang mereka yakini. bukan hanya orang diluar agamanya, bahkan akibat perbedaan mazhab pun dapat menjadi sebab, mereka memutuskan segala relasi kemanusiaan.

Saya menganggap kelompok orang-orang seperti itu, menghina Tuhan yang kita sembah bersama-sama. Ilmu Tuhan yang begitu luas, bahkan air laut dijadikan tinta untuk menulisakanNya, tidak akan habis untuk menuliskanNya. 

Tidak akan bisa, di sempitkan oleh kelompok sesat pikir semacam ini. Berguru di satu ulama selama bertahun-tahun, membaca Dua (2) buah buku berbulan-bulan Itu saja, sudah menganggap diri paling benar. lalu, yang lain salah.

Eksklusifitas inilah yang menjadi sumber petaka bagi kemanusiaan. Tuhan yang semestinya mengadili, Di renggut Haknya, oleh mereka, untuk menvonis bersalah orang-orang yang tidak sejalan dengan alur fikir kelompoknya.

Saya ingat pernah membaca wawancara "Mas Ulil Abshar Abdallah dengan Alm Cak Munir” : Cak Munir, mengaku dulunya adalah seorang yang ekstrim dalam beragama, sebagaimana kelompok ekstrim lainnya. setiap bepergian kemana-mana, dalam tasnya selalu terisi pisau untuk berkelahi dengan siapa saja, yang berbeda mazhab dengannya.

Di suatu waktu, Cak Munir di katai bodoh di dalam kelas oleh Prof. Malik Fajar (Mantan Mentri Pendidikan) dan menyuruhnya membaca NDP di HmI. 

Saat keluar kelas, Cak Munir lalu mendalami NDP, Berdialektika dengan segala aliran pemikiran dan menghasilkan suatu kesimpulan sederhana, bahwa AGAMA ADALAH ALAT PERLAWANAN BAGI KAUM TERTINDAS. agama harus di fungsikan untuk memperbaiki kehidupan manusia bukan malah sebaliknya.

Begitulah kira-Kira kata Alm. Munir, yang saya Tafsirkan. Dari dentuman- dentuman pekikannya.

Sebagaimana yang saya Sampaikkam diatas, bahwa Munir meregang nyawa, secara misterius sampai saat ini. akibat, konsistensinya membongkar kejahatan kekuasaan. ia, gugur dalam melawan pembunuhan, perampokan dan perampasan hak manusia yang terorganisir, dan itulah Beragama yang paling otentik menurut Munir.

Islam, mesti menawarkam agama bagi orang-orang yang tertindas. Bagi Mustad'fin. Bagi kaum pinggiran. Islam, niscaya memberi jawaban terhadap problem sosial. Dimana, orang-orang yang tertindas, tidak diam begitu saja menerima kenyataan. Tetapi, memberi perlawanan. begitu Munir berkata, kepada Romo Sandyawan, yang di tuangkan dalam Romo, dalam surat kepada Munir, ( 06/10/2010).

Mengingat Munir, adalah jalan kita, mengenal niat yang kuat. Gugurnya Munir, seakan mengalir dalam Kalimat Milan Kundera, " perjuangan manusia melawan kekuasaan adalah perjuangan melawan lupa" (mengingat).

Gugurnya Munir, adalah tragedi kemanusiaan negeri ini. Negeri, yang di cintai Munir, dengan segenap hati.

Munir, di paksa berpisah dari cita-citanya, untuk memuliakan dam memanusiakan manusia. Tetapi, usaha memisahkan Munir, dengan segenap cita-citanya, adalah Sungguh Usaha yang sia-sia.

Munir, adalah pemikul beban yang baik. Ia, mampu mendefenisikan dirinya, saat Ber-HmI.

16 Tahun, Munir Gugur. Lapangkan Kuburnya, Ya Robb.

* Al-Fatihah
* Coretan Pinggiran
* Pena Nalar Pinggiran

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun