Chapter 4
Ra, terimakasih. Aku senang mendengar Bi Hisa menyukai hubungan kita. Â
"Hubungan antarteman kan?" ucap Rara yang membuat hatiku tiba-tiba saja sakit.
Haha, iya Ra.
Rara tersenyum, "Baiklah, aku naikan menjadi hubungan antarsahabat, bagaimana?" tanyanya yang membuatku sedikit tertawa sementara dia masih memperhatikanku dengan senyuman manis itu.
Kamu ini bisa saja, Ra. Baiklah, aku rasa tawaranmu itu jauh lebih baik, maka aku terima.
"Haha, oke. Maka dari itu, mulai sekarang jika kamu ada masalah ceritakan saja kepadaku,"
"Kita kan sahabat, jadi jangan ragu lagi untuk menceritakan segala keluh-kesahmu, Unno." sambung Rara yang membuatku ingin berkata jujur kepadanya kalau banyak sekali cerita yang tertampung dalam pikiranku dan sulit aku utarakan kepadanya.
Terimakasih untuk kalimatmu itu, Ra. Aku senang mendengarnya, mungkin kamu adalah sahabat pertamaku.
"Unno, sudah lama kamu tidak bercerita denganku? Bagaimana hari ini? Apa ada cerita baru?"
Seperti biasa, Rara. Semua tidak berubah, kian memburuk.
Rara menghelang nafasnya, dia menarik wajahnya dari pandanganku lalu sedetik kemudian dia menundukan kepalanya, "Maaf, aku ikut sedih, Unno." jawab Rara.
Tidak, jangan bersedih, Ra. Ini bukan salahmu.
"Bukan salahku bagaimana, Unno?" tanya Rara yang mulai menghadapkan kepalanya ke arahku.
Ceritaku bukan tanggung jawabmu, semua yang aku jalanin adalah tanggung jawab aku, Rara. Aku tidak ingin kamu bersedih karena sakitku ini, tolong jangan.
"Ceritamu memang tanggung jawabmu, namun maafku karena aku tau batasan antara kita. Batasan yang membuatku tidak dapat memberikan bantuan apapun kepadamu, batasan yang membuatku tidak dapat mendorongmu agar lebih kuat lagi, batasan yang telah membuatku merasakan hal yang sama walau panggungmu bukan panggungku," jelas Rara sambil menatapku yang mulai menundukan kepala mendengar segala kalimatnya, aku tidak paham mengapa tiba-tiba saja mata ini terasa berat.
Rara menggenggam tanganku, "Unno, semua pilihan juga perjalananmu memang bukan tanggung jawabku, tapi jangan pernah kamu merasa sendirian akan segala tanggungan itu. Â Aku di sini bersamamu." ucap Rara, tanganku semakin digengggam erat olehnya.
Ra, bertemu denganmu walaupun hanya sedetik sudah menjadi kebahagiaan besar untukku.
"Unno, apakah itu berlebihan?" Rara melontarkan pertanyaan itu kepadaku sembari menuangkan susu cokelat hangat pada gelas putihku.
Tidak, Ra. Itu semua tidak ada yang berlebihan.
Rara menatap mataku dengan dalam, tatapannya semakin inti dan membuatku terlena sejenak, "Baiklah, Unno. Kamu tau, Â besok Bi Hira akan mengambil libur selama seminggu untuk bertemu keluarganya,"
"Bi Hira baru saja meminta izin kemarin, tepat malamnya dia memberitahukan hal ini kepada semua anak-anak di panti."
Lalu, apa maksudmu, Ra?
"Aku kita terlalu terlena akan dengki sehingga kita lupa akan posisi, Unno." jelas Rara yang membuat mataku semakin tidak bisa lepas pandang darinya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H