Kalasuba adalah istilah yang merujuk pada keadaan di mana masyarakat mengalami kekacauan, kehilangan arah, dan nilai-nilai budaya yang semakin memudar. Dalam konteks ini, Ranggawarsita mengamati bahwa perubahan yang terjadi di masyarakat sering kali diakibatkan oleh pengaruh luar, seperti penjajahan dan modernisasi. Akibatnya, banyak orang terjebak dalam situasi yang tidak menentu, kehilangan identitas, dan merasakan ketidakadilan.
Kalasuba mencerminkan kondisi di mana ketidakpastian menguasai kehidupan sehari-hari masyarakat. Banyak individu yang merasa terasing dari nilai-nilai budaya mereka sendiri, dan dalam situasi ini, praktik-praktik korupsi, penyalahgunaan kekuasaan, serta ketidakadilan sosial menjadi hal yang umum. Ranggawarsita dengan tajam mengamati bahwa kekacauan ini tidak hanya berdampak pada tatanan sosial, tetapi juga pada moralitas individu.
 Katatidha: Kembali kepada Nilai Luhur
Berbeda dengan Kalasuba, Katatidha mengisyaratkan pentingnya kembali kepada nilai-nilai luhur dan kearifan lokal yang menjadi jati diri masyarakat. Ranggawarsita mengajak masyarakat untuk merenungkan warisan budaya dan tradisi yang telah ada sejak lama. Dalam pandangannya, pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai tersebut akan memberikan panduan dalam menghadapi tantangan zaman yang semakin kompleks.
Katatidha juga mencerminkan harapan akan kebangkitan spiritual dan moral. Ranggawarsita percaya bahwa dengan mengedepankan kearifan lokal, masyarakat dapat menemukan jalan keluar dari kebingungan dan ketidakpastian yang dihadapi. Ini adalah panggilan untuk menjaga integritas dan moralitas dalam setiap aspek kehidupan. Kembali kepada nilai-nilai luhur dianggap sebagai cara untuk meraih kedamaian dan keharmonisan dalam masyarakat yang kian terfragmentasi.
Kalabendhu: Kekacauan dan Ketidakadilan
Konsep Kalabendhu menggambarkan kondisi kekacauan dan ketidakadilan yang lebih mendalam. Dalam konteks ini, Ranggawarsita mengamati bahwa banyaknya ketidakpastian dan masalah yang dihadapi masyarakat berkaitan erat dengan penyalahgunaan kekuasaan. Korupsi, nepotisme, dan praktik tidak etis lainnya merusak tatanan sosial, menciptakan ketidakadilan, dan menjauhkan masyarakat dari keadilan yang seharusnya mereka terima.
Kalabendhu mencerminkan keadaan di mana struktur sosial dan politik tidak berjalan dengan baik, sering kali disebabkan oleh para pemimpin yang mengabaikan tanggung jawab moral mereka. Ranggawarsita menyoroti pentingnya pemimpin yang berintegritas, yang mampu memimpin dengan contoh dan memperjuangkan kesejahteraan masyarakat. Dalam pandangannya, untuk keluar dari kondisi Kalabendhu, diperlukan reformasi yang mendalam, baik dalam diri individu maupun dalam sistem sosial.