Chapter 5
"Aku rasa jawabanmu sudah cukup baik, Ra. Apakah jawabanmu sebenarnya adalah jawaban dari kawan laki-laki mu itu?" tanya Laras kepada Rara yang hanya tersenyum malu sementara kawannya ini menggelengkan kepalanya.
Rara pun menyodorkan sebuah buku berbalut cover putih pada gadis di sebelahnya ini, "Hehehe, entahlah Laras, Unno sangat pintar menjawab pertanyaanmu itu. Aku sendiri tidak paham mengapa dia secepat itu dalam menangkap segala teori dibalik pertanyaanmu itu." Jelas Rara secara tiba-tiba disela Laras menerima benda itu dari tangan Rara.
"Oh ya, Laras!"
Laras memutar kepalanya menghadap Rara yang menatap matanya dengan dalam, "Ada apa?" tanyanya.
"Kenapa Cinderella menjadi karakter favoritmu di kisah dongeng Disney?"
Laras menggelengkan kepalanya, "Cinderella bukan karakter favoritku." Jawabnya.
"Lalu mengapa buku itu menjadi buku favoritmu? Juga buku itu adalah cerita Cinderella." Jelas Rara yang memperhatikan Laras yang sedari tadi tidak melepaskan pandangannya kepada buku itu.
Laras mengangkat kepalanya dan benda yang berada di tangannya itu bersamaan, kemudian dia memutarkan kepalanya menghadap Rara, kedua pandangan itu bertemu, "Buku ini?" tanyanya sekali lagi kepada Rara yang dibalas anggukkan olehnya.
"Ini memang buku favoritku karena buku ini adalah buku pertama yang aku miliki, sejarah dari buku inilah yang membuat buku ini menjadi mahal bagiku. Akan tetapi, cerita di buku ini bukan cerita utama yang menjadi favoritku," jelas Laras.
"Mungkin Cinderella akan menjadi cerita favoritmu, Ra." Sambungnya yang membuat Rara menaikkan alisnya.
"Baiklah, kalau begitu, apa cerita utama favoritmu?"
Laras tersenyum, "Beauty and The beast," jawabnya.
"Kenapa cerita itu?" tanya Rara.
Laras menarik nafas panjang, setelah itu dia menarik pandangannya menuju benda yang masih dalam genggamannya, "Ada dua alasan mengapa aku menyukai kisah ini, pertama karena dibalik nama panjangku ada kata 'Maurine' dimana ayahku mengambil nama itu dari nama keluarga Belle di cerita ini,"
"Ayah sangat sayang kepada ibu saat dia masih hidup, pesona ibuku tidak pernah luput dari bayangan ayah. Saat aku lahir, menurut ayah aku sangat mirip dengan ibu. Ibuku dulu juga berkata, kalimat pertama yang ayah keluarkan saat aku lahir, 'Cantik.' Hanya itu namun ibuku senang mendengarnya." Sambung Laras yang setelah itu mengalihkan pandangannya Kembali menatap kebawah.
"Maaf jika pertanyaanku menyakitimu, selama 12 tahun aku hidup bersamamu di panti ini, aku tidak pernah mendengarmu bercerita tentang kehidupan keluargamu. Jika boleh tau, kedua orang tuamu-"
"Mungkin kamu sudah lupa Ra, jika aku memberitahumu kalau aku ditinggal ayahku. Aku rasa itu cukup." Potong Laras yang membuat Rara terdiam dan menundukkan kepalanya.
Laras menatap Rara yang terlihat menunduk karena merasa bersalah atas ucapannya, sedetik kemudian Laras menggenggam tangan teman yang berada di sampingnya itu, "Ibuku meninggal karena kanker," ujar Laras yang membuat Rara Kembali mengangkat pandangannya.
"Ibu meninggal saat usiaku masih 4 tahun, saat itulah ayah mulai berubah, ayahku yang dulu penyayang menjadi seorang yang kasar dan kejam. Hingga dua tahun kemudian ayahku ditangkap polisi karena diduga menjadi pelaku perdagangan narkoba. Sampai sekarangpun, aku belum tahu pasti siapa yang melaporkan ayahku juga dimana keberadaannya sekarang, termasuk juga berapa tahun hukuman yang dia dapatkan, aku benar-benar kehilangan jejak ayahku." Jelas Laras.
Rara masih terdiam, Laraspun Kembali membuka pembicaraan, "Bu Frida, dia adalah tetanggaku yang mengantarku ke panti asuhan ini. Aku sempat tinggal di rumahnya selama beberapa hari, tempat malam ayahku disandera, Bu Frida dating dan membawaku tinggal di rumahnya sementara waktu. Aku sangat berhutang budi kepadanya." Sambung Laras, beberapa menit kemudian dia menunduk.
"Aku turut sedih mendengar ceritamu itu, Laras. Maaf." ujar Rara.
Laras menggelengkan kepala, "Tidak, kamu tidak bersalah. Terimakasih juga Rara. Kamulah orang pertama yang mengetahui cerita ini."
"Tolong jaga ceritaku ini." Pinta Laras.
"Pasti, ceritamu akan kusimpan rapat-rapat, Laras." balas Rara meyakinkan Laras.
"Sementara buku ini, buku yang aku dapat dari ayahku beberapa jam sebelum Ibu meninggal. Buku ini adalah buku terakhir yang aku dapatkan dari ayah, buku terakhir juga yang menjadi saksi bisu saat ayah masih bersikap sebagaimana layaknya seorang ayah kepadaku." detik itu juga Rara terkejut melihat bagaimana Laras masih dapat tersenyum usai menceritakan kisah hidupnya yang begitu pahit dulu.
Rara membalas senyuman itu, kemudian Kembali mengajukan pertanyaan, "Mengapa Cinderella?" tanyanya.
"Ibuku menyukai kisah ini."
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H